HUT Bhayangkara, Kapolri: Adaptasi dengan Keinginan Publik
Dalam wawancara khusus dengan "Kompas", Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menyampaikan, pasca-Reformasi, tiga aspek diperbaiki. Khusus aspek kultural, perbaikan harus terus berlanjut.
Sejumlah langkah ditempuh Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo beserta jajarannya untuk memulihkan citra Polri di mata publik. Hasilnya terlihat dengan peningkatan kepercayaan publik terhadap Polri, seperti tergambar dari hasil survei Litbang Kompas pada Mei. Kala itu, tingkat kepercayaan publik berada pada angka 62 persen atau naik 11,7 persen dibandingkan dengan survei Januari 2023.
Meski demikian, bukan berarti problem dalam tubuh Polri bisa dikatakan tuntas. Sejumlah hal masih menjadi sorotan publik, seperti keadilan yang baru hadir ketika suatu peristiwa viral, kasus peredaran narkoba yang melibatkan polisi, dan kasus suap yang melibatkan antar-anggota Polri.
Bagaimana strategi Kapolri menyelesaikan problem-problem yang masih ada? Menyambut Hari Ulang Tahun Ke-77 Bhayangkara yang jatuh pada Sabtu (1/7/2023) ini, Kompas mewawancarai Listyo Sigit di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (30/6). Berikut petikan wawancaranya:
Apa pesan yang Bapak sampaikan di Hari Bhayangkara?
Di dalam kesempatan Hari Bhayangkara, kami menyampaikan pesan terkait keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya dalam mewujudkan pemilu damai karena persatuan dan kesatuan menjadi modal kita bagi siapapun pemimpin nasional berikutnya dalam menghadapi ketidakpastian global.
Walaupun berbeda pilihan, yang harus dijaga adalah persatuan dan kesatuan. Beda pilihan boleh, namun yang harus diprioritaskan adalah persatuan kesatuan sebagai modal utama untuk mewujudkan visi Indonesia maju menuju visi Indonesia emas pada 2045.
Tingkat kepercayaan publik ke Polri sempat anjlok, sekarang bisa naik sampai di 62 persen menurut survei Litbang Kompas. Apa yang dilakukan Pak Kapolri untuk bisa meningkatkan kepercayaan publik kepada Polri?
Harus kami akui, khususnya pada Oktober 2022 adalah titik nadir bagi kami karena tingkat kepercayaan publik terhadap Polri yang tadinya tinggi, tiba-tiba turun luar biasa sampai di angka 48,5 persen. Buat kami itu pukulan telak.
Saat itu, setelah kami mendapatkan arahan dari Presiden di Istana, kami kemudian sepakat untuk mengambil langkah yang membutuhkan soliditas, butuh kerjasama dari seluruh anggota mulai dari bawah sampai level tertinggi. Ini butuh kerja sama tim untuk melakukan perbaikan dengan mengevaluasi hal-hal yang mengakibatkan tingkat kepercayaan publik turun. Kami melakukan langkah tegas terhadap penyimpangan dan juga memperbaiki pelayanan kepolisian.
Pada saat itu kami menetapkan quick wins di mana ada sembilan program prioritas yang kami lakukan untuk mengoptimalisasi pelayanan publik, merespons cepat keluhan masyarakat, memperbaiki keluhan masyarakat, memangkas birokrasi, serta mengambil langkah terhadap hal-hal yang selama ini menjadi problem akut.
Baca juga: Survei Litbang ”Kompas”, Citra Polri Mulai Pulih
Jadi, kami harus keluar dari zona nyaman dan beradaptasi dengan apa yang diinginkan masyarakat. Kami juga melihat semua hasil survei terkait Polri, yang masih kurang kami perbaiki dan meningkatkan apa yang sudah baik. Kami terus mengevaluasi dan melakukan kajian per 3 bulan.
Langkah tegas itu termasuk kebijakan Pak Kapolri untuk menindak perwira yang menyimpang?
Sudah menjadi komitmen kami bahwa saat ini kami harus mengambil pilihan. Ada 400.000 lebih anggota di institusi Polri yang harus kami jaga. Saya yakin sebenarnya lebih banyak anggota Polri yang berbuat baik dibanding yang menyimpang. Oleh karena itu bagi mereka yang tidak bisa mengikuti komitmen kami, maka mau tidak mau kami tindak tegas.
Selalu saya sampaikan, kalau ada penyimpangan apakah itu etik, apalagi pidana, apalagi kasus yang mencederai dan berdampak pada institusi, saya perintahkan untuk diproses etik, pecat dan pidanakan. Itu menjadi komitmen dan kesepakatan kami bahwa itu semua harus dilakukan. Kami terus melakukan perbaikan dan evaluasi agar harapan masyarakat terkait tugas Polri bisa kami perbaiki meski butuh proses.
Kebijakan itu akan berlaku ke depan?
Karena ini sudah menjadi komitmen, apresiasi atau reward kami berikan kepada anggota yang berprestasi. Namun bagi yang menyimpang, yang tidak bisa mengikuti kesepakatan bersama di organisasi, mau tidak mau harus kami pangkas.
