Peningkatan dukungan yang konsisten pada Ridwan Kamil menjadi suatu amunisi politik yang positif. Begitu pula tingkat resistensi publik yang relatif kecil pada dirinya menjadi sisi potensial menggalang dukungan.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Dibandingkan dengan tokoh lain yang menjadi rujukan publik sebagai presiden, Ridwan Kamil punya capaian politik tersendiri. Elektabilitas sosok yang relatif independen dari partai politik itu konsisten meningkat.
Hingga saat ini, ia memang belum sampai berada pada papan atas persaingan politik. Posisinya masih di bawah tiga sosok penguasa dukungan publik: Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Namun, dalam posisi tersebut, tidak berarti langkah politiknya terkunci. Ia potensial mengubah peta persaingan sekaligus menjadi ancaman terbesar bagi ketiga tokoh di atas.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Hasil survei periode terbaru Litbang Kompas menunjukkan, sosok Ridwan Kamil kini dipilih oleh 5,1 persen responden. Sekalipun bersaing ketat, ia menjadi pemimpin barisan tengah persaingan, di atas capaian Tri Rismaharini, Sandiaga Uno, dan Basuki Tjahaja Purnama.
Dibandingkan dengan pesaing lain, Ridwan punya potensi paling besar dalam penguasaan dukungan. Pasalnya, merunut capaian yang selama ini ia toreh, besaran dukungan padanya terbilang paling konsisten.
Semenjak tahun 2020, ia mampu memperluas dukungan politik publik. Masih belum besar memang, tetapi berdasarkan hasil survei, peningkatan dukungan terjadi dari waktu ke waktu.
Kecuali Ganjar Pranowo, tidak tampak tokoh lain yang mampu menciptakan surplus dukungan seperti Ridwan Kamil dapatkan. Prabowo Subianto, misalnya, setelah sekian lama menguasai persaingan politik, kini justru menunjukkan tren menurun. Anies Baswedan pun tidak meningkat, cenderung stagnan.
Terdapat memang tokoh seperti Tri Rismaharini dan Sandiaga Uno yang kini mulai meningkat. Hanya saja semua lonjakan terjadi setelah periode sebelumnya terjadi penurunan.
Selain konsistensi peningkatan dukungan, sisi penolakan masyarakat pada dirinya pun relatif kecil. Hanya di bawah 1 persen responden yang secara terbuka menyatakan ketidaksetujuan jika Ridwan Kamil sebagai presiden.
Membandingkan dengan pesaing terdekat, Sandiaga Uno, Tri Rismaharini, apalagi Basuki Tjahaja Purnama, penolakan terhadap Ridwan Kamil paling kecil. Ia juga masih berjaya jika dibandingkan dengan Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.
Resistensi publik terhadap Ridwan Kamil yang rendah menjadi keunggulan tersendiri. Artinya, ia potensial memasuki segenap lapis masyarakat, tanpa tersekat latar identitasnya. Namun, persoalannya, apakah sisi lebih semacam itu sudah menjadi buah bagi peningkatan dukungan baginya?
Mencermati segenap hasil survei, tampaknya kelebihan yang ia miliki belum menjadi suatu kekuatan yang mendongkrak keterpilihan Ridwan Kamil di mata pemilih. Dengan mencermati segenap lapis identitas pendukungnya selama ini, tidak tampak suatu karakteristik yang khas sekaligus membedakannya dengan para pendukung tokoh politik lainnya.
Paling mencolok dari sisi lapis identitas sosial dan geopolitik pendukungnya. Dari sisi domisili pemilih, misalnya, tidak tersangkalkan jika barisan pemilih terbesar dari Ridwan Kamil berdomisili di Jawa Barat. Hasil survei menunjukkan, sebesar 63,5 persen dari total pendukung Ridwan mengaku berdomisili di Jawa Barat.
Hanya persoalannya, apakah sebagian besar masyarakat Jawa Barat, yang terbukti menjadi wilayah dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia, memilih Ridwan Kamil?
