Ridwan Kamil, Menjawab Tantangan Menuju Adil dan Sejahtera
Ridwan Kamil ungkap tak semua takdir politik itu matematik. Buktinya, Ma'ruf Amin tak pernah masuk radar survei, kini jadi wapres. Hanya ia tekankan pengalaman kepala daerah tetap penting jadi modal pemimpin nasional.
- Ridwan Kamil, suami dari Atalia Praratya, meyakini, politik bukan hal yang matematik sehingga tidak selalu ditentukan oleh hitung-hitungan angka dalam survei.
- Kamil mengatakan, pemimpin berlatar kepala daerah memahami hal teknis. Jika nanti di level nasional, pengalaman teknis tersebut akan sangat membantu.
- Menurut pandangan Kamil, pemimpin nasional harus mampu berpartisipasi menyelamatkan bumi dengan kebijakan-kebijakan yang ramah lingkungan.
Senyum merekah tampak dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memasuki sebuah kafe yang berada di kompleks Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, pertengahan Juni lalu. Di sela-sela kesibukannya di akhir masa jabatan sebagai gubernur, Kamil atau yang akrab disapa Kang Emil meluangkan waktu untuk berbincang dengan Kompas selama sekitar satu jam.
Dalam kurun waktu sekitar setahun terakhir, nama Kang Emil menjadi sorotan publik karena masuk dalam papan atas survei elektabilitas calon presiden ataupun calon wakil presiden di sejumlah lembaga survei. Dalam survei Litbang Kompas, Mei lalu, elektabilitas Kang Emil dalam survei figur potensial capres mencapai 5,8 persen sekaligus menempati urutan keempat.
Sementara itu, dalam survei figur potensial cawapres, Kang Emil berada di urutan kedua dengan elektabilitas mencapai 9,3 persen. Namanya bahkan selalu berada di urutan tiga besar figur potensial cawapres saat disimulasikan sebagai pendamping dari bakal capres Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, ataupun Anies Rasyid Baswedan.
Namun, hasil survei tidak serta-merta menjadi tiket dalam kontestasi pemilihan presiden (pilpres). Terlebih saat bergabung dengan Golkar, ia telah memahami risikonya, termasuk mematuhi keputusan partai yang mengusung Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto sebagai bakal capres. Kang Emil yang kini menjadi Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Penggalangan Pemilih telah ditugaskan untuk memenangkan Golkar di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.
”Jadi, per hari ini, intinya saya fatsun, taat pada Partai Golkar, apa pun yang diputuskan nanti saya mengikuti. Bahwa realitasnya surveinya lumayan, ya, saya syukuri dengan alhamdulillah,” kata Kang Emil.
Baca juga: Ridwan Kamil Populer di Kalangan Pemilih Perempuan, Sandiaga Uno di Pemilih Laki-laki
Meski demikian, ia mengungkapkan ada sejumlah elite parpol yang berusaha mendekatinya. Namun, ia menegaskan punya dua value (nilai) yang terus dijaga dalam berpolitik, yakni politik tahu diri dan politik akal sehat. Kedua nilai ini menjadi kompas dalam mengambil keputusan politik.
Suami dari Atalia Praratya ini berpandangan, politik bukan hal yang matematik sehingga tidak selalu ditentukan oleh hitung-hitungan angka dalam survei. Ia mencontohkan, enam bulan sebelum Pemilihan Presiden 2019, Wakil Presiden Ma’ruf Amin tidak ada di sejumlah survei. Balihonya pun masih belum bertebaran di daerah-daerah di Indonesia. Namun, oleh takdir, Ma’ruf Amin dipilih mendampingi Joko Widodo sehingga pasangan capres-cawapres itu memenangi kontestasi.
”Artinya apa? Tidak selalu takdir politik itu matematik, takdir politik itu semi-kemungkinan. Jadi, saya di surveinya dipersepsikan alhamdulillah, mungkin karena kerja-kerja saya ya. Tapi bahwa jadi tidaknya, tidak sematematis survei,” tuturnya.
Ketika disinggung tentang prinsip politiknya yang dikenal selalu mengalir, Kang Emil menyinggung teori kepastian.
Ketika disinggung tentang prinsip politiknya yang dikenal selalu mengalir, Kang Emil menyinggung teori kepastian. Saat ini, maju kembali di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat merupakan hal yang paling ada di depan mata. Sebab, dari hasil survei kepuasan publik yang pernah dia dapatkan, 90,6 persen masyarakat Jabar menyatakan puas dengan kinerjanya. Bahkan, ada 70 persen warga Jabar yang menginginkannya maju kembali sebagai calon gubernur Jabar.
