Super Hercules Pertama Tiba di Tanah Air, Empat Lainnya Menyusul
Pesawat C-130J-30 Super Hercules yang dipesan Kementerian Pertahanan dari AS memodernisasi alutsista TNI AU.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Satu dari lima unit pesawat C-130J-30 Super Hercules, yang dipesan Kementerian Pertahanan dari Amerika Serikat sejak Juli 2021, akhirnya tiba di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (6/3/2023). Kehadiran Super Hercules diyakini bakal memperkuat mobilisasi personel militer dan logistik sekaligus mengejar target kekuatan pokok minimum militer.
Kedatangan pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1339 disambut dengan tradisi water salute oleh empat truk pemadam kebakaran TNI AU dari kanan dan kiri landasan (taxiway). Pesawat diterbangkan oleh pilot dari Lockheed Martin, produsen Super Hercules, didampingi Komandan Skadron Udara 31 Lanud Halim Perdanakusuma Letnan Kolonel Penerbang Anjoe Manik, pilot TNI AU Letkol Pnb Alfonsus, dan Kapten Teknik Janar.
Mereka terbang selama 34 Jam melalui rute Marietta-Monterey-Honolulu-Kwajalein-Guam-Jakarta. Pesawat yang mereka gunakan merupakan satu dari lima C-130J-30 Super Hercules yang dipesan oleh Kementerian Pertahanan. Pesawat lainnya akan datang secara bertahap hingga awal tahun 2024.
Wakil Kepala Staf TNI AU Marsekal Madya Agustinus Gustaf Brugman mengatakan, Pesawat Super Hercules ini merupakan bagian dari pengadaan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) oleh Kemenhan. Kontraknya dimulai sejak Juli 2021.
”Pesawat (Super Hercules) ini dibeli karena cocok mendarat di landasan pendek, khususnya saat bencana. Selain itu, mesin lebih efisien dan kapasitas muatannya lebih besar,” ujar Gustaf.
Untuk mendukung operasional Super Hercules, sebanyak 48 personel TNI AU telah dikirim ke pabrik Lockheed-Martin Aeronautics Company di AS untuk mendapat pelatihan. Dari jumlah itu, sebanyak 12 personel merupakan pilot, 6 personel loadmaster–petugas pengatur pembagian muatan pesawat–dan 30 kru pemeliharaan.
Untuk kawasan regional, C-130J memang pembelian yang masuk akal karena negara-negara di sekitar juga menggunakan Hercules. Bahkan, di kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara pertama yang menggunakan C-130J Super Hercules. Karena itu, Indonesia sudah selangkah di depan.
Keunggulan
Secara spesifik, pesawat C-130J-30 Super Hercules memiliki kokpit yang lebih canggih dan sistem avionik–penerbangan–digital yang terintegrasi penuh dibandingkan dengan pesawat Hercules seri sebelumnya. Pesawat ini mampu membawa kargo hingga 20 ton. Jumlah itu setara dengan 8 palet atau 97 tandu, 128 pasukan tempur, serta 92 pasukan terjun payung. Selain itu, pesawat memiliki fitur peningkatan perlindungan bahan bakar dan sistem penanganan kargo.
Melansir situs resmi Angkatan Udara AS, pesawat C-130J-30 Super Hercules dioperasikan dengan empat mesin Turboprop Rolls-Royce AE 2100D3 yang berkekuatan 4.700 tenaga kuda. Pesawat ini memiliki panjang 34,69 meter, tinggi 11,9 meter, dan lebar sayap 39,7 meter. Kecepatannya dapat mencapai Mach 0,58 atau 710,52 kilometer per jam pada ketinggian 6,7 kilometer. Untuk penerbangnya hanya membutuhkan dua pilot dan satu loadmaster–peran navigator dilebur dengan loadmaster.
Super Hercules yang telah tiba bersama empat lainnya yang menyusul, bakal ditempatkan di Skadron 31 Lanud Halim Perdanakusuma. Sementara pesawat Hercules C-130H yang dimiliki Skadron 31 akan dipindahkan ke Skadron 32 di Lanud Abdul Rachman Saleh, Malang, Jawa Timur.
