Tuan Guru Bajang: Mimpi Membawa Indonesia Jadi Negara ”Superpower”
Tuan Guru Bajang jadi sosok bakal cawapres yang ditawarkan Perindo untuk Ganjar. Gubernur NTB dua periode ini memandang Indonesia berpeluang jadi negara ”superpower”, tentunya dengan beberapa pembenahan. Apa sajakah itu?
Menuntaskan pengabdian sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat selama dua periode, Muhammad Zainul Majdi atau dikenal sebagai Tuan Guru Bajang kini diusulkan Partai Perindo menjadi bakal calon wakil presiden alternatif untuk Ganjar Pranowo. Tak hanya diusulkan, dia juga menawarkan gagasan masa depan Indonesia. Untuk menjadi negara superpower, katanya, setidaknya ada tiga problem yang perlu dibenahi, yaitu pendidikan, budaya politik, dan kebijakan publik.
Setelah menempuh penerbangan hampir 30 jam dari Maroko, Tuan Guru Bajang atau biasa dipanggil TGB akhirnya tiba di Jakarta pada Kamis (10/8/2023) malam. Selama di luar negeri, ia menghadiri acara Majelis Hukama Al-Muslimin, sebuah badan independen lintas negara yang berbasis di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Selepas menjabat sebagai gubernur, TGB memang lebih sering menghabiskan waktu di perkumpulan ulama dunia tersebut, selain tentunya di partai politik besutan Hary Tanoesoedibjo.
Keesokan paginya, Ketua Harian Nasional Partai Perindo itu langsung bertandang ke Menara Kompas, Jakarta. Bersama Editor Desk Politik dan Hukum Harian Kompas, Antonius Ponco Anggoro, TGB mendiskusikan banyak hal, mulai dari alasan Perindo melabuhkan dukungan ke Ganjar pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, proses penentuan bakal calon wakil presiden (cawapres) dari Ganjar, hingga gagasannya untuk Indonesia ke depan.
Keputusan Perindo berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada 9 Juni 2023 harus diakui sempat memicu pertanyaan publik. Sebab, Perindo sebelumnya justru lebih intens berkomunikasi dengan Partai Gerindra yang telah resmi mengusung ketua umumnya, Prabowo Subianto, sebagai bakal capres.
Namun, keputusan final dukungan Perindo jatuh pada PDI-P yang mendukung Ganjar Pranowo sebagai bakal capres. Perindo lebih mendukung Ganjar bersama dua partai lain, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Hanura. TGB menyebut, alasan utama partainya melabuhkan dukungan ke Ganjar ialah keyakinan Perindo bahwa paradigma Indonesia-sentris yang menjadi dasar pembangunan Presiden Joko Widodo bakal dilanjutkan oleh Ganjar. Paradigma Indonesia-sentris ini bukan hanya instrumen untuk memajukan ekonomi, tetapi juga untuk menjaga integrasi bangsa.
”Kami melihat bahwa Mas Ganjar itu genuine, paling genuine (di antara kandidat lain) untuk bisa melanjutkan (paradigma Jokowi) karena, kan, berasal dari partai yang sama. Kemudian juga sudah berada dalam pemerintahan sebagai Gubernur Jawa Tengah, hampir 10 tahun bersama Pak Jokowi, kemudian ada kesepahaman-kesepahaman dan kebersamaan dalam proses-proses pembangunan yang menyebabkan kami meyakini bahwa Mas Ganjar mengerti betul tentang pentingnya Indonesia-sentris ini,” ujarnya.
Baca juga: Ikut Arahan Jokowi, Perindo Dukung Ganjar
Kepentingan bangsa
Bukan sekadar menjadi partai pendukung, Perindo ternyata juga menyodorkan nama TGB sebagai kandidat pendamping Ganjar. Hal serupa dilakukan lebih dulu oleh PPP yang mengusulkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno sebagai nominasi bakal cawapres Ganjar.
Namun, jalan partai koalisi untuk bisa mendapat kursi cawapres ini memang tidak mudah karena PDI-P pun memunculkan nama-nama lain dari luar partai koalisi. Mereka adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, mantan Panglima TNI Andika Perkasa, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
Berkaitan dengan kursi cawapres, TGB sejatinya tak ingin terlalu ambil pusing. Ia meyakini, semuanya akan berproses secara sehat. PDI-P, yang memegang peran besar dalam penentuan bakal cawapres Ganjar, sejauh ini juga terus membangun komunikasi dengan berbagai pihak.
TGB memandang, kepentingan bangsa perlu menjadi prioritas di tengah menguatnya pandangan yang lebih mementingkan ego kelompok dan bersifat jangka pendek.
”Yang terpenting, kepentingan pribadi itu tidak boleh mengatasi kepentingan bersama di koalisi apalagi mengatasi kepentingan negara. Pada akhirnya, kepentingan koalisi dalam arti mana (bakal cawapres) yang paling prospektif untuk mendapatkan dukungan rakyat terbesar, itu yang utama hari ini. Dan tentu yang paling utama adalah kepentingan bangsa dan negara,” ucap TGB.
