PDI-P Minta Penunjukan Budi Arie Tak Dikaitkan Pilpres 2024
Dukungan dari Projo, kelompok sukarelawan Jokowi yang dipimpin Menkominfo baru, Budi Arie, untuk Pilpres 2024, diyakini belum final. Projo Jawa Barat mendukung bakal capres PDI-P, Ganjar Pranowo.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tak keberatan dengan keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Budi Arie Setiadi sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu meminta agar pelantikan Ketua Umum Pro Jokowi, kelompok sukarelawan pendukung Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019 tersebut, tak dikaitkan dengan Pilpres 2024.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto saat ditemui di sela-sela pelatihan juru kampanye pemenangan Ganjar di Inews Tower, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (17/7/2023) malam, mengatakan, siapa pun tokoh yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi untuk duduk di Kabinet Indonesia Maju merupakan bagian dari hak prerogatif Presiden. PDI-P pun menghormati keputusan Jokowi tersebut.
”Semua tentu saja untuk mengefektifkan kerja dari Kabinet Indonesia Maju agar legacy dari Presiden Jokowi dapat ditambah dan betul-betul mewujudkan suatu landasan kemajuan yang luar biasa bagi Indonesia,” ujar Hasto.
Ia menyebut, sebagai partai utama pendukung pemerintahan Jokowi, PDI-P telah diajak berkomunikasi terkait keputusan nama-nama yang akan dilantik menjadi menteri, wakil menteri, dan Dewan Pertimbangan Presiden. ”Semua dikomunikasikan dengan baik,” katanya.
PDI-P, kata Hasto, tak mempersoalkan sukarelawan pendukung Jokowi yang dipercaya menjadi menteri karena sukarelawan juga menjadi bagian dari rakyat, apalagi kelompok sukarelawan tersebut telah berjuang dalam pemenangan Presiden Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019.
”Sukarelawan, kan, juga rakyat Indonesia. Apalagi juga telah berjuang di dalam pemenangan Presiden Jokowi dan oleh Presiden dinilai memiliki suatu kecakapan sebagai menteri, ya tentu saja PDI-P menghormati keputusan dari Presiden,” kata Hasto.
Penunjukan Budi Arie, kata Hasto, juga tidak bisa serta-merta menjadi sinyal bahwa Presiden mendukung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam kontestasi Pilpres 2024. Sebab, Projo Jawa Barat justru memberikan dukungan kepada bakal capres dari PDI-P, Ganjar Pranowo.
”Dukung-mendukung, kan, biasa. Dukungan ini, kan, belum final, apalagi nanti ujung-ujungnya, kan, kepada siapa yang dicoblos. Itu, kan, masih 14 Februari 2024,” kata Hasto.
Sebelumnya diberitakan, Projo semakin menunjukkan sinyal dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden pada Pilpres 2024. Sinyal dukungan tersebut terlihat dari pengakuan sukarelawan yang menyebut ada kesamaan pandangan tentang Indonesia ke depan antara sukarelawan dan Prabowo.
Hasto berharap, pelantikan Budi tidak dikaitkan dengan persoalan pemilu. PDI-P justru melihat, pelantikan Menkominfo yang baru ini dapat mempercepat pembangunan infrastruktur serta sistem telekomunikasi nasional agar makin berdaya saing dengan negara lain. ”Kami mendorong menteri yang baru dapat menjaga marwah dari menkominfo agar tidak lagi disalahgunakan,” ujarnya.
Pada Senin (17/7/2023), Presiden melantik menteri dan wakil menteri baru. Selain Budi Arie, Presiden juga melantik Nezar Patria sebagai Wakil Menkominfo; Paiman Raharjo sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Pahala Mansury sebagai Wakil Menteri Luar Negeri; Rosan Perkasa Roeslani sebagai Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan Saiful Rahmat Dasuki sebagai Wakil Menteri Agama. Tak hanya itu, Presiden melantik pula Djan Faridz dan Gandi Sulistiyanto Soeherman sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Bendahara Umum Projo Panel Barus. yang dihubungi dari Jakarta, mengatakan, sudah mendapatkan kabar penunjukan Budi Arie sebagai Menkominfo pekan lalu. Saat itu, Budi Arie dipanggil ke Istana Negara oleh Presiden dan ditanya tentang kesiapan serta diberi sejumlah arahan dan prioritas kerja sebagai Menkominfo. Meski pertemuan tersebut disampaikan ke para pengurus Projo, Panel tidak mengetahui arahan dan prioritas yang dimaksud.
Kendati demikian, Projo mengapresiasi keputusan Jokowi. Sebab, ini merupakan pertama kalinya ada presiden yang mengangkat menteri dari perwakilan kelompok sukarelawan.
”Ini bentuk kepercayaan besar dari Pak Jokowi terhadap sukarelawan secara umum, masuknya Budi Arie ke Kementerian Kominfo bukan semata-mata penghargaan Pak Jokowi untuk Projo, melainkan sukarelawan secara umum karena Pak Jokowi melihat parpol itu penting, tetapi faktanya kelompok sukarelawan juga cukup penting,” ujar Panel.
