Belum Putuskan Dukungan Capres, PSI: Tunggu Putusan MK soal Batas Usia Cawapres
Partai Solidaritas Indonesia belum memutuskan dukungan terhadap salah satu bakal calon presiden. PSI masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi soal batas usia calon wakil presiden.
JAKARTA, KOMPAS — Partai Solidaritas Indonesia belum juga memutuskan dukungan terhadap salah satu bakal calon presiden melalui Kopi Darat Nasional PSI yang digelar di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2023) malam. Ada sejumlah hal masih dipertimbangkan PSI.
Pertimbangan dimaksud mulai perkembangan dinamika politik Tanah Air hingga bakal calon wakil presiden yang akan digandeng oleh bakal calon presiden nanti. PSI pun masih menanti putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia capres dan cawapres.
Sebanyak 38 ketua Dewan Pimpinan Wilayah PSI dari seluruh provinsi di Indonesia telah menggelar forum musyawarah pada Selasa sore. Forum tersebut bertujuan memberikan rekomendasi kepada Dewan Pembina dan Dewan Pimpinan Pusat PSI terkait arah dukungan capres-cawapres di Pemilihan Presiden 2024.
Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie dalam Kopi Darat Nasional PSI (Kopdarnas) PSI, Selasa malam, mengatakan, forum musyawarah DPW tersebut berlangsung dengan hangat, dinamis, dan dipenuhi perdebatan. Perdebatan itu seputar sejumlah kriteria kandidat yang bakal didukung oleh PSI, antara lain, komitmen melanjutkan visi Presiden Joko Widodo, pertimbangan dinamika politik terakhir, dan pertimbangan soal harkat dan martabat partai.
Baca juga: Soal Dukungan Capres, PSI: Masih Tunggu Tanda-tanda dari Pak Jokowi
Dari hasil musyawarah itu, forum musyawarah DPW merekomendasikan empat poin kepada Dewan Pembina dan DPP PSI. Pertama, meminta kepada DPP PSI untuk kembali menyerap aspirasi dan keinginan rakyat terkait bakal capres yang memiliki komitmen kerakyatan dan melanjutkan visi-misi pembangunan Jokowi.
”Kami meminta kepada DPP untuk ojo kesusu dan terus mencermati dinamika politik yang berkembang, termasuk komitmen tegak lurus kepada Pak Jokowi agar dipegang teguh terkait keputusan yang menyangkut masa depan bangsa,” ujar Grace saat membacakan hasil rekomendasi forum musyawarah DPW PSI.
Kopdarnas PSI tersebut dihadiri seluruh Dewan Pembina, DPP, para juru bicara, dan ribuan kader PSI dari seluruh Indonesia. Hadir pula sejumlah tokoh, di antaranya Wali Kota Surakarta yang juga putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka; Zannuba Ariffah Chafsoh atau dikenal Yenny Wahid; dan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Budiman Sudjatmiko.
Baca juga: PSI, Dulu Dukung Ganjar, Kini Mendekat ke Prabowo
Poin kedua rekomendasi DPW ialah meminta penentuan bakal capres PSI diambil dengan mempertimbangkan sosok cawapres yang akan mendampingi. Dalam konteks itu, perlu dicermati seluruh dinamika politik, termasuk proses uji materi (judicial review) mengenai batas usia capes-cawapres yang sedang diajukan oleh Lembaga Bantuan Hukum PSI ke MK.
”Jika MK mengabulkan uji materi LBH PSI dan ada kandidat anak muda berusia minimal 35 tahun, yang memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai cawapres, selayaknya DPP PSI memberikan dukungan kepada kandidat cawapres tersebut,” ujar Grace.
Bersamaan dengan pembacaan rekomendasi itu, seluruh kader PSI menyuarakan nama Gibran. Gibran yang hadir dalam acara tersebut pun tampak hanya tersenyum.
Baca juga: PSI Dorong Pengembangan Karier Politik Dua Putra Presiden Jokowi
Grace kemudian melanjutkan membaca poin ketiga dari rekomendasi DPW PSI. Dalam musyawarah DPW, terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa yang layak didukung sebagai capres di Pilpres 2024. Ada yang menginginkan bakal capres dari PDI-P, Ganjar Pranowo, ada yang mendukung bakal capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan ada juga yang menyebut PSI untuk tidak memberikan dukungan kepada siapa pun alias ”jomblo”.
Rekomendasi keempat adalah penegasan kriteria utama dalam memilih capres dan cawapres. Kriteria utama tersebut ialah figur yang dipilih harus dapat melanjutkan pembangunan selama pemerintahan Presiden Jokowi.
