Parpol, Antara Kemandirian dan Keterbukaan Keuangan
Sejumlah politisi muda menyadari biaya riil politik itu mahal. Namun, mereka juga yakin parpol bisa bekerja lebih sehat jika mau terbuka, termasuk dalam hal keuangan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
Kemandirian keuangan pembiayaan partai politik masih menjadi isu yang mengemuka menjelang Pemilu 2024 ini. Sebab, dana bantuan partai politik yang bersumber dari APBN tidak naik tahun ini. Partai dituntut kreatif, tetapi juga harus transparan dan akuntabel dalam pembiayaan ataupun biaya pengeluaran selama kampanye.
Ketua Bidang Pemuda Partai Golkar DKI Jakarta Rian Ernest dalam diskusi ”Problematika Pemilu 2024, Perbaikan Partai Politik, dan Masa Depan Pemilih Muda” yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch, Selasa (15/8/2023), mengatakan, partai politik di Indonesia sebenarnya sudah memperbaiki institusinya agar menjadi organisasi yang lebih sehat. Namun, pada kenyataannya, setiap turun ke bawah, bertemu dengan konstituen dan warga, mereka juga masih kerap mempraktikkan politik transaksional.
Mereka kerap meminta uang, meminta dibangunkan jalan, sticker, hingga merchandise lainnya. Sementara itu, karena Rian pernah menjadi calon legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Pemilu 2019, dia pernah mempraktikkan fundraising atau penggalangan dana pemenangan dari publik. Hal itu tidak berjalan dengan lancar karena sebagian orang tidak mau mengisi formulir fundraising secara terbuka. Adapun ketika mencari donatur tetap juga agak sulit untuk mencari sosok-sosok yang keuangannya sudah lumayan baik.
”Jujur, apa pun partainya tidak bisa mengelak kalau biaya riil politik itu sangat mahal. Ini adalah realitas politik yang harus dihadapi bersama-sama,” katanya.
Mantan politikus PSI itu mengatakan, jika parpol bisa bekerja lebih sehat, misalnya membuka lapangan kerja bagi konstituen, mereka bisa saja menggalang dana publik secara lebih terbuka. Sekarang ini, banyak parpol menerima uang dari pengusaha.
Alhasil, saat mereka terpilih, akan terjadi transaksi, baik perizinan maupun apa pun yang akan berpotensi korupsi. Untuk mengatasi hal ini, menurut dia, diperlukan ekosistem donatur, perubahan kultur masyarakat, agar partai lebih bersih. ”Saya percaya kalau parpol bersih, kenapa harus risi dengan akuntabilitas dan transparansi publik?” ujarnya.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Gamal Albinsaid menambahkan, sebagai politikus muda di PKS, dia juga mendorong gerakan bersih politik Indonesia. Dia menyadari, saat ini generasi muda semakin apolitik, dan jijik terhadap politik di Indonesia. Mereka mengalami krisis kepercayaan terhadap ucapan dan janji-janji politikus. Selain itu, karena biaya politik mahal, alhasil politik hanya menjadi alat untuk saling melindungi satu sama lain.
”Fenomena ini dikonfirmasi oleh survei internasional di 28 negara bahwa politikus adalah profesi yang paling tidak dipercayai publik,” katanya.
Dia berharap para politikus muda yang terjun ke lapangan bisa membenahi fenomena yang ada. Ada tanggung jawab moral yang harus dilakukan untuk perbaikan politik ke depan. Misalnya, perubahan pola pikir kejujuran dan tujuan agar kontestasi politik menjadi ajang yang bermartabat.
Di sisi lain, dia juga menyadari bahwa untuk bisa terjun ke dunia politik dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk pemilihan DPRD tingkat kota dan kabupaten saja dibutuhkan dana Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar. Adapun untuk menjadi gubernur membutuhkan 2-4 miliar, sedangkan untuk menjadi presiden dan wakil presiden dibutuhkan sampai Rp 5 triliun sampai Rp 20 triliun.
”Saya terjun ke politik dengan tujuan pemberdayaan politik. Saya pernah menjadi pengusaha sosial sehingga saya yakin politik ini juga bisa saya hack (bajak) dengan politik pemberdayaan. Saya ingin politik menjadi modal sosial yang memberikan penguatan dalam pemenangan politik dengan cara-cara bermartabat,” katanya.
Ia bersama PKS menggaungkan pemenangan politik dengan cara-cara bermartabat itu. Dia menyebut bahwa pemilih milenial dan generasi Z jumlahnya sudah banyak. Hal itu terkonfirmasi dari daftar pemilih tetap (DPT) KPU. Mereka adalah sosok yang adaptif sehingga diharapkan bisa menjadi agen perwujudan pemilu yang adil.
”Demokrasi hari ini belum ideal untuk menjadikan proses pemilu itu adil. Oleh karena itu, PKS mengusung gerakan moral dengan instrumen yang ada, yaitu pahlawan demokrasi. Kita tahu ada indeks kerawanan pemilu, kecurangan, dan sebagainya. Oleh karena itu, kita gunakan pahlawan demokrasi dengan program menggunakan gadget,” ucapnya.
Sementara itu, peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, lebih menyoroti akuntabilitas dan transparansi pembiayaan dan pengeluaran dana kampanye. Pembentuk UU sudah sepakat parpol harus terbuka, termasuk di dalamnya soal keuangan partai politik. Itu juga harus dibuka transparansi dan akuntabilitasnya di hadapan publik. ICW pernah bersengketa dengan parpol di Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait dengan sumber keuangan dan sumbangan parpol dari negara.
Menurut dia, hasilnya adalah parpol harus melaporkan secara berkala sumbangan dan iuran. Menurut KIP, keuangan parpol adalah informasi yang terbuka sehingga akuntabilitas dan transparansinya harus dibuka ke publik.
”Iuran parpol, dana bantuan parpol dari APBN dan APBD harus dibuka. Kami sampai saat ini sedang mengadvokasi keterbukaan dana parpol. Faktanya, masih banyak parpol yang tidak mau transparan dan akuntabel soal pendanaannya,” katanya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintah Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan, dana bantuan politik dari APBN tidak naik dalam Pemilu 2024 nanti. Pemerintah dan DPR sudah mengusulkan untuk dana bantuan politik dinaikkan menjadi Rp 3.000 rupiah per suara sah. Namun, usulan itu ditolak dengan alasan kemampuan keuangan negara tidak mencukupi. Alhasil, dana bantuan politik masih sama seperti yang diatur di Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018, yaitu Rp 1.000 per suara sah.
”Padahal, berdasarkan hasil riset dan kajian ilmiah, parpol tidak boleh dibiarkan bertarung sendiri dalam hal kemandirian keuangan karena ini akan membahayakan demokrasi. Jika negara tidak membantu keuangan parpol, parpol kemudian akan menjadi tergantung dengan pimpinan-pimpinan yang memiliki sumber daya keuangan,” katanya.