Ia menambahkan, kekuatan sukarelawan kini tidak bisa disepelekan. Tidak hanya dalam pemenangan pilpres, tetapi juga kapasitas memimpin lembaga negara. Sebab, kelompok sukarelawan juga diisi oleh berbagai ahli di berbagai bidang. Sebagai contoh, selain Budi Arie, Paiman Raharjo, Guru Besar sekaligus Rektor Universitas Prof Dr Moestopo Beragama, Jakarta, yang sebelumnya merupakan Ketua Umum Sedulur Jokowi, juga diangkat sebagai wakil menteri.
Sekretaris Jenderal Projo Handoko menegaskan, pengangkatan Budi Arie sebagai menteri akan menambah semangat kelompoknya untuk mendukung langkah-langkah politis Jokowi, tidak terkecuali mendukung sosok yang menjadi preferensi Jokowi di Pilpres 2024.
Meski hingga saat ini Jokowi belum menyampaikan sosok yang bakal dia dukung, Projo berkomitmen untuk seiring sejalan dengan keputusan Jokowi. ”Kami sangat berterima kasih atas kepercayaan ini. Tentu kawan-kawan juga makin bersemangat untuk tetap berada di garis tegak lurus dengan Presiden Jokowi. Termasuk itu, siapa pun yang didukung Jokowi akan kami dukung,” ujar Handoko.
Pengajar politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno, melihat, perombakan kabinet kali ini tidak terlepas dari politik balas budi Presiden terhadap kelompok sukarelawan yang telah mendukungnya di Pilpres 2014 dan 2019.
Tak hanya itu, Presiden juga terlihat ingin semakin menegaskan kedekatan dengan kelompok sukarelawan yang selama ini menjadi instrumen politiknya. Tidak bisa dimungkiri, sering kali pesan politik Jokowi disampaikan melalui para sukarelawan atau disampaikan dalam agenda yang diadakan kelompok sukarelawan.
”Ini juga untuk meningkatkan daya tawar Jokowi di hadapan parpol, minimal Jokowi punya instrumen politik untuk menyampaikan preferensi politiknya,” kata Adi.
Kendati demikian, Adi mengingatkan, Budi Arie, sebagai sosok sentral sukarelawan yang kini menjadi menteri, harus membuktikan bahwa dirinya bisa diandalkan dan tidak sekadar masuk kabinet karena balas budi Presiden. Di sisi lain, Jokowi juga harus memastikan Ketua Umum Projo dan menteri lainnya tetap fokus bekerja bukan justru cawe-cawe dalam urusan Pilpres 2024. Jika ada menteri yang terindikasi justru lebih memprioritaskan urusan 2024 ketimbang pekerjaan di kabinet, Jokowi harus memberikan peringatan keras karena target pemenuhan Nawacita bisa terancam tidak terlaksana.
”Tidak ada pilihan lagi, Jokowi harus mengultimatum menteri-menterinya agar fokus bekerja menuntaskan semua pekerjaan rumah yang belum tercapai maksimal serta meminta kepada menterinya untuk tidak cawe-cawe urusan pilpres. Fokus kerja dan kerja,” ujar Adi.
Semangat merangkul
Dihubungi secara terpisah, Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Mardiono mengatakan, pelantikan Djan Faridz sebagai anggota Dewan Pertimbangan merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi. Ia mengaku, partainya telah mengusulkan sejumlah kader PPP kepada Jokowi untuk posisi tersebut, tetapi Presiden Jokowi akhirnya lebih memutuskan untuk melantik Djan Faridz yang merupakan ”lawan” politiknya pada Pilpres 2019.
”Ya, itulah politik. Karena politik itu, kan, kami berjuang dengan visi-misi. Jadi ketika visi-misi sudah sama, ya itu sudah selesai. Jadi tidak ada bercak-bercak yang berkaitan dengan soal pribadi, tidak ada. Pak Djan Faridz juga tentu intelektualitasnya cukup dan sudah mengarungi kehidupan yang malang melintang sehingga cocok di posisi (wantimpres) itu,” kata Mardiono.
Penunjukan Djan Faridz juga tentu sudah melalui pertimbangan yabg matang. Mardiono meyakini, Jokowi memiliki banyak instrumen untuk mengukur kemampuan Djan Faridz. Di samping itu, upaya merangkul Djan Faridz juga menjadi wujud nyata Jokowi ingin merangkul lebih banyak pihak dan mengonsolidasikan kekuatan. Ini melihat tantangan ke depan tidaklah mudah.
”Presiden Jokowi sangat memiliki jiwa negarawan sehingga segalanya tidak ada kepentingan lain, kecuali ditempatkan pada kepentingan negara dan bangsa, serta untuk kepentingan rakyat Indonesia,” ujar Mardiono.