Soal Kampanye di Lembaga Pendidikan, Wapres Minta KPU Tutup Celah Polarisasi
Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta KPU membuat aturan teknis terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan kampanye di lembaga pendidikan dengan sejumlah syarat. Detail aturan itu diharapkan mencegah polarisasi.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI, MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Komisi Pemilihan Umum membuat aturan teknis terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan kampanye di lembaga pendidikan dengan sejumlah syarat. Wapres pun berharap detail aturan itu dapat menutup celah polarisasi.
”Aturan teknisnya oleh pihak KPU (terkait kampanye di lembaga pendidikan) harus betul-betul tidak ada sedikit pun celah kemungkinan terjadinya konflik dan pembelahan,” ujar Wapres Amin terkait putusan Mahkamah Konstitusi soal aturan kampanye, saat berkunjung ke Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (26/8/2023).
Berdasarkan Putusan MK No 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan Selasa (15/8/2023), norma Pasal 280 Ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah direvisi. Awalnya, pasal itu melarang peserta pemilu berkampanye di lembaga pendidikan dan fasilitas pemerintah tanpa syarat.
Namun, setelah putusan MK, terdapat perubahan. Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah serta tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Artinya, peserta pemilu boleh berkampanye di lembaga pendidikan selama memiliki izin dari penanggung jawab kegiatan serta tidak mengenakan atribut partai dan lainnya. Adapun lembaga pendidikan yang dimaksud adalah gedung dan atau halaman sekolah dan/atau perguruan tinggi.
Wapres Amin menilai, KPU perlu mendetailkan aturan kampanye di lembaga pendidikan. ”Selain tidak membawa atribut (partai), tentu harus menghadirkan ketiga capres (calon presiden), misalnya, sehingga bisa adil ya. Jangan sampai terjadi semacam itu, pembelahanlah, polarisasi yang menjadi perpecahan,” ujar Wapres.
Pihaknya tidak menyebutkan ketiga capres itu. Namun, sejumlah partai telah mendeklarasikan tiga bakal capres. Mereka adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dari Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia, Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, serta mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
”Jadi, harus ada aturan-aturan yang detail. Sebab, sangat mungkin mudah terjadi polarisasi di kampus,” ucap Wapres. Pihaknya pun meminta kampanye di perguruan tinggi lebih menekankan pada pendidikan politik, bukan sekadar berdebat di antara peserta pemilu. Wapres juga menegaskan kampanye di tempat ibadah tetap dilarang.
Aturan teknisnya oleh pihak KPU (terkait kampanye di lembaga pendidikan) harus betul-betul tidak ada sedikit pun celah kemungkinan terjadinya konflik dan pembelahan.
Pengasuh Pondok Pesantren Kiai Haji Aqil Siroj (KHAS) Kempek Cirebon, KH Musthofa Aqil Siroj, mengatakan, sejumlah kiai di pesantren juga menjadi peserta pemilu. Pihaknya pun tidak memungkiri potensi kampanye di pesantren. ”Tapi, tentu butuh disempurnakan, ada batas-batas tertentu (kampanye),” ujarnya.
Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan ini mencontohkan, kampanye tidak boleh menyasar santri dengan pendidikan aliyah ke bawah. ”Yang namanya pesantren itu, umatnya, alumninya macam-macam partai. Takutnya kalau jurkam (juru kampanye) satu arah, apa yang lain tidak tersinggung? Ini yang harus tetap dijaga,” ujarnya.
Pemilih cerdas
Selain aturan detail kampanye, kehadiran pemilih cerdas dan kritis juga dibutuhkan menjelang Pemilu 2024. Hal itu, antara lain, terungkap dalam dialog bertema ”Menuju Pribadi 100 Persen Katolik 100 Persen Indonesia dalam Mewujudkan Kesejahteraan Bersama”, di Tangerang Selatan, Banten, Sabtu.
Kegiatan yang digelar Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAK) Paroki Serpong Santa Monika itu menghadirkan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo, Ketua HAK Keuskupan Agung Jakarta Antonius Suryadi, dan Manajer Riset Strategis Litbang Kompas Mahatma Chrysna.
Romo Benny mengingatkan agar masyarakat harus cerdas dalam memilih calon pemimpin yang punya rekam jejak bagus dan punya prestasi saat memimpin. Ia pun mendorong masyarakat memilih pemimpin yang dekat dengan rakyat, menjaga keragaman dan kemajemukan, serta mampu memelihara Pancasila.
”Kalau kita gagal, tidak cerdas dan kritis dalam memilih tanpa melihat-lihat dahulu, ya kita gagal. Harapan saya, jadilah pemilih yang kritis dan rebut ruang publik untuk menyebarkan kekritisan dan kecerdasan tersebut. Terkhusus untuk tahun Pemilu 2024 besok,” ujarnya dalam keterangan tertulis.