Adapun yang tidak diduga, menurut dia, namanya juga muncul di survei calon gubernur DKI Jakarta. Hal ini memantik wacana untuk mengganti arena pilgub yang sebelumnya ada di Jabar beralih ke DKI Jakarta. Namun, Pilkada 2024 masih 17 bulan lagi sehingga keputusan mengenai arena kontestasi akan diputuskan pada Februari 2024.
”Kalau nasional gimana? Ya nasional menunggu takdir aja. Enggak, juga enggak ada masalah. Saya fokus di sini. Kalau ada, kalau itu perintah partai, ya, tentu saya harus taat,” ujarnya.
Baca juga : Berebut Jadi Cawapres
Kang Emil menegaskan, di mana pun diberi kepercayaan untuk menjadi pemimpin, ia akan memberikan yang terbaik. Sama halnya ketika hampir lima tahun menjadi Gubernur Jabar, ia mengeklaim telah meninggalkan banyak warisan. Ada 528 perubahan dalam bentuk 528 penghargaan yang menjadi tolok ukur perbandingan situasi di Jabar sebelum dan sesudah ia menjabat.
Capaian tersebut di antaranya ekonomi terbaik di Pulau Jawa, penanganan tengkes (stunting) terbaik di Pulau Jawa, investasi tertinggi di seluruh Indonesia, kinerja pegawai negeri sipil terbaik se-Indonesia, dan surplus beras hingga 1,3 juta ton per tahun. Selain itu, keamanan di Jabar relatif kondusif, indeks kondusivitas sosial masyarakat di angka 90-an, kebebasan pers menduduki peringkat ke-2 dari sebelumnya di peringkat ke-29, keterbukaan informasi publik peringkat ke-1, serta pelayanan publik terbaik versi Ombudsman.
Namun, dari semua penghargaan tersebut, capaian yang paling dibanggakan adalah berhasil menghilangkan desa miskin, tertinggal, dan sangat tertinggal di Jabar yang jumlahnya dari 1.000 desa menjadi nol dalam waktu empat tahun. ”Bagi saya, itu pencapaian penting sehingga saya deklarasi Jawa Barat sudah tidak ada lagi desa miskin, tertinggal, dan sangat tertinggal,” ucap Kang Emil yang masa jabatannya sebagai Gubernur Jabar akan berakhir pada 5 September mendatang.
Menurut Kang Emil, tantangan terbesar dalam menghilangkan desa miskin, tertinggal, dan sangat tertinggal adalah mengubah pola pikir (mindset) masyarakat desa. Ia berpandangan, ekonomi desa di masa sekarang juga harus mengikuti revolusi digital. Pola pikir itulah yang menjadikan gawai bukan sekadar alat komunikasi, melainkan alat produksi. Gawai tersebut membantu masyarakat desa dalam melakukan pekerjaan sehingga produktivitasnya bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat.
Perubahan pola pikir itu tampak dari banyaknya pesantren ataupun desa yang menjual produknya secara daring. Para pelaku usaha di desa akhirnya memiliki dua pilihan dalam menjual produknya, yakni melalui cara konvensional dan melalui e-dagang (e-commerce). ”Nah, revolusi e-commerce inilah yang menaikkan proses jual beli, transaksi, dan peningkatan ekonomi,” lanjutnya.
Sekalipun ada ratusan warisan yang ditinggalkan, Kang Emil merasa masih banyak pekerjaan yang harus diteruskan. Ibarat estafet, setiap gubernur harus melanjutkan capaian-capaian yang telah diraih pemimpin sebelumnya.
Lihat juga: Hasto Berpantun Sebut Ridwan Kamil Bakal Cawapres Ganjar
Dari hasil survei, ada dua pekerjaan yang perlu dilanjutkan dalam memimpin Jabar, yakni lapangan pekerjaan dan infrastruktur jalan. Lapangan pekerjaan menjadi tantangan bersama untuk diselesaikan, terlebih dalam situasi pascapandemi. Sementara infrastruktur jalan terus, diatasi setelah anggarannya tersedia seusai direalokasi untuk penanganan pandemi Covid-19.
Imajinasi pemimpin nasional
Berbekal pengalaman sebagai Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat, Kang Emil pun memiliki imajinasi jika suatu saat mendapatkan kesempatan berada di kepemimpinan nasional. Menurut dia, seluruh elemen bangsa mesti sepakat bahwa tujuan berbangsa dan bernegara ada dua, yaitu adil dan makmur.
Adil dalam menghadirkan sistem pendidikan yang bisa diakses secara gratis oleh seluruh warga negara, menghadirkan akses sistem kesehatan, serta menghadirkan urusan perkara hukum yang jangan hanya tumpul ke atas atau tajam ke bawah. Adapun dalam urusan kesejahteraan, harus ada peningkatan pendapatan per kapita dari 4.000 dollar AS menjadi 20.000 dollar AS dalam rentang waktu 10 tahun hingga 15 tahun mendatang.
