Saatnya lobi-lobi politik untuk penentuan cawapres tak hanya untuk meraih kemenangan, tetapi juga menjadikan kemenangan itu lebih berkualitas dan bermanfaat bagi bangsa ke depan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Menjadi calon wakil presiden pada Pemilu 2024. Itulah posisi yang belakangan ini banyak diperebutkan oleh partai politik ataupun sejumlah elite politik.
Posisi cawapres saat ini masih terbuka lebar untuk sejumlah tokoh. Kondisi itu berbeda dengan bakal calon presiden yang didominasi oleh Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Meski dengan tingkat elektabilitas berbeda-beda, ketiga sosok itu menduduki posisi tiga besar kandidat yang dipilih rakyat sebagai capres sejak survei Kompas pada Agustus 2020.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Namun, dari ketiga bakal capres itu, hingga kini belum ada yang tingkat keterpilihannya di atas 50 persen. Hal ini membuat ketiga sosok itu masih membutuhkan dukungan tokoh, termasuk cawapres, partai lain, atau sukarelawan untuk memenangi pemilu.
Bagi parpol, posisi cawapres tak hanya penting untuk memperkuat perolehan suara pada pemilu legislatif atau menambah logistik pemilu, tetapi juga untuk negosiasi dalam penyusunan kabinet dan posisi lain di pemerintahan. Meski dalam konstitusi hanya disebutkan tugas wapres membantu presiden, sejarah menunjukkan, posisi itu bisa membuka berbagai kemungkinan dan peluang politik atau ekonomi.
Oleh sebab itu, tidak aneh jika saat ini sejumlah elite politik dan partai sibuk memperebutkan posisi cawapres. Tak mengagetkan, misalnya, setelah masuk ke Partai Persatuan Pembangunan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno lalu menjadi bakal cawapres dari partai itu. Partai Amanat Nasional menjadikan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir sebagai bakal cawapres dan Partai Kebangkitan Bangsa menugaskan Muhaimin Iskandar menjadi capres atau cawapres. Tidak mengagetkan jika selain minta agar bakal cawapres untuk Anies Baswedan segera diumumkan, Partai Demokrat juga giat menjalin komunikasi dengan partai lain.
Penentuan bakal cawapres sering kali juga memakai pertimbangan yang bersifat praktis politik.
Pengalaman di era Reformasi menunjukkan, posisi cawapres ditentukan pada saat-saat akhir menjelang pendaftaran capres dan cawapres di Komisi Pemilihan Umum. Setelah sejumlah lobi politik, penentuan bakal cawapres ini sering kali juga memakai pertimbangan yang bersifat praktis politik, seperti keutuhan koalisi, tingkat elektabilitas, kecocokan atau kesamaan misi dan visi dengan capres, dan kesiapan logistik.
Berbagai pertimbangan itu dibutuhkan untuk meraih kemenangan pada pemilu dan kelancaran pemerintahan. Namun, untuk menjawab tantangan ke depan, juga dibutuhkan hal lain, seperti relevansi dengan tuntutan zaman, selain integritas dan kapabilitas kandidat.
Waktu yang tersisa hingga dibukanya pendaftaran pasangan capres-cawapres pada Oktober 2023 adalah saat yang penting untuk menentukan kandidat yang akan diusung pada Pemilu 2024. Setelah 25 tahun reformasi, saatnya lobi politik yang dilakukan untuk penentuan cawapres tak hanya untuk meraih kemenangan, tetapi juga menjadikan kemenangan itu lebih berkualitas dan bermanfaat bagi perjalanan bangsa ke depan.