Wapres Amin: Gerakan Radikal Terorisme Berpotensi Tumbuh Subur Jelang Pemilu
Wapres Amin mengingatkan bahwa gerakan radikal terorisme berpotensi tumbuh subur menjelang pemilu. Media sosial mesti diawasi dan dijaga agar tidak menjadi tempat subur narasi-narasi intoleran dan ujaran kebencian.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gerakan radikal terorisme berpotensi tumbuh subur menjelang pemilihan umum. Terkait dengan hal tersebut, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan agar terus memonitor dan mengawasi media sosial, terutama menjelang Pemilihan Umum 2024. Segala bentuk risiko mesti dipahami agar tidak dimanfaatkan kaum intoleran untuk memengaruhi dan memecah belah umat. Sejauh ini, kondisi dalam negeri diyakini aman dan tidak ada indikasi gerakan radikal terorisme sehingga masyarakat dapat mempersiapkan pemilu dengan aman dan nyaman.
”Cegah penyalahgunaan media sosial agar tidak menjadi tempat yang subur bagi narasi-narasi intoleran dan ujaran kebencian,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pada acara Puncak Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-13 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Djakarta Theatre, Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Cegah penyalahgunaan media sosial agar tidak menjadi tempat yang subur bagi narasi-narasi intoleran dan ujaran kebencian.
Pada kesempatan tersebut Wapres Amin menuturkan, berbagai upaya pencegahan aksi terorisme telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan tren positif, yakni angka serangan teror menurun signifikan sejak tahun 2019. Selain itu, laporan Global Terrorism Index (GTI) 2022 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-24 dari daftar negara paling terdampak terorisme atau masuk kategori terdampak sedang.
Di balik capaian yang ada, Wapres Amin berpesan agar semua pihak jangan lengah. Apalagi, organisasi teror akan selalu mencari jalan untuk menyebarkan paham-paham mereka, terutama kepada kelompok rentan, yakni perempuan, pemuda, dan anak-anak.
”Kita perlu terus mencermati dan mewaspadai kondisi di lapangan, seperti adanya indikasi peningkatan kategori di kalangan siswa atau generasi muda. Pertama, dari toleran menjadi intoleran pasif, kemudian intoleran pasif menjadi aktif, dan dari intoleran aktif menjadi terpapar,” ujar Wapres Amin.
Menurut Wapres Amin, kondisi seperti ini berbahaya apabila tidak segera ada tindakan tepat dan terukur. Terpaparnya remaja dan anak akan mengakibatkan hilangnya potensi generasi emas bangsa ini pada tahun 2045 mendatang.
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Rycko Amelza Dahniel dalam laporannya menuturkan, kasus serangan teror di Indonesia dari tahun 2016-2023 terus turun hingga 89 persen. ”Posisi Indonesia dalam GTI juga semakin baik dalam kategori medium impacted. Faktor utamanya adalah semakin gencar dan masifnya penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri yang didukung oleh TNI,” katanya.
Namun, Rycko menuturkan, semua ini adalah kondisi yang muncul di atas permukaan. Semua pihak diminta tidak boleh cepat berpuas diri dan apalagi menjadi lengah. Semua pihak mesti tetap waspada dengan berbagai dinamika gerakan yang muncul di bawah permukaan dari sel-sel jaringan teror yang mulai menyusup ke sendi-sendi kehidupan warga.
”Kelompok ini mulai mengubah pendekatannya dari hard menjadi soft approach, dari strategi bullet menjadi ballot strategy. Sel-sel terorisme di permukaan menggunakan jubah keagamaan, sementara di bawah permukaan melakukan gerakan ideologi dalam ruang yang gelap secara sistematis, masif, dan terencana,” kata Rycko.
Kelompok ini mulai mengubah pendekatannya dari ’hard’ menjadi ’soft approach’, dari strategi ’bullet’ menjadi ’ballot strategy’. Sel-sel terorisme di permukaan menggunakan jubah keagamaan, sementara di bawah permukaan melakukan gerakan ideologi dalam ruang yang gelap secara sistematis, masif, dan terencana.
Menurut Rycko, kelompok tersebut juga terus melakukan konsolidasi, perekrutan, dan penggalangan dana dengan berbagai cara. Hasil penelitian I-KHub Outlook BNPT 2023 menunjukkan kelompok rentan, yakni remaja, anak-anak, dan perempuan, menjadi sasaran utama radikalisasi.
”Meskipun peningkatannya hanya 1 digit, tren ideologi kekerasan di kalangan para siswa ini terus meningkat di kalangan generasi penerus bangsa. Ini tantangan kita. Pemahaman wawasan kebangsaan, sejarah perjuangan kemerdekaan, dan budi pekerti menjadi penting dalam proses pembelajaran di semua jenjang pendidikan,” kata Rycko.
Lebih pada pencegahan
Di sesi keterangan pers seusai acara, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Polisi) Listyo Sigit Prabowo menuturkan, terkait perkembangan teroris, khususnya di tahun pemilu, Polri—dalam hal ini Detasemen Khusus 88—lebih fokus pada langkah-langkah yang sifatnya pencegahan dan mengamankan. Langkah serupa dilakukan saat menghadapi beberapa kegiatan internasional, antara lain Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 dan KTT ASEAN.
”Tentunya, menghadapi tahun pemilu, strategi tersebut terus kita lanjutkan karena kita juga memahami bahwa ada potensi yang digunakan oleh kelompok-kelompok yang terafiliasi dengan kelompok teror untuk menumpang. (Hal ini) terkait dengan potensi-potensi yang mereka bisa ikut, khususnya pada saat terjadi perbedaan pendapat, konflik, apalagi terus kemudian menggunakan isu-isu SARA,” ujar Listyo.
Tentunya, menghadapi tahun pemilu, strategi tersebut terus kita lanjutkan karena kita juga memahami bahwa ada potensi yang digunakan oleh kelompok-kelompok yang terafiliasi dengan kelompok teror untuk menumpang.
Pendekatan lunak terhadap mantan napi teroris terus dilakukan melalui pembinaan. Polri bekerja sama dengan BNPT, Kementerian Agama, dan tokoh-tokoh agama terus melakukan langkah-langkah moderasi beragama.
”Karena itu, paham-paham tersebut bisa kita cegah. Dan, tentunya, terhadap yang potensial dan mengarah pada aksi-aksi yang tentunya akan berdampak membahayakan (atau) mengganggu jalannya proses pemilu, ya, kita melakukan penangkapan,” ujar Listyo.
Selain itu, Listyo menuturkan, Polri bersama TNI juga terus waspada. Kewaspadaan dimaksud, khususnya, di wilayah-wilayah yang memang menjadi basis dari kelompok-kelompok terafiliasi kelompok teror.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan, TNI akan selalu bersinergi dengan BNPT dan Polri dalam menanggulangi atau mengantisipasi bahaya radikalisme, baik dengan pendekatan keras maupun lunak. ”Baik dengan hard approach maupun soft approach, TNI selalu mendukung, tentunya untuk keamanan kita bersama,” ujar Yudo.