Belum Ditemukan Keterlibatan Penyelenggara Negara dalam Kasus Impor Emas
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah menuturkan, dalam kasus dugaan korupsi impor emas, penyidik masih mendudukkan kasus itu di antara UU Kepabeanan dengan UU Tindak Pidana Korupsi.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung masih belum menetapkan tersangka dalam perkara dugaan korupsi impor emas karena adanya perbedaan pendapat tentang pemberian kode HS atau daftar penggolongan barang untuk barang impor. Meski demikian, penyidik menyatakan memiliki bukti awal dugaan korupsi.
Kejagung telah meningkatkan kasus komoditas emas tahun 2010-2022 dari penyelidikan ke penyidikan. Kasus tersebut terkait dengan transaksi masuk-keluarnya emas dalam kurun waktu 2010-2022. Dalam kasus tersebut, impor emas diduga dilakukan tidak sebagaimana mestinya sehingga diduga menimbulkan kerugian keuangan negara.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah, Jumat (15/9/2023), mengatakan, sampai saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap penyidikan dan belum menetapkan tersangka. Menurut Febrie, penyidik masih mendudukkan kasus tersebut di antara Undang-Undang tentang Kepabeanan dengan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
”Seandainya memang kuat alat buktinya di bea cukai, maka dia akan dikenakan sanksi Undang-Undang Bea Cukai, kalo (yang kuat) tindak pidana korupsinya, ya, kena Undang-Undang Tipikor gitu. Nah, tinggal ini saja makanya lama, proses itu lama,” kata Febrie.
Menurut Febrie, penyidik terkendala karena masih adanya perbedaan pandangan tentang pengenaan tarif terhadap barang impor oleh pejabat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sebab, ada yang menyatakan bahwa pemberian kode HS terhadap impor emas tersebut sudah sesuai kualifikasi dari ketentuan kepabeanan dan bukan tindak pidana. Di sisi lain, ada yang berpandangan sebaliknya.
Meski demikian, kata Febrie, pihaknya memastikan bahwa penyidik sudah memiliki bukti awal sehingga perkara tersebut naik ke tahap penyidikan. Namun, hingga saat ini belum ada pihak yang ditetapkan tersangka untuk diminta pertanggungjawabannya.
”Bukti awal ada, tetapi untuk menentukan (kasus ini) riil tindak pidana korupsi, penyelenggara negara harus terlibat. Nah, itu yang belum. Masih dicari itu siapa,” ujar Febrie.
Sebelumnya, Febrie menyampaikan, kendala penyidikan tersebut hanya bisa dipecahkan dengan mencari bukti materiil, yaitu dugaan terjadinya suap atas dugaan pemberian kode HS terhadap impor emas atau adanya bukti elektronik terkait kerja sama antara penyelenggara negara dan pihak tertentu yang diuntungkan dengan impor emas tersebut.
Secara terpisah, Kasubdit Penyidikan Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung Haryoko Ari Prabowo mengatakan, dalam kasus impor emas, penyidik sudah menyita dokumen. Selain itu, pihaknya sudah memanggil dan memeriksa pejabat dari Ditjen Bea Cukai sebagai pintu gerbang importasi ke Indonesia.
Saat ini, penyidik mendalami beberapa dugaan modus yang diduga terjadi dalam proses impor emas tersebut dan mendalami pihak-pihak yang terkait dalam proses tersebut. Penyidik juga mendalami dugaan keterlibatan beberapa korporasi. ”Setiap modus yang terkait perusahaan mana pun kita dalami semuanya,” ujar Haryoko.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, dalam kasus dugaan korupsi impor emas tahun 2010-2022, penyidik masih mendalami kasus tersebut dengan meminta keterangan dari para saksi. Terakhir, Kamis (14/9/2023), penyidik memeriksa saksi berinisial HTM selaku Senior Vice President Internal Audit PT Antam Tbk periode 2017-2021. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan.