Selain pesawat angkut Super Hercules, dua unit kapal pemburu ranjau bakal segera memperkuat postur alutsista TNI.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pesawat C-130 J Super Hercules kedua dari lima yang dipesan Indonesia menurut rencana, bakal tiba di Tanah Air pada Rabu (28/6/2023).
Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan Edwin Sumantha, Senin (26/6/2023), mengatakan, menurut rencana, pesawat tersebut akan terlebih dahulu melalui prosesi di TNI AU.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU Agung Sasongkojati mengatakan, pesawat dengan nomor ekor A-1340 ini merupakan pesawat kedua dari lima pesawat yang dibeli pemerintah.
Pesawat A-1340 saat ini telah menjalani penerbangan pengantaran dengan jarak yang panjangnya separuh lingkaran bumi dari pabriknya, Lockheed Martin, AS menuju Jakarta, Indonesia. Pesawat mengawali penerbangan pada Jumat (23/6) dari Marietta di barat laut kota Atlanta, Georgia, AS pukul 09.00 waktu setempat, menuju San Diego AS, dan setelah melewati Samudra Pasifik dan singgah di Kepulauan Hawai, Kepulauan Marshall dan Kepulauan Guam, diperkirakan akan tiba di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, pada Rabu (28/6/2023), pukul 14.24 WIB.
Pesawat Super Hercules kedua TNI AU ini diterbangkan langsung oleh lima kru pabrik Lockheed Martin, terdiri dari tiga orang test pilot, seorang enginer dan seorang loadmaster.
Pesawat sejenis yang pertama sudah datang pada awal Maret 2023. Menurut rencana, pesawat ketiga akan datang pada Juli 2023, dilanjutkan pesawat keempat pada Oktober 2023, dan pesawat kelima pada Januari 2024.
Agung mengatakan, kelima pesawat akan ditempatkan di Skadron Udara 31 Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, untuk melaksanakan tugas-tugas TNI AU dalam mendukung angkutan udara, baik untuk misi Operasi Militer Perang (OMP) maupun Opersi Militer Selain Perang (OMSP).
Edwin mengatakan, penguatan alutsista juga terus dilakukan di TNI AL. Kepala Staf TNI AL Laksamana Muhammad Ali mengatakan, unit Kapal Perang Republik Indonesia yang dibangun di Galangan Kapal Jerman, yaitu KRI Pulau Fani-731 dan KRI Pulau Fanildo-732, saat ini berada di tengah pelayaran menuju Tanah Air.
Keduanya berlayar dari Jerman dengan menggunakan transporter ship pada Jumat 23 Juni kemarin.
Kedua KRI tersebut dibangun di Galangan Abeking & Resmussen, Lamwerder, Bremen, Jerman. Kapal buru ranjau berjenis Mine Counter Meassure Vessel (MCMV) yang dinamakan dengan nama-nama pulau di Papua ini, dinilai mampu bekerja baik di laut dangkal maupun laut dalam.
KRI Pulau Fani-731 dan KRI Pulau Fanildo-732 memiliki dimensi panjang 61,4 meter dan lebar 11,1 meter. Keduanya memiliki beberapa kecanggihan karena dilengkapi dengan teknologi peperangan ranjau modern.
Kedua KRI ini menggunakan bahan baja non-magnetik dan memiliki degaussing system, yakni sistem untuk mengurangi kemagnetan kapal, serta dilengkapi penggerak motor elektrik untuk mengurangi tingkat kebisingan.
Kapal perang ini dilengkapi pula peralatan sonar terbaru yang mampu mendeteksi dan mengklasifikasi kontak di bawah air, memiliki perangkap ROV (Remotely Operated Vehicle) untuk identifikasi dan netralisasi ranjau, AUV (Autonomous Underwater Vehicle) untuk membantu mendeteksi dan mengklasifikasi kontak bawah air. Selain itu, keduanya juga dilengkapi dengan USV (Unmanned Surface Vessel), yakni kapal tanpa awak untuk pemburuan dan penyapuan ranjau.
Ali mengatakan, tujuan dari pengadaan kedua KRI tersebut tak lepas karena masih banyaknya ranjau laut peninggalan perang dunia kedua.
”Keduanya bertugas untuk menjaga perairan Indonesia agar tetap aman, bebas dari gangguan serta ancaman senjata bawah air, terutama ranjau. Selain itu kapal canggih ini juga akan dioperasikan untuk membersihkan perairan Indonesia yang masih memiliki potensi bahaya ranjau,” tegas Muhammad Ali.