Pernyataan politisi PDI-P, Budiman Sudjatmiko, seusai bertemu bakal capres Gerindra, Prabowo Subianto, terindikasi melanggar sikap PDI-P. Aktivis HAM juga menyoroti pernyataan Budiman.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan akan segera memanggil Budiman Sudjatmiko untuk meminta klarifikasi atas pertemuan dan pernyataan dukungannya terhadap Prabowo Subianto, bakal calon presiden sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, sebagai pemimpin Indonesia ke depan. Pernyataan dukungan tersebut terindikasi melawan kebijakan partai yang telah memutuskan untuk mengusung Ganjar Pranowo, kader PDI-P yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, sebagai bakal calon presiden 2024.
Selain partai, aktivis hak asasi manusia juga menyesalkan dukungan yang disampaikan Budiman sebagai mantan aktivis reformasi 1998. Pernyataan tersebut dinilai tidak empatik terhadap keluarga korban penghilangan paksa 1997/1998 yang belum mendapatkan keadilan hingga saat ini. Sebab, Prabowo merupakan aktor yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Ketua Bidang Kehormatan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Komarudin Watubun mengatakan, pihaknya akan segera memanggil Budiman Sudjatmiko untuk meminta klarifikasi. Klarifikasi dimaksud terkait dengan pertemuan politisi PDI-P itu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara IV, Jakarta, Selasa (18/7/2023) malam. Setelah pertemuan, Budiman juga membuat pernyataan yang terindikasi memberikan dukungan terhadap Prabowo yang juga merupakan bakal calon presiden (capres) 2024 dari Gerindra.
”Pernyataan itu melawan keputusan partai. Jelas pada 21 April lalu Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sebagai pemegang kedaulatan partai telah menetapkan Ganjar Pranowo sebagai capres PDI-P. Itu semakin tegas diberitahukan kepada dunia melalui acara di Gelora Bung Karno, 24 Juni lalu. Oleh karena itu, DPP pasti akan memanggil Budiman untuk meminta klarifikasi,” kata Komarudin saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (19/7/2023).
Komarudin menambahkan, Budiman tidak bisa berkilah dengan menyatakan bahwa pernyataan itu disampaikan atas nama pribadi. Sebagai pemegang kartu tanda anggota PDI-P, dia semestinya memahami cara berorganisasi dan konsekuensi untuk mematuhi keputusan partai.
”Kalau mau bebas-bebas saja, silakan keluar dari partai,” ujar Komarudin. Ia menegaskan, mekanisme etik pada setiap indikasi pelanggaran berlaku pada semua kader. Pekan lalu, DPP PDI-P juga meminta klarifikasi dari politisi senior PDI-P, Effendi Simbolon, terkait indikasi dukungan terhadap Prabowo yang disampaikan dalam rapat kerja nasional perkumpulan warga Batak bermarga Simbolon atau Punguan Simbolon Dohot Boruna Se-Indonesia (PSBI).
Tak hanya itu, Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah, Gibran Rakabuming Raka juga pernah dipanggil oleh DPP PDI-P setelah menemui Prabowo saat melakukan kunjungan kerja di Surakarta, akhir Mei lalu. Dalam pertemuan itu, ada sejumlah sukarelawan pendukung Presiden Joko Widodo yang menyampaikan dukungan terhadap Prabowo untuk maju di Pilpres 2024.
Selain terindikasi melanggar ketentuan partai, dukungan yang disampaikan Budiman juga mendapatkan sorotan dari aktivis hak asasi manusia (HAM). Anggota Staf Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jane Rosalina Rumpia, mengatakan, Kontras menyesalkan kunjungan Budiman ke kediaman Prabowo. Hal itu dinilai tidak empatik terhadap keluarga korban penghilangan paksa 1997/1998 yang hingga kini masih menanti keadilan, baik untuk status keluarga mereka yang dihilangkan maupun kasus hukum yang belum dituntaskan. Apalagi, Budiman merupakan aktivis pro-demokrasi kala itu.
”Berdasarkan penyelidikan hukum yang dilakukan Komnas HAM, nama Ketua Umum Partai Gerindra itu tercatat dalam beberapa kasus pelanggaran HAM berat. Salah satunya penculikan aktivis pada 1997-1998,” kata Jane.