Sampai pada persoalan ini, Ridwan Kamil tampak kurang berdaya. Pasalnya, survei yang sama menunjukkan, ia justru belum menjadi pilihan nomor satu di wilayah yang dipimpinnya.
Hasil survei menunjukkan, dari total responden di Jawa Barat, dukungan terbesar justru tertuju pada Prabowo Subianto (19,3 persen). Sementara, Ridwan Kamil hanya mampu meraih 16,5 persen dukungan. Di belakang Ridwan, Anies Baswedan berhasil menghimpun 11,1 persen dukungan di Jawa Barat.
Penguasaan Ridwan Kamil yang belum optimal di wilayah yang menjadi basis kekuasaannya ini menunjukkan celah kosong yang belum mampu ia kuasai. Menjadi berbeda dengan pesaingnya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang mendapatkan lonjakan dukungan belakangan ini.
Peningkatan dukungan pada Ganjar yang terbilang sangat signifikan itu tidak lepas dari semakin terkonsolidasinya suara pemilih Jawa Tengah pada Ganjar. Saat ini, di Jawa Tengah ia menjadi penguasa suara terbesar dengan dukungan 38,3 persen responden. Baik Prabowo Subianto dan Anies Baswedan tidak mampu menyaingi pendukung Ganjar dan perbedaannya masih terpaut jauh.
Masih rendahnya basis dukungan pemilih pada Ridwan Kamil tampak pula jika dikaitkan dengan identitas sosial lain seperti latar belakang suku bangsa para pemilihnya. Pendukung Ridwan Kamil sejauh ini memang terkosentrasi pada mereka yang bersuku bangsa Sunda. Hasil survei menunjukkan lebih dari separuh (54,1 persen) dari total pendukungnya.
Namun, dukungan yang berhasil ia raih belum menunjukkan jika ia menjadi pemenang dalam komunitas masyarakat Sunda. Lagi-lagi Prabowo Subianto menguasai hingga 19,7 persen responden bersuku Sunda. Ridwan Kamil hingga kini baru menguasai sebesar 16,3 persen. Menyusul kemudian Anies Baswedan (12,8 persen).
Belum optimalnya penguasaan dukungan pada Ridwan Kamil menjadi semakin problematik dalam lingkup geopolitik. Dengan menggabungkan variabel domisili tinggal dan suku bangsa setiap responden, tampak pula jika Ridwan Kamil tidak hanya terkalahkan di Jawa Barat dan pada kalangan bersuku bangsa Sunda saja. Sejauh ini, pada kalangan diaspora Sunda yang tersebar di luar Jawa Barat pun posisi keterpilihan politik Ridwan Kamil masih rendah.
Dengan pemetaan basis dukungan semacam ini, peningkatan dukungan yang konsisten terjadi pada Ridwan Kamil memang menjadi suatu amunisi politik yang positif. Begitu pula tingkat resistensi publik yang relatif kecil pada dirinya menjadi sisi potensial dalam peningkatan dukungan.
Namun, dengan mengandalkan gerak peningkatan dukungan semacam itu tanpa mampu menguasai basis dukungan, maka kemampuannya meraih posisi atas dukungan publik masih serba tanda tanya dan bersifat hipotetikal.
Dalam hal ini, peningkatan dukungan dapat saja terus berlangsung. Namun, sepanjang ia belum mampu mengonsolidasikan para pemilih yang berada pada wilayah kepemimpinannya, tampak sulit menciptakan lonjakan dukungan.
Itulah mengapa menjadi sangat relevan bagi Ridwan Kamil mengonsentrasikan segenap kekuatan politiknya di Jawa Barat dan terhadap kalangan pendukung beridentitas sosial yang sama. Penguasaan dukungan berbasis identitas ini menjadi momentum paling tepat di saat arus peningkatan dukungan tengah berlangsung. Sekalipun untuk itu ia harus berhadapan langsung dengan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. (LITBANG KOMPAS)