”Indonesia tidak boleh mundur ke belakang karena salah dalam memilih presiden. Tidak ada pilihan lain, selain maju bersama capres dan cawapres yang berkomitmen melanjutkan program Presiden Jokowi. Jokowisme dalam nilai dan juga tindakannya,” tegas Grace.
Tidak ada pilihan lain, selain maju bersama capres dan cawapres yang berkomitmen melanjutkan program Presiden Jokowi. Jokowisme dalam nilai dan juga tindakannya.
Atas dasar perdebatan di dalam forum musyawarah tersebut, DPW menyerahkan kembali keputusan akhir mengenai dukungan capres di Pilpres 2024 kepada Dewan Pembina dan DPP PSI. DPW meyakini Dewan Pembina dan DPP PSI akan memutuskan yang terbaik untuk partai.
Jangan jadi ajang tempur
Dalam Kopdarnas, Ketua Umum PSI Giring Ganesha pun mengingatkan, ada yang lebih penting dari sekadar memilih bakal capres yang akan didukung pada Pilpres 2024. Menurut dia, jangan sampai ajang Pilpres 2024 nanti dijadikan ajang tempur kebencian, like or dislike, fanatisme buta, serta ”baperan” di antara setiap kubu.
”Jangan. Saya yakin di sebelah sini beda dan beda pilihannya. Tetapi memang kita harus saling membenci? Jujur, saya pribadi, pengalaman (Pilpres) 2019, sudah capek dengan kata-kata cebong, kampret, kadrun. Jangan sampai nanti (Pilpres) 2024 ada lagi, cebong 3.0, kampret 3.0, kadrun AI (artificial intelligence), itu semua paham-paham yang berlandaskan kebencian dan tiap lima tahun muncul lagi, muncul lagi,” ujar Giring.
Baca juga: Ujaran Kebencian dan Politik Identitas di Tahun Politik Perlu Diwaspadai
Menurut Giring, jika PSI ingin mencetak sejarah pada Pemilu 2024, PSI harus memiliki diferensiasi dengan partai lain. PSI tidak boleh mengikuti isu partai lain dan harus bisa menjadi penentu tren (trendsetter). ”Kita harus beda. Idealisme dan integritas kita harus kita jaga. Namun, ada harga mahal yang harus dibayar untuk menjadi beda, yakni menjaga integritas,” tegas Giring.
Lebih dari itu, Giring mengingatkan seluruh kadernya agar tetap solid. Seluruh kader PSI harus memiliki paham baru yang diberi nama ”Jokowisme”. Paham ”Jokowisme” ini merupakan tanda cinta dan kasih sayang, serta keinginan untuk merawat masa depan Indonesia.
Seluruh kader PSI harus memiliki paham baru yang diberi nama ’Jokowisme’. Paham ’Jokowisme’ ini merupakan tanda cinta dan kasih sayang, serta keinginan untuk merawat masa depan Indonesia.
”Jadi, bagi saya, urusan copras-capres tidak terlalu penting. Ada yang lebih penting lagi. Yang lebih penting buat saya bagaimana kalian kader-kader PSI dilantik di 2024 nanti. Yang lebih penting buat saya ada nanti dari PSI menjadi wali kota, bupati, dan gubernur di 2024. Yang penting buat saya adalah bagaimana kita masuk Senayan. Kita memperjuangkan BPJS gratis. Yang penting buat saya adalah bagaimana dari rahim partai ini akan lahir Jokowi-Jokowi yang baru dari PSI,” kata Giring.
Menunggu
Adapun Gibran enggan berkomentar terkait dorongan PSI agar dirinya maju menjadi bakal cawapres. Gibran merasa umurnya saat ini belum mencukupi persyaratan sebagai bakal cawapres. ”Kan (uji materi di MK) belum tentu gol juga,” ujarnya.
Gibran merasa pengalamannya di politik masih kurang sehingga masih harus banyak belajar lagi. Ia pun terbuka terhadap setiap kritik dari berbagai pihak sebagai bahan evaluasi bagi dirinya. ”Dan saya, kan, juga baru dua tahun masuk di dunia politik, masih baru sekali, masih banyak harus belajar,” katanya.
Ditemui terpisah usai Kopdarnas, Gibran enggan berspekulasi mengenai dorongan PSI sebagai bakal cawapres. Ia pun khawatir jika maju dalam kontestasi pilpres, tidak ada yang memilihnya. ”Ya, kita tunggu saja keputusannya dari judicial review-nya (MK) seperti apa,” tuturnya.