Yenny Wahid Masuk Bursa Cawapres, PKS: Tanda Demokrasi Semakin Baik
”Munculnya calon perempuan juga menunjukkan indikasi perbaikan demokrasi,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemunculan Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid dalam bursa bakal calon wakil presiden disambut baik oleh sejumlah kalangan, termasuk partai-partai politik peserta Pemilu 2024. Selain menjadi simbol adanya keseteraan jender, masuknya tokoh perempuan menunjukkan praktik demokrasi di Indonesia semakin baik.
Sambutan baik salah satunya disampaikan Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera. Saat ini memang sudah banyak perempuan yang berkiprah dalam politik dan pemerintahan di negeri ini. Akan tetapi, munculnya Yenny Wahid dalam bursa pemilihan presiden (pilpres) tetap menjadi kabar gembira.
”Munculnya calon perempuan juga menunjukkan indikasi perbaikan demokrasi,” kata Mardani.
Sebelumnya, Yenny Wahid mengaku telah berkomunikasi dengan sejumlah pihak, termasuk partai politik (parpol), yang memintanya menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres). Komunikasi tak hanya dijalin dengan pihak yang terasosiasi dengan bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Rasyid Baswedan, tetapi juga bakal capres dari koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang juga didukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Perindo, dan Partai Hanura, Ganjar Pranowo, serta bakal capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Munculnya calon perempuan juga menunjukkan indikasi perbaikan demokrasi.
Yenny mengaku memiliki kedekatan baik dengan ketiga bakal capres itu. Suami Yenny, Dhohir Farisi, pernah menjadi anggota Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo. Suaminya juga alumnus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, sama dengan Ganjar. Karena itu, ia dan keluarga memiliki lingkar pertemanan yang sama dengan Ganjar. Adapun dengan Anies, kedekatan terjadi secara langsung. Keduanya pernah sama-sama bekerja di Universitas Paramadina, Jakarta.
Pernyataan Yenny menguatkan spekulasi yang selama ini berkembang bahwa putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu akan bersanding dengan Anies pada Pilpres 2024 nanti. Anies merupakan bakal capres dari KPP yang beranggotakan Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS.
Bagi PKS, kata Mardani, Yenny merupakan figur yang mewarisi kebijaksanaan Gus Dur. Bergabungnya Yenny ke KPP tentu akan disambut gembira. Akan tetapi, keputusan bakal cawapres dari KPP ada di tangan Anies.
”Alhamdulillah, bahagia mendengarnya (Yenny bergabung di KPP). Tetapi, kalau dijadikan bakal cawapres, semua tergantung musyawarah dan Mas Anies untuk memutuskan,” ujar Mardani.
Baik-baik saja
Kendati memiliki kedekatan dengan Prabowo, Yenny sempat menyampaikan bahwa ia akan sulit memberikan dukungan untuk Prabowo jika dalam pilpres nanti Menteri Pertahanan itu mengambil Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapres. Bukan hanya itu, Prabowo juga dipastikan tidak akan mendapat dukungan dari keluarga Gus Dur ataupun Gusdurian yang merupakan komunitas pengagum pemikiran Gus Dur.
Pada Pemilu 2009, keluarga Gus Dur dan Gusdurian pernah diarahkan untuk memberikan dukungan kepada Prabowo. Alhasil, Gerindra mendapat limpahan suara dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dipimpin Muhaimin kehilangan 70 persen suara. Menurut Yenny, PKB yang mendukung Gus Dur berbeda dengan yang dipimpin oleh Muhaimin, mulai dari corak, karakter politik, hingga nilai perjuangan.
Merespons pernyataan itu, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menegaskan hubungan partainya dengan Yenny baik-baik saja. Ia berharap semuanya akan tetap berjalan dengan lancar.
Di sisi lain, Muhaimin tidak ingin merespons pernyataan Yenny yang menilai dirinya akan sulit jadi bakal cawapres karena sudah pernah mengkhianati Gus Dur sebagai guru politiknya. ”Wis (sudah), enggak usah dibahas, itu barang lawas kabeh (lama semua),” ujarnya, seperti dikutip dari Kompas.com (12/8/2023).
Sementara itu, Juru Bicara PPP Achmad Baidowi menuturkan, PPP akan tetap bersikukuh dengan hasil rapat pimpinan nasional. Hasil itu merekomendasikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sebagai bakal cawapres untuk Ganjar Pranowo.
”Selanjutnya tinggal melihat respons partai politik lainnya yang bekerja sama dengan PDI-P, yaitu Partai Perindo dan Partai Hanura,” katanya.
Secara terpisah, peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, mengatakan, masuknya perempuan dalam bursa bakal cawapres merupakan upaya parpol dan kandidat merangkul pasar pemilih potensial, yakni kalangan perempuan. Pilihan untuk mengusung kandidat perempuan yang punya latar belakang politik kuat bisa jadi juga merupakan upaya simbolis untuk menunjukkan keberpihakan pada kesetaraan jender.
Menurut Wasisto, figur Yenny sangat tepat untuk memenuhi kriteria karena mencerminkan kesetaraan jender dan latar belakang politik yang kuat. Namun, fenomena ini lebih didorong oleh alasan pragmatis ketimbang idealis untuk menyuarakan suara kaum perempuan.
”Kalau dilihat secara persentase, potensi cawapres perempuan sebenarnya belum terlalu menguat. Baru sekadar level wacana pragmatis demi kebutuhan elektabilitas,” tutur Wasisto.
Meskipun begitu, lanjut Wasisto, munculnya bakal cawapres perempuan tetap menunjukkan harapan akan demokrasi yang lebih inklusif. Hal itu akan terlihat saat pendaftaran nama calon untuk pilpres di Komisi Pemilihan Umum.