Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, para beking tindak pidana perdagangan orang tinggal menunggu waktu saja untuk segera menjalani proses hukum.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan mengejar dan meminta pertanggungjawaban secara hukum kepada setiap pihak yang menjadi beking penempatan pekerja migran secara ilegal dan menyebabkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang atau TPPO. Tindakan tegas akan dilakukan terhadap siapa pun, dari instansi mana pun, baik oknum di tubuh TNI, Kepolisian Negara RI, Imigrasi, pemerintah daerah, maupun Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang ”membantu” dan menerima aliran dana dari praktik TPPO.
Pada Rabu (5/7/2023), Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) akan memeriksa secara intensif salah seorang pejabat yang diduga menerima aliran dana dari sindikat penempatan pekerja migran Indonesia secara ilegal. Tindakan serupa juga akan dilakukan terhadap oknum dari instansi lain.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan, para beking tersebut tinggal menunggu waktu saja untuk segera menjalani proses hukum. ”Saya ingin mengingatkan, siapa pun tidak boleh membekingi kejahatan TPPO. Karena kita tahu dari pengidentifikasian yang dibuat BP2MI. Kemarin Presiden sudah mengatakan, dan Kapolri menegaskan beking bagi penegak hukum adalah konstitusi. Oleh sebab itu, siapa pun yang membekingi TPPO artinya melawan konstitusi. Melawan konstitusi itu melawan hukum negara. Akan ditindak tegas,” kata Mahfud, Selasa (4/7/2023) dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam.
Hadir dalam konferensi pers tersebut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Kepala BP2MI Benny Rhamdani, Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Inspektur Jenderal Asep Edy Suheri, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Djuhandani Rahardjo Puro, dan sejumlah pimpinan di Kemenko Polhukam.
Mahfud menambahkan baking itu bisa saja berasal dari berbagai instansi. ”Kita bicara beking entah itu di kantor pemda, camat, entah TNI, entah Polri, entah Imigrasi, akan sampai pada gilirannya untuk juga ditindak,” kata Mahfud.
Satgas TPPO dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2021 pada 2021 dengan Ketua Pelaksana Harian Satgas adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Namun, pada awal Juni lalu, Satgas TPPO direstrukturisasi dengan menyerahkan kewenangan Ketua Pelaksana Harian Satgas kepada Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. Menko PMK Muhadjir Effendy mengungkapkan, restrukturisasi dilakukan mengingat bobot perkara TPPO adalah penegakan hukum, dari sisi pidananya.
Selamatkan
Setelah bekerja satu bulan (5 Juni hingga 3 Juli), Satgas TPPO menangani sejumlah kasus secara intensif dan telah menetapkan 698 orang sebagai tersangka. Dari hasil operasi tersebut, Satgas berhasil menyelamatkan 1.943 pekerja migran dari praktik TPPO. Polri juga telah menerbitkan 605 laporan polisi untuk sejumlah kejahatan seperti online scammer, perjudian, prostitusi, pekerja migran yang tidak digaji, tidak boleh kembali ke Indonesia, ataupun bekerja tidak sesuai kontrak. Ada pula kasus-kasus penyiksaan, dan lainnya.
Dari jumlah pekerja migran yang diselamatkan (1.943 orang), sebanyak 65,5 persen di antaranya merupakan pekerja migran Indonesia, sedangkan 26,5 persen merupakan pekerja seks komersial, 6,6 persen kasus eksploitasi anak, dan 1,4 persen merupakan pekerja/anak buah kapal. Kasus-kasus terus bertambah seperti perdagangan organ tubuh yang terkuak di wilayah Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Mahfud mengatakan, berdasarkan informasi dari Polri, Satgas saat ini juga menangani kasus perdagangan organ tubuh (ginjal) di mana 14 orang Indonesia masih tertahan di rumah sakit di luar negeri.
”Waktu berangkat dari sini bilang mau bekerja di restoran. (Tapi) tulisannya kontrak jual ginjal,” kata Mahfud.
Muhadjir menyebutkan banyaknya kasus yang terkuak dalam satu bulan terakhir sebenarnya menunjukkan adanya fenomena gunung es dalam kasus TPPO. Mengacu pada jumlah pengaduan yang masuk pada 2022, ada 5000-an kasus. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 3,7 persen atau sebanyak 173 orang yang menjadi mengadu sebagai korban TPPO.
Oknum instansi
Lebih jauh Benny Rhamdani mengungkapkan, pihaknya sudah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri transaksi mencurigakan oknum-oknum yang ada di instansi kementerian/lembaga ataupun lembaga-lembaga berbadan hukum yang dicurigai terkait dengan TPPO. ”Ada pihak-pihak (nama-nama) yang akan kita serahkan ke PPATK, baik perseorangan di BP2MI maupun lembaga-lembaga berbadan hukum. Kita minta tracing,” katanya.
Peran PPATK sangat signifikan sebab, menurut Benny, perputaran uang yang diduga berasal dari sindikat penempatan pekerja migran ilegal sangat besar, mencapai ratusan miliar. Jumlah tersebut belum mencakup transaksi pada lima atau 10 tahun ke belakang.
”Keterlibatan pihak-pihak dari kementerian atau lembaga sudah dari tiga tahun lalu saya katakan. Kenapa mereka menjadi kelompok yang untouchable di negeri ini, karena dibekingi oleh oknum-oknum yang memiliki atributif-atributif kekuasaan,” ujarnya.
Pihaknya sendiri sudah memecat salah satu pegawai BP2MI yang terlibat sindikat tersebut pada delapan bulan lalu. BP2MI juga mendapatkan data dari PPATK ada oknum pejabat BP2MI yang menerima aliran dana dari sindikat TPPO. BP2MI akan memanggil dan memeriksa oknum tersebut secara intensif pada Rabu ini. ”Pasti sanksinya berat, mengarah ke pemecatan. Kita tunggu hasil pemeriksaan,” ujarnya.