Kasus Dana PEN Berlanjut, KPK Geledah Kantor Bupati Muna
KPK menggeledah sejumlah tempat di Muna, Sulawesi Tenggara. Penggeledahan ini terkait kasus dana PEN yang telah menjerat sejumlah orang, termasuk adik Bupati Muna hingga bekas Dirjen Kemendagri.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Kasus dana Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN, yang telah menjerat banyak pihak, masih terus bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah Kantor Bupati Muna dan beberapa tempat lainnya. Kasus ini telah menjerat sejumlah orang, di antaranya dari eks Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur, La Ode M Rusdianto Emba yang juga adik Bupati Muna, hingga bekas Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochammad Ardian Noervianto.
Pada Selasa (11/7/2023) siang, dua tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi sejumlah tempat di Muna, Sulawesi Tenggara. Tim menyasar kantor Bupati Muna hingga rumah seorang kontraktor swasta. Tim ini melakukan pemeriksaan dan penggeledahan di lokasi-lokasi tersebut.
”Informasi yang kami terima bahwa memang ada kegiatan yang dimaksud,” kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, saat dihubungi dari Kendari, Selasa sore.
Ali membenarkan bahwa penggeledahan dan pemeriksaan ini masih dalam rangkaian pengembangan kasus dana PEN yang telah bergulir sejak tahun lalu. Meski demikian, Ali belum menjelaskan detail terkait penggeledahan dan pemeriksaan yang berlangsung di Muna ini.
Dalam kasus dana PEN pada 2022 lalu, KPK menetapkan sejumlah orang menjadi tersangka, mulai dari mantan Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar, hingga bekas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochammad Ardian Noervianto.
Setelahnya, KPK kembali memeriksa sejumlah saksi, termasuk Bupati Muna La Ode M Rusman Emba dan adiknya, La Ode M Rusdianto Emba. Belakangan, Rusdianto, yang merupakan pihak swasta, ditetapkan juga sebagai tersangka bersama Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Muna Sukarman Loke.
Dalam persidangan terhadap Andi Merya pada September 2022, ia bersama Rusdianto diduga memberikan uang dengan jumlah Rp 3,4 miliar kepada Ardian Noervianto, Sukarman Loke, dan La Ode M Syukur Akbar. Rinciannya, Andi Merya memberikan uang kepada Ardian Rp 1,5 miliar, kepada Sukarman Rp 1,7 miliar, dan La Ode Rp 175 juta.
Pemberian uang ini dilakukan terkait permintaan Pemkab Kolaka Timur untuk mendapatkan dana PEN Rp 350 miliar. Sekitar Maret 2021, Andi Merya menyampaikan keinginan untuk mendapatkan dana tambahan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur kepada Rusdianto.
Rusdianto pun menyampaikan keinginan Andi Merya tersebut kepada Sukarman yang memiliki jaringan di pemerintahan pusat. Selanjutnya, Sukarman menyampaikan informasi tersebut kepada Laode, yang juga sedang mengurus pengajuan pinjaman PEN Daerah Kabupaten Muna.
Adapun syarat untuk mendapatkan dana PEN harus ada surat pertimbangan atas usulan pinjaman PEN pemerintah daerah dari Menteri Dalam Negeri yang didahului oleh surat dari Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah. Adapun Laode merupakan teman satu angkatan dengan Ardian di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).
Saya tadi ada acara lain, jadi tidak di kantor. Nanti kami sampaikan kalau sudah ada informasi lengkapnya.
Setelah Ardian, Sukarman, dan Laode menerima uang dari Andi Merya, baru kemudian Ardian menerbitkan dan menandatangani surat yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal perihal Pertimbangan atas Usulan Pinjaman PEN Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Timur Tahun Anggaran 2021.
”Yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Kolaka Timur dipertimbangkan dapat menerima pinjaman paling besar Rp 151.000.000.000 (seratus lima puluh satu miliar rupiah) yang sudah diajukan terdakwa sejak tanggal 14 Juni 2021,” kata jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Andhi Ginanjar (Kompas, Jumat, 16/9/2022).
Atas kasus ini, Andi Merya dan Rusdianto divonis 3,5 tahun penjara. Sementara itu, Ardian telah divonis 6 tahun penjara. Pihak lainnya juga telah divonis dan dihukum penjara.
Dihubungi terpisah, Kepala Bagian Protokoler Pemkab Muna Safarullah membenarkan penggeledahan KPK di kantor Bupati Muna. Meski begitu, ia mengaku tidak mengetahui detail pemeriksaan dan penggeledahan karena berada di kegiatan lain.
”Saya tadi ada acara lain, jadi tidak di kantor. Nanti kami sampaikan kalau sudah ada informasi lengkapnya,” katanya.