Presiden: ASEAN Harus Jadi Jangkar Perdamaian Dunia
Presiden Jokowi meyakini masyarakat ASEAN mampu menjadi episentrum harmoni sekaligus katalisator perdamaian dunia.
Oleh
HIDAYAT SALAM, MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa jumlah kekerasan fisik atas nama agama dan kepercayaan semakin meningkat. Untuk itu, negara-negara di ASEAN harus menjadi teladan toleransi dan persatuan. ASEAN juga diharapkan mampu menjadi jangkar perdamaian dunia.
”Saya yakin masyarakat ASEAN justru memiliki semangat keagamaan yang semakin meningkat. Indonesia, misalnya, adalah negara yang masyarakatnya paling percaya Tuhan dan angkanya tertinggi di dunia,” ujar Presiden Jokowi ketika meresmikan Pembukaan ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC) 2023 di Jakarta, Senin (7/8/2023).
Sejumlah tokoh hadir dalam acara pembukaan ASEAN IIDC 2023, seperti Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Hadir pula Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim; Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Harsono; Mustasyar PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri; dan para duta besar negara sahabat.
Presiden RI Joko Widodo berpidato saat meresmikan Pembukaan ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference 2023 di Jakarta, Senin (7/8/2023).
Presiden Jokowi menambahkan bahwa kondisi dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Menurut Global Peace Index 2023, konflik global semakin marak. Pada tahun 2008 terdapat 58 negara yang terlibat dalam konflik dan saat ini menjadi 91 negara.
Angka kematian akibat konflik global pun meningkat 96 persen menjadi 238.000 jiwa. Dampak kerugian ekonomi naik 17 persen menjadi 17,5 triliun dollar Amerika Serikat atau setara dengan 13 persen dari GDP atau produk domestik bruto.
Di sisi lain, di bidang keagamaan masyarakat dunia mulai semakin tidak religius. Survei dari IPSOS Global Religion 2023 terhadap 19.731 orang di 26 negara di dunia menunjukkan, 29 persen menyatakan bahwa mereka agnostik dan ateis.
Saya yakin masyarakat ASEAN mampu menjadi katalisator perdamaian dunia, mampu menjadi caring and sharing community. Tidak hanya menjadi epicentrum of growth, tetapi juga menjadi epicentrum of harmony yang menjaga stabilitas kawasan dan perdamaian dunia.
Menurut Presiden, hasil penelitian dari Pew Research Center menyebutkan bahwa 96 persen responden di Indonesia meyakini bahwa moral yang baik ditentukan kepercayaan pada Tuhan. Negara-negara ASEAN dinilai telah berhasil mempertahankan tradisi toleransi yang kuat di tengah keberagaman budaya dan agama.
Indonesia membuktikan mampu terus menjaga kerukunan dan mengelola keragaman etnisitas, suku, budaya, agama, dan kepercayaan. ”Saya yakin masyarakat ASEAN mampu menjadi katalisator perdamaian dunia, mampu menjadi caring and sharing community. Tidak hanya menjadi epicentrum of growth, tetapi juga menjadi epicentrum of harmony yang menjaga stabilitas kawasan dan perdamaian dunia,” tambah Presiden.
Presiden juga menyambut hangat peran konstruktif para pemimpin agama dan budaya di ASEAN melalui prakarsa strategis pengurus besar Nahdlatul Ulama bersama Kementerian Luar Negeri. Presiden berharap konferensi ASEAN dialog antarbudaya dan antaragama tahun 2023 bisa menghadirkan saling pengertian yang semakin meluas.
Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn menambahkan pentingnya dialog antarbudaya dan antaragama untuk mewujudkan kestabilan dan harmonis sosial. Sebab, lewat dialog bermakna yang teratur dan berkelanjutan dari berbagai pemangku kepentingan dan komunitas sosial, upaya menciptakan kehidupan toleransi, damai, harmonis, serta masyarakat yang inklusif semakin mudah terwujud.
”Bersama-sama, maka konferensi ini dapat menjadi dialog yang sangat penting untuk mempromosikan nilai saling pengertian dan nilai-nilai moderasi,” ujarnya.
Hourn berpandangan, konflik dan polarisasi yang kian berkembang karena diakibatkan runtuhnya budaya dan nilai-nilai satu sama lain yang berasal dari kecurigaan dan kesalahpahaman. Kondisi perang global, munculnya pesimisme budaya, dan meningkatnya intoleransi serta ekstremisme telah menurunkan dukungan pada perdamaian dan keberlanjutan sosial.
Hourn menyakini, Indonesia telah memainkan peran penting dan aktif dalam mempromosikan sentralitas dalam persatuan di tengah dinamika sosial-politik yang tengah terjadi. Oleh karena itu, forum ASEAN IIDC 2023 diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap kepercayaan masyarakat luas terutama pada komunitas ASEAN.
Menurut Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, dibutuhkan konsolidasi dari para pemimpin agama dan pemangku kepentingan agar agama dapat bermakna dalam memperjuangkan peradaban bersama bagi manusia. Dengan demikian, kehidupan antaragama bisa hidup berdampingan dengan damai.
Yahya menyampaikan, kawasan ASEAN dan Indo-pasifik mempunyai karakteristik masyarakat yang sama. Mereka memiliki bagian dari suatu warisan budaya bersama dengan ciri utama, yakni nilai-nilai toleransi dan harmoni. Karena itu, lanjut Gus Yahya, forum ini mengajak para pemimpin agama secara keseluruhan mengekspresikan diri untuk mengupayakan agar nilai-nilai agama dapat ikut berkontribusi dalam pergulatan ekonomi dan politik.
”Kami menyelenggarakan konferensi ini sebagai semacam inisiasi untuk memulai suatu konsolidasi dari konstituensi peradaban yang besar yang dapat mendorong tumbuhnya harmoni, toleransi, dan perdamaian. Semoga bisa menginspirasi dinamika internasional secara keseluruhan,” katanya.
Terdapat sejumlah pembahasan dalam ASEAN IIDC 2023. Topik bahasan dalam konferensi akan dibagi ke dalam tiga diskusi panel. Diskusi pertama mengangkat topik menemukan dan menghidupkan kembali, prinsip persatuan dalam keragaman di ASEAN dan di seluruh kawasan Indo-Pasifik.
Pada sesi kedua, diskusi membahas topik terkait membangun konsensus masyarakat tentang nilai-nilai moral dan spiritual bersama melalui pendidikan agama, budaya, dan karakter untuk mendorong keharmonisan sosial, perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan lingkungan di kawasan ASEAN. Pada sesi terakhir, diskusi akan membahas terkait ”Gerakan untuk Nilai-nilai Peradaban Bersama”, yakni melestarikan dan memperkuat tatanan internasional berbasis aturan yang dibangun di atas etika universal dan nilai-nilai kemanusiaan.
Tokoh-tokoh yang menjadi narasumber, seperti Direktur Inisiatif Strategis Center for Shares Civilizational Values and Distinguished Research Scholar in Politics University of Dallas, Texas, Dr Timothy S Shah; Ketua Sangha Theravada Indonesia Bhante Sri Pannavaro; Peneliti Senior di Associate Initiative for the Study of Asian Catholics Teresita Cruz del Rosario; dan dosen senior Monash University Australia, Prof Hosen Nadirsyah; dan Profesor Sosiologi National University of Singapore, Dr Syed Farid al-Attas.