Baca juga: Polisi-polisi Inspiratif dari Pelosok Negeri
Meski citra Polri naik, ada kritik seperti no viral no justice. Apakah harus viral dulu sebelum keadilan itu datang?
Kita sekarang berada di era digital, hiper-connectivity. Kita ada di masa citizen journalism. Sebenarnya saya sudah tekankan ke jajaran, tidak perlu harus viral dulu baru ditangani. Konsep kami sebenarnya, tidak viral pun harus direspons cepat, apa lagi yang viral. Bagi kami viral itu berarti masyarakat masih cinta polisi sehingga polisi bekerja cepat. Itu adalah kritik atau evaluasi untuk membangun Polri menjadi lebih baik.
Padahal yang viral belum tentu betul?
Tentu kami klarifikasi. Kalau memang tidak benar, saya sudah minta kapolda dan kapolres, untuk memberikan klarifikasi tentang peristiwa yang sebenarnya terjadi. Namun, apabila itu benar, apalagi terkait penyimpangan anggota, maka harus dilakukan tindakan cepat agar tidak berlarut.
Terkait respons yang lambat karena adanya aturan birokrasi, ya, jelaskan ke masyarakat sehingga masyarakat tahu ada tahapan yang harus dilakukan. Saya kira di sini pentingnya terbuka, mau turun ke lapangan, mau menjelaskan agar masyarakat paham peristiwa yang terjadi
Muncul soal gaya hidup mewah, juga polisi yang terjerat narkotika. Bagaimana evaluasi Pak Kapolri dengan reformasi kultural?
Pasca-reformasi, Polri terus memperbaiki tiga aspek, aspek struktural, instrumental dan kultural. Untuk struktural dan instrumental mungkin jauh lebih mudah karena terkait regulasi dan melengkapi instrumen yang masih kurang.
Untuk aspek kultural saya kira harus terus berlanjut, apalagi di tengah kondisi atau perubahan yang membuat kami harus mau beradaptasi. Saya selalu menyampaikan bahwa kita harus mau keluar dari zona nyaman, beradaptasi dengan harapan masyarakat. Hal yang selama ini dianggap benar, sementara di mata masyarakat tidak sesuai, ya, kita yang harus menyesuaikan.
Oleh karena itu, perbaikan kultur pertama-tama dengan memperbaiki sumber daya manusia dan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk memangkas birokrasi yang berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang. Selain itu dilakukan peningkatan pengawasan baik secara internal maupun melibatkan eksternal, seperti Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional).
Kami juga membuka membuat pengaduan berbasis teknologi informasi sehingga masyarakat bisa langsung mengadu. Hal itu juga menjadi masukan bagi kami bahwa ternyata di lapangan masih ada peristiwa agar bisa segera diperbaiki.
Kalau dulu mungkin takut diperiksa Kompolnas atau menghindari, kalau sekarang bila perlu Kompolnas dilibatkan agar publik tahu kami transparan dalam menangani kasus tertentu. Khusus terkait pelanggaran dan respons yang lambat, kami terus melakukan perbaikan, termasuk perbaikan regulasi di bidang pengawasan.
Kami juga memberikan ruang pengaduan melalui aplikasi, baik di Divisi Propam maupun melalui Inspektorat Pengawasan Umum. Semua pimpinan kami minta untuk membuka ruang pengaduan sehingga evaluasi bisa kami lakukan. Yang jelas terkait masalah kultural harus terus berlanjut.
Apakah ada target waktu sampai kapan reformasi kultural ini bisa rampung?
Tentunya, ideal kami apabila bisa dilakukan lebih cepat, tetapi ini, kan, memang butuh proses. Sehingga terkait dengan reformasi kultural ini, kami tanamkan sejak di dunia pendidikan.
Kemudian, konsep-konsep pemimpin yang melayani, pemimpin yang menjadi teladan, bisa saling mengingatkan antar-teman, bawahan dan atasan, juga sebaliknya, ini semua terus kami tingkatkan. Yang paling penting adalah kehormatan kami, kebanggaan kami apabila kami bisa menjadi pelayan publik yang baik.
Ketika uji kompetensi dan kelayakan calon Kapolri, Bapak membawa visi “Polri Presisi”, sejauh mana itu sudah tercapai?
Jadi, itu merupakan tugas pokok Polri yang dijabarkan dengan transformasi menuju Polri yang presisi. Di sana ada transformasi di bidang organisasi, bidang operasional, pelayanan publik, dan juga pengawasan.
Beberapa pencapaian terkait dengan transformasi organisasi, misalnya pengembangan Densus (Detasemen Khusus 88 Antiteror). Kami kembangkan struktur organisasi Densus sehingga bisa lebih optimal dalam menghadapi kasus-kasus yang terkait masalah terorisme.