Komnas HAM membuktikan keterlibatan Prabowo dalam penculikan itu melalui dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Dewan mencatat, Prabowo yang saat itu menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus terbukti memerintahkan penculikan terhadap 23 aktivis. Sebanyak sembilan orang di antaranya selamat dan dibebaskan. Sementara itu, 13 orang lainnya tidak diketahui keberadaannya, satu orang ditemukan tewas. Meski sudah ada sejumlah upaya yang dilakukan, hingga saat ini belum ada keadilan bagi keluarga korban.
Jane menambahkan, pihaknya juga menyesalkan pernyataan Budiman bahwa Indonesia layak dipimpin Prabowo sebagai salah satu tokoh terbaik bangsa. Hal itu dinilai bakal memperburuk situasi karena memberikan privilese politik kepada orang yang pernah melakukan pelanggaran HAM. ”Apabila kondisi ini terus dilanggengkan oleh negara, tentu lagi-lagi negara kembali mempertontonkan kekebalan hukum atau impunitas bagi pelanggar HAM di Indonesia,” ucapnya.
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Andre Rosiade, mengatakan, pertemuan antara Prabowo dan Budiman merupakan silaturahmi untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak ada intensi Prabowo untuk menghapus citra masa lalu meski belakangan sejumlah pihak mulai membahas lagi ihwal keterlibatannya dalam pelanggaran HAM berat 1998. Bahkan, Partai Gerindra merupakan tempat bernaung sejumlah aktivis sekaligus korban penculikan 1998, yakni almarhum Desmond J Mahesa, almarhum Haryanto Taslam, dan Pius Lustrilanang.
Ia menambahkan, saat bertemu, baik Prabowo maupun Budiman pun sama-sama menyadari hal tersebut. Bahkan, mereka menyampaikan bahwa dulu pernah berada di kubu yang berbeda imbas dari keadaan dan sistem pemerintahan saat itu. ”Kita kenang masa lalu dan kita tatap masa depan untuk kebaikan bangsa,” ujar Andre.
Pertemuan antara Prabowo dan Budiman berlangsung selama sekitar dua jam di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara IV, Jakarta, Selasa malam. Seusai pertemuan, Budiman mengatakan, bangsa Indonesia membutuhkan persatuan kaum nasionalis dan dirinya bersedia mewakafkan diri untuk menjadi penghubung persatuan tersebut. Kader PDI-P itu menambahkan, di tengah turbulensi akibat krisis global, dibutuhkan gabungan pemikiran dari politisi berlatar belakang intelijen dan aktivis untuk membicarakan hal-hal strategis secara komprehensif.
Meski pernah berhadapan di masa lalu, kata Budiman, dirinya dan Prabowo memiliki kesamaan cita-cita bagi bangsa. Di tengah krisis akibat perang, Indonesia ibarat kapal besar yang harus dikayuh oleh pemimpin yang memahami strategi, geopolitik, dan sejarah. ”Saya berharap Pak Prabowo sehat, teruskan tugas, tunaikan tugas, dan saya ingin orang Indonesia layak untuk mendapatkan orang terbaik, salah satunya Pak Prabowo,” kata Budiman.
Prabowo mengakui, dirinya dan Budiman memang pernah berhadapan. Namun, keduanya memiliki cita-cita yang sama, yakni memperjuangkan kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran bangsa.
”Bahwa keadaan dan situasi membuat waktu itu kami berhadapan, bukan karena kami ingin berhadapan, situasi membuat begitu. Tetapi, alhamdulillah, dengan waktu, kami dulu juga pernah jumpa, sebelum Mas Budiman berangkat ke Inggris, kami jumpa lagi setelah beberapa tahun, dan tetap kami bicaranya kepentingan bangsa,” ujar Prabowo.
Pembetulan:
Pada artikel ini sebelumnya tertulis, "Apalagi, Budiman merupakan aktivis dan salah satu korban penghilangan paksa itu". Bagian itu seharusnya tertulis, "Apalagi, Budiman merupakan aktivis pro-demokrasi kala itu". Begitu pula yang awalnya tertulis, "Sebanyak sembilan orang di antaranya selamat dan dibebaskan, salah satunya Budiman". Seharusnya tertulis, "Sebanyak sembilan orang di antaranya selamat dan dibebaskan". Demikian kesalahan ini kami perbaiki. Terima kasih. Redaksi.