Keluarga Brigadir J Kecewa MA Kurangi Hukuman Ferdy Sambo
Keluarga almarhum Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat merasa kecewa dan dirugikan atas putusan MA meringankan hukum Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keluarga almarhum Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat sangat kecewa dengan putusan kasasi Mahkamah Agung yang meringankan hukuman bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo beserta istrinya, Putri Candrawathi. Pihak keluarga juga merasa dirugikan karena tidak ada lagi upaya hukum yang dapat mereka tempuh untuk mendapatkan keadilan.
Advokat Martin Lukas Simanjuntak, salah satu tim pengacara keluarga Nofriansyah, Rabu (9/8/2023), mengatakan, ia langsung berkomunikasi dengan ayah dan ibu almarhum Nofriansyah begitu mengetahui Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi serta Ricky Rizal dan Kuat Maruf, bekas ajudan dan pembantu rumah tangga Sambo. ”Keluarga kecewa dan sedih atas putusan MA yang mengurangi hukuman Ferdy Sambo, Putri, dan kawan-kawan itu,” tutur Martin saat dihubungi dari Jakarta.
Pada 8 Agustus 2023, MA memutus untuk mengurangi hukuman Sambo dari hukuman mati menjadi seumur hidup. MA juga memutus untuk mengurangi hukuman tiga terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah lainnya, yakni Putri Candrawathi dari semula 20 tahun menjadi 10 tahun penjara, Ricky dari 13 tahun menjadi 8 tahun, dan Kuat dari 15 tahun menjadi 10 tahun penjara.
Keluarga kecewa dan sedih atas putusan MA yang mengurangi hukuman Ferdy Sambo, Putri, dan kawan-kawan itu
Martin mengatakan, keluarga almarhum Nofriansyah juga mengaku kecewa atas proses kasasi yang dianggap seperti ”petak umpet” dan tidak transparan. Berbeda dengan proses yang terjadi di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, keluarga korban tidak bisa menghadiri pembacaan putusan MA karena tidak ada pemberitahuan tentang agenda itu.
”Padahal, kalau tahu putusan dibacakan kemarin, keluarga almarhum ingin datang langsung,” kata Martin.
Keluarga Nofriansyah juga merasa dirugikan karena dengan adanya putusan MA, maka sudah tidak ada lagi upaya hukum lain yang bisa dilakukan keluarga untuk memperoleh keadilan. Sebab, menurut Martin, jaksa yang selama ini menjadi salah satu pihak yang mewakili kepentingan keluarga Nofriansyah, tidak bisa lagi mengajukan upaya hukum lainnya.
Sebaliknya, lanjut Martin, keluarga Sambo, Putri, Ricky dan Kuat, masih memiliki kesempatan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) dengan mengajukan bukti baru. Itu berarti mereka masih memiliki kesempatan agar hukumannya diperingan. Bahkan, jika KUHP baru sudah disahkan, Sambo dapat mengajukan keringanan hukuman menjadi 20 tahun penjara setelah menjalani masa hukuman minimal 15 tahun.
”Ini menjadi contoh proses hukum yang tidak baik,” ujar Martin.
Sesuai tuntutan jaksa
Kepala Pusat Penerangan Hukum dalam jumpa pers, Rabu (9/8/2023), mengatakan, Kejagung belum menerima salinan lengkap putusan kasasi MA terhadap empat terdakwa kasus pembununan berencana Nofriansyah. Meski begitu, Kejagung menghormati dan menghargai putusan MA tersebut.
Ketut menegaskan bahwa seluruh pertimbangan dan tuntutan dari jaksa penuntut umum sudah diakomodasi dalam putusan MA. Putusan pidana penjara seumur hidup untuk Sambo, misalnya, sama dengan tuntutan jaksa. Demikian pula Ricky Rizal dihukum 8 tahun penjara sesuai dengan tuntutan jaksa.
Hanya putusan MA terhadap Putri dan Kuat yang tidak sama dengan tuntutan jaksa. Semula jaksa menuntut keduanya masing-masing dengan pidana 8 tahun penjara, sedangkan MA memutus 10 tahun penjara.
”Artinya, yang menjadi keinginan teman-teman penuntut umum dan segala pertimbangan hukumnya sudah diakomodir dengan baik,” ujar Ketut.
Terkait dengan upaya hukum lanjutan berupa peninjauan kembali, kata Ketut, hal itu sudah tidak bisa dilakukan. Sebab, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023 telah menggugurkan kewenangan jaksa penuntut umum dalam mengajukan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Sementara, upaya hukum luar biasa tersebut hanya dapat dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnya.
”Kami tinggal menunggu nanti setelah dilakukan eksekusi dan status keempat terdakwa menjadi terpidana, maka yang bersangkutan mendapat kewenangan untuk mengajukan PK yang diatur secara hukum atau konstitusi,” kata Ketut.
Sampai saat ini, Kejagung masih menunggu salinan lengkap putusan MA sebagai syarat untuk mengeksekusi putusan kasasi tersebut. Selain itu, Kejagung juga belum mendapatkan informasi perihal lembaga pemasyarakatan yang akan menjadi tempat para terpidana itu menjalani hukuman.
Terkait dengan kemungkinan kejaksaan untuk melakukan eksaminasi, menurut Ketut, hal itu belum direncanakan. Sebab, pihaknya harus mempelajari terlebih dahulu putusan dan pertimbangan putusannya.
Sementara itu, kuasa hukum Sambo dan Putri, Arman Hanis, mengaku belum bisa memberikan komentar terkait materi perkara karena masih perlu mempelajari terlebih dahulu pertimbangan putusan majelis hakim. Saat ini tim kuasa hukum masih menunggu salinan putusan tersebut.