Musim Semi Sukarelawan Politik
Pemilu masih tersisa dua tahun lagi, tetapi sukarelawan politik sudah masif bermunculan. Tak sekadar mendeklarasikan diri, mereka rajin blusukan. Masihkah mereka menjadi kekuatan politik yang signifikan di Pilpres 2024?
> Gerakan sukarelawan politik masih besar signifikansinya untuk mendongkrak elektabilitas capres.
> Kelompok sukarelawan bisa menjadi bagian dari strategi pemenangan capres.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
> Sukarelawan yang ingin menggaet massa harus membuat kampanye dan pendekatan yang terpersonalisasi secara identitas
Selepas tengah hari di sebuah hotel di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (5/12/2022), puluhan warga dengan mengenakan kaos bergambar Anies Baswedan berkumpul. Datang dari berbagai daerah di Jakarta, mereka memenuhi undangan dari Laskar Angkatan Muda Anies Baswedan (Laskar Aman).
Ini menjadi kali pertama para pendukung Anies itu berkumpul. Selama ini, mereka hanya bertegur sapa melalui media sosial atau aplikasi percakapan daring. Momentum perjumpaan menjadi ikhtiar awal untuk lebih menguatkan dukungan pada Anies agar melenggang sebagai calon presiden di Pemilihan Presiden 2024 sekaligus memenangkannya.
"Sanggup memenangkan Anies di 2024?" tanya Ketua Umum Laskar Aman, Ervanus Tou, dari atas panggung. Tanpa menunggu lama, jawaban "Sanggup" disuarakan serempak dan antusias oleh para sukarelawan.
Ervanus mengaku tertarik pada Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 itu, karena memiliki rekam jejak yang baik, cerdas serta eksekutor kebijakan publik yang juga baik. Alasan yang hampir mirip menjadi dasar sukarelawan Anies lain yang tergabung dalam Laskar Aman. Begitu pula yang jadi alasan dibentuk kelompok sukarelawan Anies lainnya, yakni Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (Anies).
Baca juga: Surya Paloh, Anies, dan Sembilan Jam yang Menentukan
Deklarator kelompok tersebut, La Ode Basir, mengatakan, "Anies" menjadi wadah perjuangan bersama masyarakat yang menginginkan Anies menjadi Presiden. Sejak dibentuk 21 Oktober 2021, "Anies" diklaim sudah terbentuk di 34 provinsi, dan memiliki 400 satuan relawan yang tersebar hingga desa/kelurahan. Bagi masyarakat yang ingin membentuk satuan relawan hanya perlu mengumpulkan sejumlah orang sesuai syarat yang diberlakukan oleh koordinator nasional.
“Untuk pembentukan DPW Provinsi bisa mengumpulkan 70 orang saja, kalau kabupaten/kota sebanyak 30 orang, untuk kecamatan 20 orang, dan kelurahan hanya 15 orang saja,” ujarnya.
Strategi utama dari kelompok ini mirip dengan Laskar Aman, yaitu menyebarluaskan informasi mengenai prestasi Anies Baswedan. Untuk menjalankan strategi itu, pendanaan Laskar Aman dan "Anies" mengandalkan sepenuhnya kesukarelaan dari para anggota. Mereka menepis adanya anggaran dari Anies ataupun timnya. Bahkan hingga kini, mereka mengaku belum pernah bertemu dengan figur yang dijagokannya tersebut.
Pendukung Ganjar Pranowo
Tak hanya sukarelawan Anies yang meramaikan panggung politik dalam setahun terakhir, sukarelawan pendukung Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDI-P juga masif bermunculan di berbagai tempat. Ada yang menamakan diri Ganjarist, Sedulur Ganjar, Sahabat Ganjar, dan masih banyak lagi.
Baca juga: Adu Kuat Daya Pikat Puan dan Ganjar Menuju 2024
Salah satu kelompok sukarelawan, Ganjarist, yang merupakan singkatan dari Ganjar Indonesia Satu, telah dibentuk sejak 1 Juni 2021. Sekretaris Jendral Ganjarist Kris Tjantra menjelaskan, pembentukan sukarelawan ini diinisiasi oleh beberapa sukarelawan Jokowi saat Pilpres 2014 dan 2019 yang tengah mendiskusikan siapa sosok yang layak melanjutkan kepemimpinan Jokowi pada 2024. Dari hasil diskusi didapatkanlah nama Ganjar Pranowo, karena dinilai mirip dengan Jokowi.
