DPP PDI-P memecat Budiman Sudjatmiko sebagai kader partainya. Budiman dinilai tidak mengindahkan instruksi Ketua Umum PDI-P untuk mendukung dan memenangkan Ganjar Pranowo sebagai presiden pada Pilpres 2024 mendatang.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P resmi memecat Budiman Sudjatmiko sebagai kader partainya. Budiman dinilai tidak mengindahkan instruksi Ketua Umum PDI-P untuk mendukung dan memenangkan Ganjar Pranowo sebagai presiden pada Pemilihan Presiden 2024. Terhadap keputusan pemecatan itu, Budiman menerimanya dan mengaku tidak akan masuk ke partai politik lain terlebih dahulu dalam rentang waktu yang cukup lama.
Pemecatan Budiman dari keanggotaan PDI-P tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 887/KPTS/DPP/VIII/2023 tertanggal 24 Agustus 2023. Surat keputusan tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto.
”Memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan kepada Sdr Budiman Sudjatmiko M.A., M.Phil dari keanggotaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” sebagaimana dikutip dari surat tersebut, Jumat (25/8/2023).
Selain itu, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P juga melarang Budiman berkegiatan dan menduduki jabatan apa pun yang mengatasnamakan PDI-P. DPP PDI-P akan mempertanggungjawabkan surat keputusan ini pada Kongres Partai.
Dalam surat keputusan itu disebutkan sejumlah pertimbangan PDI-P memecat Budiman. Pertama, setiap anggota partai wajib berpedoman pada kode etik dan disiplin anggota partai dalam setiap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Kedua, organisasi partai akan efektif apabila di dalamnya terdapat kader-kader partai yang militan dan patuh terhadap peraturan organisasi partai. Ketiga, setiap kader partai wajib menjaga arah perjuangan partai agar sejalan dengan ideologi partai, sikap politik, anggaran dasar/anggaran rumah tangga, serta program partai.
Keempat, sesungguhnya sikap, tindakan, dan perbuatan Budiman selaku kader PDI-P yang tidak mengindahkan instruksi Ketua Umum PDI-P untuk mendukung dan memenangkan Ganjar Pranowo sebagai presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, dengan mendukung calon presiden dari partai politik lain, merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin partai yang dikategorikan sebagai pelanggaran barat.
”Bahwa Komite Etik dan Disiplin PDI-P merekomendasikan kepada DPP PDI-P untuk menjatuhkan sanksi pemecatan atau pemberhentian Budiman dari keanggotaan partai,” sebagaimana isi surat tersebut.
Sebelumnya, pada Selasa (18/7/2023) malam, Budiman menyambangi Ketua Umum Partai GerindraPrabowo Subianto di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Budiman menyebut Prabowo layak memimpin bangsa ini. Setelah pertemuan itu, pada Jumat (18/8/2023) malam di Semarang, Jawa Tengah, Budiman secara resmi mendeklarasikan dukungan terhadap Prabowo yang merupakan bakal calon presiden dari Partai Gerindra.
Belum ingin berpartai
Secara terpisah, Budiman mengatakan, surat keputusan itu dikirim oleh DPP PDI-P ke rumahnya. Surat diterima oleh anaknya pada Kamis (24/8/2023) malam. ”Kebetulan saya lagi di perjalanan. Jadi, saya sedang tidak di rumah. Tetapi, saya cuma mau bilang bahwa saya sudah menerima suratnya dan terima kasih untuk semuanya,” ujarnya.
Menurut Budiman, keputusan DPP PDI-P ini merupakan akhir dari satu episode dalam hidupnya. Setelah ini, ia tentu akan memulai episode berikutnya sebagai manusia politik. ”Saya siapkan episode-episode baru. Saya harap bisa berkontribusi positif bagi Indonesia yang lebih baik dengan sumbangan kecil,” ucapnya.
Saya siapkan episode-episode baru. Saya harap bisa berkontribusi positif bagi Indonesia yang lebih baik dengan sumbangan kecil.
Namun, untuk saat ini, Budiman mengaku belum ingin berpartai terlebih dahulu atau memilih ”jomblo”. Ia mengibaratkan posisinya sekarang seperti orang yang tengah kehilangan pasangan hidup.
”Ya ibaratnya orang baru kehilangan pasangan hidup, harus melewati masa berkabung yang lama. Pasti, kan, berkabung dong. Gimana enggak berkabung, saya ini sudah kampanye PDI sejak 6 SD. Kelas 6 SD ikut kampanye PDI, soalnya (waktu itu namanya) belum PDI Perjuangan, masih ikon segi lima. Keluarga saya juga keluarga PNI (Partai Nasional Indonesia) dari dulu,” ucap Budiman.
Beberapa tahun kemudian, barangkali, lanjutnya, jika kesalahannya diampuni oleh PDI-P, ia berharap dapat mendaftar kembali ke PDI-P. Namun, jika tidak diterima, ia pun menyebut dapat saja bergabung dengan partai lain, salah satunya Partai Solidaritas Indonesia (PSI), atau partai lain yang berideologi nasionalis. ”Tetapi, pastinya itu setelah melewati masa jomblo yang cukup lama. Begitu, ya,” kata Budiman.
Budiman pun membantah soal adanya tawaran kursi menteri dari Prabowo jika Prabowo menang Pilpres 2024. Ia menegaskan, pertemuannya dengan Prabowo hanya sebatas ingin menjadi jembatan agar PDI-P dapat menjadi satu kekuatan dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). KKIR kini terdiri dari Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN). ”Kekuatan-kekuatan yang selama ini mendukung Pak Presiden Joko Widodo,” katanya.
Tidak ingin berandai-berandai
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman enggan mengomentari urusan partai lain, termasuk keputusan DPP PDI-P yang telah memecat Budiman. ”Kami tidak dalam posisi untuk mencampuri urusan internal terkait pemecatan,” ucapnya.
Sebaliknya, Gerindra justru menghormati mekanisme organisasi di PDI-P. Baik PDI-P maupun Budiman, bagi Gerindra, adalah sahabat.
Habiburokhman melanjutkan, hingga saat ini dirinya belum mendapat informasi apakah Budiman ingin bergabung dengan Gerindra atau tidak. Ia pun tidak ingin berandai-andai mengenai hal tersebut. Lagi pula, itu merupakan keputusan politik Budiman.
”Prinsipnya, Gerindra adalah partai yang terbuka seluruh warga negara Indonesia. Siapa pun yang menerima Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika bisa menjadi anggota Gerindra,” tutur Habiburokhman.