”Kunci menurunkan stigma negatif ialah dengan belajar dari kasus-kasus yang muncul pada tahun 2022 ketika diidentifikasi ditemukan penyebabnya ada krisis integritas oleh insan kepolisian,” kata Albertus Wahyurudhanto.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Stigma negatif yang muncul terhadap Polri karena perbuatan segelintir anggota Polri sangat berpengaruh signifikan terhadap kepuasan dan kepercayaan publik pada institusi Polri. Di tengah tantangan itu, jajaran Polri harus mampu secara tulus menjadi pemberi rasa aman bagi masyarakat.
Namun, ini bisa dilakukan apabila dilandasi dengan integritas yang konsisten sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Demikian disampaikan oleh Albertus Wahyurudhanto dalam pidato pengukuhan Guru BesarSekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri di Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Orasi ilmiah tersebut berjudul ”Moralitas sebagai Landasan Utama Membangun Kepercayaan Masyarakat terhadap Polri: Catat Kritis atas Kinerja Polri PRESISI dalam Konteks Good Governance”.
”Untuk dapat mengimplementasikan peran pelayan masyarakat dan menjadikan kinerja tidak hanya berdasarkan kemampuan teknis profesional saja, maka perlu dibarengi dengan integritas yang konsisten. Integritas ini baru bisa muncul jika ada landasan moralitas yang kokoh dan jadi mind set dalam setiap menjalankan tugas sehari-hari,” ujar anggota Komisi Kepolisian Nasional tersebut.
Menurut Wahyurudhanto, sejumlah hasil riset oleh berbagai lembaga survei yang dirilis sepanjang 2022 menunjukkan kepercayaan publik pada Polri menurun drastis. Adanya peristiwa seperti peristiwa Duren Tiga, Tragedi Kanjuruhan, dan keterlibatan petinggi Polri dalam jual-beli barang bukti narkoba menunjukkan stigma negatif yang timbul bukan karena masalah kompetensi sebagai personel kepolisian.
”Fakta hukumnya dari para petinggi Polri yang menjalani proses peradilan tersebut, mereka bukan tidak mampu melaksanakan tugas teknis profesionalitasnya, melainkan lebih terkait pada minimnya integritas dan moralitas yang kemudian menimbulkan stigma negatif,” tutur Wahyurudhanto.
Efek stigma negatif inilah yang sangat berpengaruh dalam persepsi masyarakat ketika memberikan penilaian terhadap Polri. Karena itu, Polri harus melihat ini secara kritis dan diakui bahwa moralitas sangat penting dan harus menjadi landasan utama untuk membangun kepercayaan masyarakat.
Dalam paparannya, Wahyurudhanto mengutip data Posko Presisi Polri Musrembang 2023, yakni sebelum Oktober 2022, menunjukkan bahwa hasil lembaga-lembaga survei, angka kepercayaan publik berada di bawah 60 persen.
Namun, setelah Polri menerapkan quick wins di mana ada sembilan program prioritas, seperti mengoptimalisasi pelayanan publik, merespons cepat keluhan masyarakat, memperbaiki keluhan masyarakat, memangkas birokrasi, serta mengambil langkah terhadap hal-hal yang selama ini menjadi problem akut, hasilnya mampu mengubah persepsi masyarakat menjadi positif. Angka kepercayaan publik juga kembali meningkat seperti terekam pada Juli 2023 sebesar 76,4 persen.
”Kunci menurunkan stigma negatif ialah dengan belajar dari kasus-kasus yang muncul pada tahun 2022 ketika diidentifikasi penyebabnya ditemukan adanya krisis integritas. Moralitas sebagai modal utama untuk dapat memiliki integritas pun tidak dipergunakan dalam melaksanakan tugas-tugas kepolisian,” katanya.
Wahyurudhanto mengingatkan, kepercayaan masyarakat yang semakin meningkat ini akan bisa turun kembali jika stigma negatif muncul kembali. Diperlukan konsistensi bagi anggota Polri untuk menjaga kondisi yang sudah membaik ini.
”Pada saat didirikan, doktrin Polri adalah Tata Tentrem Kerta Raharja. Doktrin ini membimbing anggota Polri untuk berperilaku yang bisa diteladani dalam bertugas dan selalu teguh pada profesi. Kuncinya, moralitas harus menjadi landasan dalam bekerja dan mengabdi,” ujar Wahyurudhanto.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang juga perwakilan Guru Besar STIK Komisaris Jenderal Rycko Amelza Dahniel mengapresiasi capaian dan gagasan Wahyurudhanto. Ia berharap gagasan tersebut bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kepolisian.