Kemiripan itu karena Ganjar pun sering blusukan. Selain merakyat, alasan utama lain karena Ganjar dinilai sebagai sosok yang bisa melanjutkan pembangunan yang sudah dilakukan oleh Jokowi. Alasan lainnya karena Ganjar dikenal nasionalis, dan sangat anti dengan radikalisme dan intoleransi.
Kris mengklaim, Ganjarist kini memiliki anggota hingga 20.000 orang, yang tersebar di 400 satuan relawan di berbagai provinsi. Dalam upaya mendongkrak elektabilitas, Ganjarist fokus untuk memperkenalkan sosok Ganjar dengan aktif melakukan pelatihan, bakti sosial, dan kegiatan kemanusiaan lainnya. Terbaru, Ganjarist regional Jakarta, turun ke Cianjur pada Minggu (27/11/2022) untuk memberikan bantuan berupa makanan, popok bayi, dan perlengkapan sehari-hari lainnya bagi para penyintas gempa di sana.
Selain pendekatan melalui kegiatan kemanusiaan, pendekatan berbasis komunitas juga dilakukan. Contohnya, mengumpulkan para pecinta otomotif dalam organisasi Senang Motoran Ganjarist (Semoga).
Kris menyebut, kesukarelaan, militansi dan swadaya adalah tulang punggung keberlangsungan dari Ganjarist. Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh kelompok ini pendanaannya berasal dari anggota yang ada di dalamnya. Hal tersebut juga untuk menyaring anggota yang benar mendukung Ganjar Pranowo atau tidak, sekaligus mengantisipasi masuknya para sukarelawan siluman.
“Kita bantu masyarakat sembari memakai kaos Ganjar, kita membersihkan got sambil memakai Kaos Ganjar, karena kita ingin memperkenalkan nilai-nilai yang dipegang Ganjar yaitu merakyat dan selalu membantu masyarakat bawah,” ucapnya.
Strategi Gerindra
Di luar sukarelawan pendukung Ganjar dan Anies, muncul pula sukarelawan pendukung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, seperti Relawan Prabowo (Repro) serta Badan Relawan Prabowo.
Bahkan melihat potensi kekuatan dari sukarelawan politik ini, Gerindra secara khusus membentuk Sekretariat Bersama Relawan Prabowo Presiden, pertengahan Oktober lalu. Sebagai “komandan” dari sekretariat ini, ditunjuk mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang juga Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Ahmad Riza Patria.
Baca juga: Dukungan Jokowi dan Safari Prabowo Saat Elektabilitas Tergerus
“Sekretariat bersama ini didirikan untuk menghimpun relawan pencinta Prabowo untuk bergerak bersama memenangkan Prabowo presiden 2024,” ujar Ketua Badan Pemenangan Pemilu Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.
Prabowo bersama dengan Ganjar dan Anies elektabilitasnya selalu berada di tiga besar berdasarkan hasil survei soal capres oleh berbagai lembaga.
Survei Litbang Kompas periode Oktober 2022, misalnya, menempatkan Ganjar di posisi teratas (23,2 persen), Prabowo (17,6 persen), dan Anies (16,5 persen). Begitu pula survei Charta Politika pada 4-12 November 2022, Ganjar memperoleh elektabilitas tertinggi, mencapai 32,6 persen, disusul Anies (23,1 persen) dan Prabowo (22,0 persen).
Namun, di luar ketiga nama itu, muncul pula gerakan sukarelawan yang mendukung sejumlah figur potensial capres ataupun cawapres. Ambil contoh, Gerakan Nasional Indonesia Juara (GNIJ) dan Komunitas Sahabat RK yang mendukung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sebagai capres. Ada juga kelompok sukarelawan yang mendukung Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, salah satunya Sobat Erick.
