Baleg DPR Sepakat Usulkan Penguatan Kelembagaan Ombudsman RI
DPR mengusulkan adanya aturan rekomendasi Ombudsman RI wajib dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fraksi-fraksi di DPR sepakat memperkuat kelembagaan dan kedudukan Ombudsman RI. Tidak hanya mengusulkan dibentuknya sekretariat jenderal untuk membantu komisioner Ombudsman RI dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, DPR juga menginginkan agar kewenangan lembaga pengawasan pelayanan publik tersebut diperkuat.
Usulan penguatan kelembagaan dan kedudukan Ombudsman RI (ORI) itu tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang ORI (RUU ORI). Draf RUU ORI itu telah disepakati sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat pleno pengambilan keputusan tingkat satu di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Kamis (14/9/2023).
Wakil Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agats mengatakan, RUU tersebut akan segera dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Ada beberapa hal yang mengemuka selama proses pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU ORI. ”Salah satunya, perlunya penguatan kelembagaan dan kedudukan Ombudsman dalam sistem pemerintahan,” ujar Supratman.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan wewenangnya, Ombudsman akan dibantu sekretariat jenderal yang terdiri dari deputi, pengawas internal, dan perwakilan Ombudsman. Sebelumnya, Ombudsman hanya dibantu asisten.
Masih soal kelembagaan, Ombudsman wajib mendirikan perwakilan di provinsi. Apabila diperlukan, Ombudsman dapat mendirikan perwakilan di kabupaten dan kota. Perwakilan Ombudsman mempunyai hubungan hierarkis dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan.
Selain kelembagaan, mekanisme laporan kepada Ombudsman juga perlu disempurnakan. Salah satunya, mereka wajib memberikan laporan secara berkala kepada DPR dan Presiden. Supratman menambahkan, Ombudsman juga perlu melakukan pencegahan maladministrasi tidak hanya penindakan.
Substansi RUU adalah untuk memperkuat kelembagaan Ombudsman dan hasil rekomendasinya yang wajib ditindaklanjuti oleh penyelenggara negara. Hal itu dalam upaya meningkatkan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik.
Hal lain yang juga mendapat perhatian adalah masalah rekomendasi. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman wajib dilaksanakan atau ditindaklanjuti oleh penyelenggara negara. Bahkan, ada usulan agar Ombudsman bisa menjatuhkan sanksi administratif kepada penyelenggara pelayanan publik yang terbukti melanggar aturan.
”Substansi RUU adalah untuk memperkuat kelembagaan Ombudsman dan hasil rekomendasinya yang wajib ditindaklanjuti oleh penyelenggara negara. Hal itu dalam upaya meningkatkan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik,” kata Supratman.
Adapun yang dimaksud dengan malaadministrasi menurut ketentuan perundangan adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari tujuan yang menjadi wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian material dan atau immaterial bagi masyarakat dan perseorangan.
Supratman menambahkan, kelahiran Ombudsman sebenarnya dalam rangka mengawasi pelayanan publik. Karena itu, temuan Ombudsman harus bisa menjadi aspek pengawasan internal bagi penyelenggara negara yang khusus terkait pelayanan publik supaya menjadi lebih baik. Hal itu terkait dengan hak-hak warga negara untuk bisa mendapatkan pelayanan yang dibiayai oleh anggaran negara, baik APBN maupun APBD.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Herman, mengatakan terkait dengan pemberian rekomendasi dan sanksi kepada penyelenggara pelayanan publik, Ombudsman sebaiknya fokus pada penindakan pelanggaran yang bersifat administrasi atau malaadministrasi. Jika ada pelanggaran yang mengarah pada pidana, Ombudsman bisa merekomendasikannya kepada aparat penegak hukum.
”Untuk pelanggaran yang sifatnya mengarah kepada pidana, pelapornya harus pihak terlapor, bukan Ombudsman,” ucap Herman.
Kementerian Koperasi dan UKM bersama Ombudsman RI meresmikan kerja sama peningkatan kualitas pelayanan publik pada urusan pemerintahan di bidang koperasi dan UKM dan meluncurkan posko bersama pengaduan KUR bagi UMKM di Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Anggota Baleg DPR, John Kenedy Azis, dalam rapat bersama ahli mengatakan, revisi UU Ombudsman diharapkan bisa memperluas ruang lingkup wewenangnya agar dampaknya lebih kuat. Hasil rekomendasi juga harus bersifat mengika. Artinya, jika terlapor tidak menjalankan hasil rekomendasi Ombudsman, akan berpengaruh pada penilaian promosi atau kenaikan pangkat dan golongan.
UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia telah berlaku selama lebih dari 15 tahun. Namun, dalam perjalanannya masih mengalami banyak hambatan. Karena itu, peran Ombudsman dinilai kurang optimal sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh negara, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, maupun badan usaha milik desa dan badan hukum milik negara serta badan swasta maupun perseorangan yang menyelenggarakan pelayanan publik.
Padahal, peran Ombudsman sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai gambaran, laporan dari masyarakat kepada Ombudsman pada 2021 sebanyak 7.186. Laporan itu meningkat dibandingkan 2020 yang hanya 7.146.