TGB memandang, kepentingan bangsa perlu menjadi prioritas di tengah menguatnya pandangan yang lebih mementingkan ego kelompok dan bersifat jangka pendek. Pandangan sempit tersebut muncul akibat kecenderungan bangsa ini yang mudah saling membeda-bedakan suku, agama, bahkan pilihan politik satu sama lain.
Padahal, menurut TGB, perbedaan itu seharusnya dimaknai sebagai suatu proses yang saling melengkapi dan saling menguatkan. Jika perbedaan dimaknai sebagai sebuah hambatan, justru akan mempersulit seluruh anak bangsa untuk saling bekerja sama. ”Cara pandang melihat perbedaan di antara kita seharusnya kita lihat sebagai aset, intangible asset (aset tak berwujud) bagi Indonesia. Dan memang selama ini, itu yang sudah dijaga,” ujarnya.
Baca juga: Elektabilitas Kandidat Belum Lampaui 40 Persen, Poros Keempat Bisa Terbentuk
Ego kelompok yang bersifat jangka pendek ini akan berefek panjang, terutama pada masalah etos kerja dan nilai-nilai etika. Alhasil, muncullah perilaku koruptif. Ini kemudian memengaruhi banyak hal, seperti tidak optimalnya pelayanan publik, melambatnya perekonomian, serta meningkatnya angka kemiskinan.
TGB menambahkan, masalah lain bangsa ini ialah terlalu sering melihat ke dalam (inward looking). Mereka merasa, apa yang sudah dilakukan adalah yang terbaik. Mereka juga merasa, pemikirannya paling pas untuk zaman ini. Akibatnya, bangsa ini seperti katak dalam tempurung. ”Bangsa ini tidak mau melihat eksperimen-eksperimen dan pengalaman-pengalaman bangsa luar yang sebenarnya juga mempunyai tingkat kemajuan yang luar biasa. Jadi, dengan inward looking ini, kita malah kehilangan energi untuk menghadirkan inovasi-inovasi yang diperlukan,” katanya.
Saya melihat, pendidikan karakter itu yang perlu diperkuat. Jadi, jangan hanya bicara bagaimana mengisi lapangan kerja, tetapi bicaralah tentang bagaimana karakter manusia Indonesia.
Menjadi negara ”superpower”
Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, menurut TGB, setidaknya ada tiga hal yang perlu dibenahi. Pertama adalah pendidikan. Ia meyakini, bangsa-bangsa yang maju memulai semuanya dari pendidikan yang berkualitas. Karena itu, aspek yang berkaitan dengan pembenahan pendidikan sangat penting. Pendidikan di Indonesia tidak boleh hanya menitikberatkan pada kognitif, tetapi juga pada karakter.
”Nah, saya melihat, pendidikan karakter itu yang perlu diperkuat. Jadi, jangan hanya bicara bagaimana mengisi lapangan kerja, tetapi bicaralah tentang bagaimana karakter manusia Indonesia itu bisa menghadapi tantangan ke depan. Yang kita ajarkan ini, kan, manusia, bukan mesin atau robot,” ucap TGB.
Kedua, perbaiki budaya politik. Dalam konteks budaya politik, perilaku para elite sangat penting. Artinya, para elite harus mampu menunjukkan bahwa demokrasi harus dijalankan secara bersungguh-sungguh, tidak hanya demokrasi prosedural, tetapi juga substansial. Bagian dari demokrasi substansial adalah menghargai pemikiran yang sehat (common sense), tatanan yang baik serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Ketiga adalah kebijakan publik yang bertanggung jawab. Kebijakan pemerintah kepada masyarakat juga harus dipastikan sebagai kebijakan yang akuntabel, demokratis, dan partisipatif. ”Saya pikir kalau tiga hal ini kita benahi dengan baik, kita akan bisa melihat banyak perbaikan,” katanya.
Baca juga: Parpol Terus Jajaki Cawapres Potensial
Ia meyakini, Indonesia ke depan bisa menjadi negara besar jika tiga aspek di atas bisa dibenahi dengan baik. Apalagi jika Indonesia bisa terus mengoptimalkan berbagai potensi yang dimiliki, seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia. Prediksi berbagai lembaga konsultan dunia yang mana Indonesia bakal menjadi negara besar dalam kekuatan ekonomi dunia pada 2050 sangat mungkin menjadi kenyataan.
”Artinya apa? Di luar, kita dilihat punya potensi luar biasa. Indonesia dilihat sebagai negara yang bisa menjadi negara superpower. Nah, itu impian saya juga, superpower dalam makna yang positif. Dia (negara yang) bisa menjadi kiblat bagi banyak negara untuk kemajuan dan kebaikan,” tuturnya.
Ia pun bermimpi, di 2045, Indonesia bisa menjadi tempat yang nyaman bagi generasi yang akan tumbuh di masa itu. Sektor pendidikan semakin baik, sektor kesehatan kian berkualitas, dan tingkat pendapatan warganya juga cukup untuk bisa menjadi warga global.
”Itu mimpi saya. Kan, pernah dulu, misalnya, Amerika sempat dijuluki the land of dreams and opportunity”. Indonesia, menurut saya, juga harus bisa menjadi the land of dreams and opportunity, paling enggak bagi warga negaranya sendiri,” ucapnya.