”Dalam rangka mengejar kesejahteraan tersebut, ada tiga disrupsi yang harus direspons, yakni disrupsi kesehatan (pandemi), disrupsi digital, dan disrupsi pemanasan global,” katanya.
Saya punya mimpi, suatu hari rakyat Indonesia tidak perlu lagi datang ke kantor negara untuk semua urusan. Semua urusan harus 100 persen bisa diselesaikan menggunakan digital.
Oleh karena itu, kepemimpinan nasional harus bisa menyelesaikan ketiga tantangan itu agar cita-cita berbangsa dan bernegara bisa terwujud. Pemimpin nasional harus mampu berpartisipasi menyelamatkan bumi dengan kebijakan-kebijakan yang ramah lingkungan. Percepatan energi bersih harus dilakukan serta meningkatkan penggunaan energi terbarukan.
”Saya punya mimpi, suatu hari rakyat Indonesia tidak perlu lagi datang ke kantor negara untuk semua urusan. Semua urusan harus 100 persen bisa diselesaikan menggunakan digital,” ucap Kang Emil yang pengikutnya di Instagram lebih dari 20 juta pengguna.
Baca juga: Ridwan Kamil Jadi Pengerek Suara Golkar
Di sisi penegakan hukum, ia menilai, harus ada reformasi pada aparat penegak hukum, seperti di kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Seluruh pegawai harus memiliki etos kerja yang berintegritas sehingga jangan sampai mereka mencari nafkah di luar yang seharusnya. Tak lupa, partisipasi publik dan restorative justice harus dikedepankan. Kasus narkoba harus dipilah agar tidak semua dipidana, tetapi direhabilitasi.
”Di mana ada keadilan, maka tidak banyak dinamika. Kalau tidak banyak dinamika, maka kesejahteraan bisa fokus, kita berinovasi, tanpa ribut-ribut atau bising,” katanya.
Menurut dia, pemberantasan korupsi di Jabar sudah cukup baik. Pihaknya membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) yang telah menyelesaikan lebih dari 40.000 kasus. Di bidang pencegahan korupsi, Jabar telah menerapkan kurikulum antikorupsi di SMA, SMK, dan SLB sehingga membentuk pola pikir antikorupsi sejak dini.
Menurut Kang Emil, pemimpin berlatar belakang kepala daerah memahami hal teknis karena berpengalaman di kariernya. Jika nanti mereka berada di level nasional, pengalaman teknis tersebut akan sangat membantu dalam memahami cara pengambilan keputusan yang lebih bijak dan solutif. Pemimpin berlatar belakang kepala daerah memiliki pengalaman lebih komprehensif, khususnya dalam melayani masyarakat.
Saat ditanya pandangannya tentang Prabowo, Ganjar, dan Anies yang kini elektabilitasnya tertinggi di bursa capres, Kang Emil menyampaikan bahwa ketiganya punya kualitas kepemimpinan yang sangat baik. Prabowo terpersepsikan tegas, sebuah value pemimpin yang dibutuhkan. Adapun Ganjar terpersepsikan merakyat, sebuah value yang sangat khas disukai oleh Indonesia. Sementara Anies juga terpersepsikan cerdas, sesuatu yang juga memang dibutuhkan.
”Jadi, tinggal rakyat memilih aja, dari tiga value ini, mana yang paling pas untuk lima tahun ke depan. Apakah ketegasan, atau rasa merakyatnya, atau kecerdasannya, saya kira kita serahkan kepada rakyat,” tuturnya.
Baca juga: Momentum Ridwan Kamil
Lalu, bagaimana Kang Emil menilai dirinya sendiri? Ia pun menjawab, ”Saya, insya Allah, ada di tiga-tiganya. Tegas, ada. Cerdas, alhamdulillah. Merakyat, juga begitu adanya.”
Meski demikian, ia bersyukur dalam berbagai survei tingkat kesukaannya relatif tinggi, tetapi tingkat resistensinya cenderung rendah. Hal ini berarti tidak banyak masyarakat yang menjadi haters karena politik jalan tengah yang dipilihnya tidak terlalu banyak menuai kontroversi.
Dalam kontestasi Pilpres 2024, ia berpesan kepada pendukung setiap kandidat agar memperkuat narasi-narasi tentang solusi masalah kebangsaan. Kampanye sebaiknya tidak menggunakan strategi kampanye hitam yang saling menyerang. Sebab, kepemimpinan nasional seharusnya memberikan harapan dan optimisme kepada rakyat. ”Pilihlah mereka yang memberikan solusi,” ucap Kang Emil.