Respons Situasi Bangsa, Nahdlatul Ulama Ganti Pengurus Inti
PBNU menginstruksikan kepada para pengurus untuk melaksanakan tugas dengan berpedoman Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, dan peraturan yang ditetapkan dalam permusyawaratan NU.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU melakukan pergantian kepengurusan antarwaktu masa khidmat 2022-2027. Sejumlah ketua, bendahara umum, bendahara, hingga wakil sekretaris diberhentikan dalam pergantian kepengurusan PBNU tersebut.
Pergantian kepengurusan ini disebut sebagai hal biasa yang dilakukan dan bertujuan agar sejumlah isu serta bidang yang ditangani dapat lebih maksimal. Pergantian itu disahkan melalui Surat Keputusan PBNU Nomor 01.b/A.II.04/06/2023 tentang Pengesahan Pergantian Antar Waktu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2022-2027 yang dikeluarkan PBNU pada Rabu (13/6/2023).
Dalam surat itu, PBNU menginstruksikan kepada para pengurus untuk melaksanakan tugas dengan berpedoman Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, dan peraturan yang ditetapkan dalam permusyawaratan NU.
Dalam SK kepengurusan terbaru, ada tiga ketua PBNU yang diberhentikan dengan hormat. Mereka adalah H Ulyas Taha, KH Amiruddin Nahrawi, dan KH Robikin Emhas. Adapun pada jajaran bendahara, PBNU memberhentikan H Mardani H Maming dari jabatan bendahara umum PBNU dan H Ahmad Nadzir, H Burhanuddin Mochsen, dan H Ashari Tambunan dari jabatan bendahara PBNU.
”Pemberhentian tersebut disertai dengan ucapan terima kasih atas pengabdiannya selama ini dalam kepengurusan PBNU,” demikian salah satu poin, dikutip dari laman resmi NU, Kamis (14/9/2023).
Selanjutnya, PBNU mengangkat jajaran ketua PBNU yang baru, seperti KH Masyhuri Malik sebelumnya menjabat a’wan PBNU; H Fahmy Akbar Idries sebelumnya sebagai Bendahara PBNU; H Muhammad Faesal yang semula Wakil Sekretaris Jenderal PBNU; H Nusron Wahid yang semula Wakil Ketua Umum PBNU; serta Ahmad Suaedy dan KH Ulil Abshar Abdalla.
Menurut Ahmad Suaedy, penggantian atau penambahan dalam struktur kepengurusan PBNU adalah hal biasa. Pergantian itu berdasarkan evaluasi serta ada beberapa isu yang penanganannya semakin diefektifkan oleh PBNU. Suaedy enggan menjelaskan lebih jauh dari sejumlah isu yang belum tertangani dengan maksimal itu.
Namun, dengan pergantian jajaran pengurus ini bisa segera merespons situasi umat, bangsa, dan peradaban dunia. Ia sendiri diminta untuk mengurus bidang jaringan luar negeri NU.
”(Pergantian) itu karena ada banyak isu yang kurang tertangani dengan baik. Saya diminta urus jaringan luar negeri NU dan Mas Ulil mengurus Fiqih Peradaban,” ujar Suaedy yang juga Dekan Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia.
Selain itu, sejumlah nama juga berganti posisi, seperti H Amin Said Husni, sebelumnya Ketua PBNU menjadi Wakil Ketua Umum PBNU; H Mohammad Jusuf Hamka yang semula Ketua PBNU menjadi Bendahara PBNU; serta H Gudfan Arif yang semula Bendahara PBNU menjadi Bendahara Umum PBNU. Pergantian selanjutnya, Hj Safira Machrusah, H Amir Ma’ruf, dan H Ahmad Ginanjar Sya’ban turut ditetapkan sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PBNU.
”Mengamanatkan kepada nama-nama sebagaimana dimaksud dalam lampiran surat keputusan ini untuk melaksanakan tugas sebagai Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2022-2027. Berkewajiban untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas kepengurusan dalam Muktamar Ke-35 yang akan datang,” bunyi poin keempat belas dalam surat tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar menyampaikan rotasi kepengurusan di tubuh PBNU adalah hal biasa. Sebagai sebuah organisasi, pergantian kepengurusan dilakukan pasti berdasarkan kebutuhan internal. Ia pun tak ingin berspekulasi lebih lanjut terkait dengan pergantian kepengurusan dengan isu politik. Muhaimin menegaskan, ia mendukung penuh langkah yang diambil PBNU.
”Kita mendukung penuh kebijakan PBNU. PBNU harus netral dalam politik. Ya, kita dukung. Semua kita dukung. Hubungan PBNU dan PKB juga baik-baik saja,” katanya.