PPATK Dorong RUU Perampasan Aset, Komisi III DPR Tunggu Tugas Pimpinan
RUU Perampasan Aset ditujukan bagi kepentingan penyitaan dan perampasan aset yang berasal dari tindak pidana. Karena itu, PPATK akan terus mendorong proses pengajuan dan pembahasannya di DPR.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai pihak yang menginisiasi penyusunan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan akan terus mengawal proses pengajuan dan pembahasannya. Pasalnya, RUU tersebut merupakan prioritas yang harus diselesaikan secepatnya untuk mencegah korupsi. Sementara itu, Komisi III DPR sampai saat ini belum mendapatkan penugasan dari pimpinan DPR untuk membahas RUU usulan pemerintah tersebut.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana saat rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/8/2023), mengatakan, sebagai pihak yang menginisiasi penyusunan RUU Perampasan Aset, PPATK terus mengawal proses penyelesaian RUU tersebut. RUU ini juga telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka panjang tahun 2020-2024.
”Salah satu fokus 2024 (PPATK) yakni untuk mempercepat pengesahan RUU Perampasan Aset. Indonesia sangat membutuhkan UU Perampasan Aset di tengah masih maraknya tindak pidana korupsi,” kata Ivan.
”Silakan tanya ke pimpinan DPR untuk hal itu (RUU Perampasan Aset),” katanya.
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul menuturkan, dalam masa sidang I tahun sidang 2023-2024, Komisi III DPR berfokus menyelesaikan pembahasan lima RUU agar segera disetujui menjadi undang-undang. Salah satunya, RUU Perampasan Aset terkait tindak pidana. Akan tetapi, Komisi III DPR sampai saat ini belum mendapatkan penugasan dari pimpinan DPR untuk membahas RUU usulan pemerintah tersebut.
Silakan tanya ke pimpinan DPR untuk hal itu (RUU Perampasan Aset).
Hal yang sama diungkapkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan. Ia mengungkapkan, pada prinsipnya Komisi III DPR tak akan menunda membahas RUU Perampasan Aset jika sudah diberi mandat untuk membahasnya. Namun, RUU masih tertahan di pimpinan DPR.
Komisi III DPR, lanjut Hinca, tentu tidak bisa mendorong pimpinan untuk segera membacakan surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset. Komisi III hanya bisa menunggu mekanismenya berjalan. Ketika surpres masuk, itu menjadi kewenangan pimpinan DPR. Pimpinan DPR akan menggelar rapat pimpinan untuk kemudian dibicarakan kembali dalam rapat musyawarah pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
Komisi III tentu sudah siap membahasnya. Kami akan memberi perhatian yang serius, terutama dari Fraksi Partai Demokrat.
”Komisi III tentu sudah siap membahasnya. Kami akan memberi perhatian yang serius, terutama dari Fraksi Partai Demokrat,” ujar Hinca.
Diyakini segera dibahas
Seusai rapat Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKAKL) itu, lebih jauh Ivan menerangkan, PPATK terus melakukan sosialisasi kepada publik terkait RUU tersebut. Pihaknya juga telah mengajak Komisi III DPR dalam berbagai forum diskusi terkait pentingnya RUU ini. Harapannya, RUU ini bisa segera disahkan.
Namun, hingga kini belum juga ada tanda-tanda DPR akan membahas RUU tentang Perampasan Aset meski surat presiden berisi usulan pembahasan RUU itu telah dilayangkan ke DPR sejak 4 Mei 2023. Bahkan, pimpinan DPR belum juga membacakan surpres untuk usulan pembahasan RUU tersebut, termasuk dalam rapat paripurna masa persidangan I tahun 2023-2024 pada Selasa (29/8/2023).
Menurut Ivan, dalam surpres tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dan Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang ditunjuk mewakili pemerintah sudah menjalin lobi untuk segera membahas RUU Perampasan Aset bersama pimpinan DPR. Ia meyakini RUU tersebut akan segera dibahas dan disahkan.
”Kita ikuti saja perkembangan pembahasan dari pemerintah dengan pimpinan DPR. Pembahasan ini terus dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait dengan DPR. PPATK bertugas untuk menyosialisasikan RUU ini kepada publik,” tambah Ivan.
Kita ikuti saja perkembangan pembahasan dari pemerintah dengan pimpinan DPR. Pembahasan ini terus dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait dengan DPR. PPATK bertugas untuk menyosialisasikan RUU ini kepada publik.
Secara umum, kata Ivan, RUU Perampasan Aset ditujukan bagi kepentingan penyitaan dan perampasan aset yang berasal dari tindak pidana. Temuan PPATK menunjukkan, banyak pelaku tindak pidana pencucian uang yang bersembunyi di balik harta kekayaan berbentuk aset yang tidak dapat dikembalikan kepada negara. Di sisi lain, ada kekosongan hukum yang harus diselesaikan dengan pengesahan RUU Perampasan Aset.
Selain itu, ada banyak buron kasus korupsi yang kabur ke luar negeri, padahal aset hasil kejahatan mereka bisa ditemukan. Namun, saat ini perampasan aset hasil kejahatan belum bisa dilakukan karena harus dikaitkan dengan tindak pidana yang mereka lakukan. Apalagi, jika pelaku kabur dan asetnya belum bisa disita selama belum ada putusan pengadilan.
RUU Perampasan Aset ini akan ditujukan untuk penyitaan aset pada pelaku buron atau tidak diketahui keberadaannya atau meninggal, yang selama ini asetnya belum bisa disita karena belum ada putusan pengadilan. Sebab itu, kehadiran undang-undang ini sangat membantu penegak hukum untuk mengembalikan hasil kejahatan korupsi atau kejahatan lain.
”Masyarakat harus mendorong agar Undang-Undang Perampasan Aset disahkan. Ini akan sangat membantu penegak hukum dalam rangka pengembalian aset hasil korupsi atau kejahatan lainnya,” tambah Zaenur.