Kemudian, ada beberapa direktorat yang saat ini kami kembangkan, di antaranya direktorat terkait dengan perlindungan perempuan dan anak (PPA), serta direktorat tindak pidana pencucian uang (TPPU). PPA menjadi penting karena ini juga menjadi tuntutan saat ini. Kami melihat angka permasalahan kelompok rentan ini seperti fenomena gunung es, yang di permukaan dengan yang terjadi berbeda jauh. Karena itu, perlu penanganan khusus supaya masyarakat mau melapor.
Kemudian terkait rekrutmen, ini juga kami tekankan terkait prinsip bersih dan transparan. Beberapa waktu lalu, saya memproses anggota (Polri) karena kami mendapati informasi melakukan transaksi dan sebagainya, walaupun kebanyakan penembak di atas kuda. Namun, itu, kan, tetap berpengaruh pada kepercayaan publik pada institusi Polri yang sedang berbenah.
Lalu, terkait peningkatan kapasitas personel, kami juga terus mendorong anggota-anggota kami untuk bisa mendapatkan pendidikan yang cukup, baik di dalam maupun di luar negeri. Kami punya kerja sama dengan beberapa universitas yang bagus di Amerika, Inggris, Jepang, Singapura, Australia, New Zealand. Saat ini kami terus mendorong anggota-anggota kami untuk terus mau belajar. Saat ini, ada 357 personel kami yang sudah menyandang gelar doktor, dan 6 orang sudah menyandang gelar profesor.
Targetnya berapa doktor?
Sebanyak-banyaknya. Kemampuan sumber daya manusia dan kemampuan akademis ini penting. Saya kira dengan mereka belajar, tentunya mereka semakin menjaga apa yang harus dilakukan. Jadi, ada remnya-lah, dan kemudian bagaimana kemudian menurunkan ilmu-ilmu yang mereka miliki sehingga kemudian pelayanan kepolisian bisa menjadi jauh lebih baik.
Banyak suara-suara selain mengapresiasi prestasi kepolisian, tetapi juga banyak kritik publik berkaitan dengan setoran bahwa polisi di bawah harus setor ke komandan, bagaimana Kapolri melihat ini?
Terkait dengan ini, sudah berkali-kali saya sampaikan, yang namanya servant leadership itu adalah pemimpin harus melayani, bukan pemimpin yang memajaki. Artinya, supaya tim bekerja dengan baik, pemimpin harus tahu masalah-masalanya. Jangan justru membuat anak buah kemudian memiliki masalah karena memikirkan pimpinannya. Itu tidak boleh.
Baca juga: Video Kasus Setoran Anggota Brimob di Polda Riau Viral di Medsos, Polri Diminta Menindak Tegas
Jadi, hal-hal seperti itu yang ingin kami perbaiki dan harus kami bersihkan. Karena ini potensi melakukan penyimpangan. Seperti ibarat teori apel busuk, tentunya selalu ada saja oknum-oknum di setiap organisasi yang berpikir melakukan penyimpangan, tetapi bagaimana terhadap apel busuk itu harus dibersihkan.
Sebaliknya, terhadap anggota yang sudah melakukan perbaikan, ya, kami harus memberikan apresiasi, sehingga mereka lebih bersemangat untuk terus melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Dan itu selalu saya sampaikan, biasakan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, walaupun itu kecil. Namun, apabila itu dilakukan setiap hari, akan menjadi akumulasi yang tentunya akan berdampak pada institusi.
Selain budaya setoran, ada suara-suara polisi yang menjadi pelindung (beking) tambang, narkotika, dan lain-lain. Menurut Kapolri, itu karena semata-mata perilaku yang menyimpang dari bawah atau memang lemahnya pengawasan?
Potensi perlakuan penyimpangan selalu ada. Namun, di sisi lain kami selalu sampaikan bahwa harus bisa membedakan yang baik dengan yang buruk. Polisi tentunya tugasnya, kan, melakukan penegakan hukum, membersihkan hal-hal yang seperti itu.
Jangan ikut larut di dalamnya atau menjadi bagian yang seperti itu. Itu yang harus kami tindak tegas. Kami harapkan terjadi perubahan. Dan saya kira, kami selalu terbuka kepada masyarakat sehingga dengan membuka ruang untuk pengaduan, tentunya di situ juga bisa mendapatkan apel-apel busuk tadi.
Baca juga: Tetap Tak Akui Perbuatannya Memicu Teddy Minahasa Dipenjara Seumur Hidup
Sebenarnya masih banyak anggota kami yang berbuat baik tetapi tidak termonitor. Buat kami, itu wajar. Yang penting, lakukan hal terbaik yang Anda bisa. Apalagi di era sekarang, di mana hal-hal yang buruk karena kita berada di era citizen jorunalism, itu menarik diviralkan.
Jadi pilihannya, mau melakukan yang baik atau yang buruk. Tetapi, kami harapkan, pilihannya adalah melakukan yang baik, memberikan pelayanan yang baik, menghindari pelanggaran.
Tetapi apapun perilaku-perilaku yang menyimpang yang ada di kepolisian, komitmen Kapolri tetap tegas, kalau tidak mau ikut dalam gerbong, kemudian akan minggir?
Iya, komitmen itu saya kira sampai sekarang masih berlaku ya.