Signifikansi sukarelawan
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Djayadi Hanan melihat, menjamurnya kelompok sukarelawan berkaca pada Pilpres 2014 dan 2019 di mana kelompok sukarelawan pendukung Joko Widodo kala itu, memiliki andil dalam kemenangan Jokowi. Untuk 2024, ia pun melihat gerakan sukarelawan politik masih besar signifikansinya untuk mendongkrak elektabilitas figur potensial capres hingga memenangkannya di pilpres jika figur itu mendapat tiket pencalonan dari partai politik (parpol).
Menurutnya, kelompok sukarelawan dapat membantu menguatkan citra dan keterkenalan figur bakal capres di masyarakat di tengah keterbatasan figur dan timnya atau parpol yang sudah mengusungnya untuk menjangkau seluruh wilayah di Indonesia. Terlebih menjelang pilpres, parpol terutama kadernya yang menjadi calon anggota legislatif (caleg) juga akan sibuk berkontestasi agar terpilih saat pemilihan legislatif.
Selain itu, kehadiran sukarelawan bisa menjadi cara untuk mendesak parpol agar memilih figur tertentu yang memang diinginkan oleh publik. Hal ini krusial agar parpol tidak sembarangan menentukan bakal capres atau cawapres, apalagi yang bertolak belakang dengan keinginan publik.
"Relawan bisa menjadi semacam tekanan dan show of force bagi partai politik, karena jadi representasi suara masyarakat bahwa mereka menginginkan pemimpin yang seperti ini,” jelasnya.
Namun, untuk mengoptimalkan kerja sukarelawan, sokongan pendanaan juga penting. Untuk itu, sangat penting bagi sukarelawan kreatif menjaring sumber-sumber dana, seperti membuat acara-acara pengumpulan dana, atau membuat kegiatan-kegiatan yang minim dana, seperti bakti sosial. Selain itu, tak salah jika sukarelawan menerima pula pendanaan dari figur bakal capres.
"Pendanaan bisa datang dari kandidat karena ini bagian dari strategi pemenangan,” tambahnya.
Hanya saja, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengingatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas sumber hingga penggunaan dana kelompok sukarelawan, juga pengaturan kampanye para sukarelawan. Jika tidak, kompetisi antar calon nantinya bisa berjalan tidak adil.
“Jadi tidak hanya tim kampanye resmi saja yang didaftarkan ke KPU, tapi juga relawan, supaya bisa dipantau pendanaanya. Laporan dana kampanyenya jadi lebih transparan. Dari dua pemilu sebelumnya, akuntabilitas dan transparansi relawan dipertanyakan. Temuan Perludem, terkadang laporan dana kampanye tidak sesuai dengan yang ada di lapangan,” ucapnya.
Baca juga: Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Sederet Opsi Penentu Kemenangan Pilpres
Selain itu, menurut peneliti di Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, Nikki Antonio Saputra, sangat penting bagi sukarelawan memahami karakteristik masyarakat dalam memilih.
Selama ini, ia melihat mayoritas masyarakat menggunakan preferensi keyakinan dan identitas saat menjatuhkan pilihan kepada capres. Identitas di sini tak sebatas soal hal yang melekat pada figur seperti agama dan suku, tapi juga identitas kepribadian, seperti merakyat, ramah, dan tegas, dan identitas pekerjaan.
Untuk itu, sukarelawan yang ingin menggaet massa harus membuat kampanye dan pendekatan yang terpersonalisasi secara identitas, karena lebih efektif ketimbang membuat kampanye sporadis yang menyasar masyarakat secara umum.
"Personalized campaign efektif karena masyarakat merasa memiliki kedekatan personal dengan kandidat yang sedang ditawarkan ke mereka," ucapnya.
Strategi ini juga bisa membantu relawan mendapatkan suara para undecided voters atau massa yang belum menentukan pilihan. Dengan mengidentifikasi keinginan para undecided voters, mereka yang awalnya ragu bisa jadi memilih kandidat yang diperkenalkan.
"Sebenarnya, untuk menggaet masa sebaiknya ke undecided voters, karena identitas yang mereka miliki biasanya karena identitas yang tidak melekat seperti pekerjaan, komunitas, dan lainnya," tambahnya.
Ia mencontohkan, bagaimana tim sukses Jokowi berhasil menggaet para undecided voters pada Pemilu 2019, yang saat itu banyak berasal dari kalangan kerah biru atau pekerja, dengan memperkenalkan program Kartu Prakerja.