”Pemindahan ini untuk pembaruan pesawat di Skadron 32. Mereka hanya punya pesawat (Hercules tipe) C-130B. Tipe ’B’ ini usianya sudah sangat tua,” kata Gustaf.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah menambahkan, hadirnya C-130J-30 Super Hercules akan memperkuat kemampuan TNI AU dalam mobilitas personel dan logistik. Begitu pula kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF) militer Indonesia. Hingga awal 2023, MEF Indonesia baru 51,51 persen dari target terpenuhi 100 persen pada 2024. ”Bertambahnya satu unit Pesawat Super Hercules akan menambah persentase MEF,” kata Indan.
Menurut analis militer dari Semar Sentinel, Fauzan Malufti, penghitungan penambahan MEF cukup rumit. Ini karena kedatangan Super Hercules diiringi dengan pensiunnya pesawat C-130B Hercules pada Januari lalu.
Meski demikian, Super Hercules yang baru datang memiliki kemampuan yang jauh di atas C-130B baik dari segi daya angkut maupun efisiensi mesin. Ia juga menilai Super Hercules akan membantu TNI AU dalam melakukan Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). TNI AU telah menggunakan Hercules lebih dari 60 tahun sehingga pengetahuan dan pengalaman mereka dinilai sangat cukup untuk mengoperasikan pesawat baru itu.
Perubahan kekuatan militer Indonesia di kawasan cenderung tidak signifikan. Namun, penambahan C-130J Super Hercules ini berdampak signifikan pada modernisasi alutsista domestik Indonesia.
Selain itu, Indonesia memiliki infrastruktur domestik untuk mendukung perawatan, perbaikan, dan bongkar mesin pesawat Hercules mulai dari depo pemeliharaan dan Skadron Teknik TNI AU. Ada juga PT Dirgantara Indonesia dan PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia yang membantu perawatan dan peningkatan pesawat Hercules.
”Jadi, manfaat bagi industri pertahanan dalam negeri juga ada, termasuk hubungan timbal-balik dari kontrak pembelian,” kata Fauzan.
Namun, lanjut Fauzan, pemerintah harus membuat skala prioritas karena keterbatasan anggaran. Anggaran ini perlu ditambah dan diatur untuk jangka panjang. Skala prioritasnya dapat ditentukan melalui pertimbangan nilai alutsista, geopolitik, proposal timbal-balik dan transfer teknologi yang ditawarkan produsen asing untuk membantu Indonesia dalam memajukkan industri pertahanannya.
Hercules di kawasan
Keputusan TNI AU menempatkan C-130J pada Skadron 31, kata Fauzan, juga dinilainya tepat. Ini karena Skadron 31, Skadron 32, dan Skadron 33, telah lama mengoperasikan Hercules sehingga tidak perlu lagi memindahkan sumber daya manusia serta infrastruktur.
Lokasi ketiga skadron (31 di Jakarta, 32 di Malang, dan 33 di Makassar) juga strategis dan dekat dengan satuan TNI lainnya yang membutuhkan mobilitas udara. Hal ini seperti Batalyon Lintas Udara (Linud) Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
”Untuk kawasan regional, C-130J memang pembelian yang masuk akal karena negara-negara di sekitar juga menggunakan Hercules. Bahkan, di kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara pertama yang menggunakan C-130J Super Hercules. Karena itu, Indonesia sudah selangkah di depan,” tutup Fauzan.
Sementara itu, analis utama politik pertahanan Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45), Reine Prihandoko, mengutarakan, perubahan kekuatan militer Indonesia di kawasan cenderung tidak signifikan. Namun, penambahan C-130J Super Hercules ini berdampak signifikan pada modernisasi alutsista domestik Indonesia.
Pembelian alutsista dari AS juga tidak berarti Indonesia mendekat pada blok AS. Indonesia masih menganut diversifikasi dalam pengadaan alutsista dan membuka kesempatan membeli alutsista dari blok Rusia, Perancis, India, atau Uni Emirat Arab.