MEF Dinilai Sulit Terpenuhi, Militer Butuh Strategi Baru
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, kekuatan pokok minimum atau MEF ditargetkan sudah mencapai 100 persen. Sementara itu, pada tahun 2021, MEF TNI tercatat 62,31 persen.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Fly pass pesawat tempur TNI Angkatan Udara memeriahkan peringatan HUT Ke-77 TNI di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/10/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Memenuhi target kekuatan pokok minimum atau minimum essential force Tentara Nasional Indonesia dinilai cukup sulit. Tantangannya terletak pada jumlah anggaran, diversifikasi negara produsen, hingga kuantitas alat utama sistem senjata yang dibeli. Karena itu, Kementerian Pertahanan dan TNI perlu merumuskan strategi baru untuk mengefektifkan pencapaian kekuatan pokok minimum.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, kekuatan pokok minimum atau MEF ditargetkan sudah mencapai 100 persen. Padahal, pada awal 2023, MEF TNI Angkatan Udara (AU) baru mencapai 51,51 persen, sedangkan TNI Angkatan Darat (AD) 76,23 persen dan TNI Angkatan Laut 59,69 persen hingga 2021. Secara keseluruhan pada 2021, MEF TNI sebesar 62,31 persen.
Pengamat militer dari Binus University, Tangguh Chairil, di Jakarta, Jumat (17/3/2023), mengatakan, target MEF TNI kemungkinan besar tidak akan tercapai pada 2024. Selain jauh dari target, kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) juga masih sangat banyak. ”Indikator utama dari MEF adalah alutsista. Sementara, Indonesia masih butuh banyak alutsista di berbagai matra. Ini membuat pemenuhan MEF menjadi sulit,” ujarnya saat dihubungi.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Personel menyiapkan kendaraan tempur yang dipamerkan dalam ajang Independence Day Military Expo di pelataran pusat perbelanjaan Jogja City Mall, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (15/8/2022).
Wacana penambahan alutsista yang direncanakan Kementerian Pertahanan, kata Tangguh, sebaiknya tidak membeli barang bekas. Setiap alutsista memiliki umur laik pakai dan masa kedaluwarsa. Masa berlaku alutsista itu dihitung sejak pembuatan konsep, pengembangan, proses produksi, masa pakai, hingga tidak laik digunakan lagi.
Penambahan alutsista bekas pakai dari negara lain sempat disebutkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto seusai menerima Brevet Wing Kehormatan Penerbang TNI AU di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (8/3/2023). Saat itu, Prabowo menyebutkan, pihaknya berencana mengakuisisi beberapa pesawat dari luar negeri yang masih muda usianya.
Alutsista bekas pakai ini, menurut Tangguh, dapat diperpanjang usianya apabila proses pemeliharaan berlangsung dengan baik. Namun, dia menegaskan, pembelian alutsista bekas seharusnya hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak karena harus segera dipenuhi.
Alutsista yang berasal dari produsen berbeda akan beda pula metode pemeliharaannya. Hal ini akan melahirkan masalah interoperabilitas.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Multipurpose combat vehicle (MPCV)yang dilengkapi empat buah misil rudal mistral ini menjadi bagian dari Festival Tabebuya dan Pameran Alat Utama Sistem Pertahanan TNI dalam rangka Hari Ulang Tahun TNI Ke-74 di Lapangan Desa Pendem atau depan Markas Komando Pusat Pendidikan Artileri Pertahanan Udara, Batu, Jawa Timur, Minggu (6/10/2019).
Dia juga mengingatkan, pengadaan alutsista harus sesuai perencanaan dan spesifikasi teknis yang dibutuhkan TNI. Kondisi ini juga perlu disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Kemenhan, lanjut Tangguh, tidak perlu terlalu memaksakan diversifikasi pembelian dari negara produsen. ”Alutsista yang berasal dari produsen berbeda akan beda pula metode pemeliharaannya. Hal ini akan melahirkan masalah interoperabilitas,” ucap Tangguh.
Interoperabilitas yang dimaksud adalah kemampuan alutsista untuk beroperasi dengan alutsista lainnya sebagai sebuah kesatuan.
Adapun diversifikasi pembelian alutsista berawal dari reaksi embargo–pelarangan dagang–alutsista oleh negara kawasan barat pada Indonesia pascaperistiwa Timor Timur. Dengan tidak membeli dari satu sumber, menurut Tangguh, mampu mengakhiri ketergantungan, tetapi menimbulkan masalah logistik.
Hal ini seperti pesawat A400M dari perusahaan asal Perancis dan C-130J Super Hercules dari Amerika Serikat. Keduanya memiliki fungsi yang cukup sama sebagai pesawat angkut. Walakin, permasalahan interoperabilitas paling terasa di pesawat tempur. Tangguh mencontohkan pesawat tempur F-16 dari AS, Su-27 dari Rusia, dan pesawat tempur lainnya dari produsen yang berbeda.
Di sisi lain, diversifikasi merupakan kebijakan luar negeri Indonesia untuk tidak mendekat pada satu blok atau negara adikuasa. Karena itu, dalam jangka panjang Kemenhan perlu mengejar kontrak alih teknologi saat pembelian alutsista.
”Lebih jauh, Kemenhan juga sudah akui kesulitan untuk memenuhi target MEF pada 2024. Untuk itu, mereka perlu merumuskan strategi baru dalam upayanya,” ujarnya Tangguh.
Anggota Komisi I DPR, Bobby Adhityo Rizaldi, mengatakan, pemenuhan target MEF tidak akan tercapai, tetapi bisa menyentuh angka 90 persen. Tantangannya terletak pada anggaran sehingga kesiapan TNI harus dimaksimalkan sesuai dana yang ada. ”Pemenuhan MEF diperkirakan selesai setelah tahun 2024,” ujarnya.
Masalah anggaran, kata Bobby, menjadi penentu karena mencakup modernisasi, perawatan, biaya operasi alutsista, hingga operatornya. Pihaknya kini mempertimbangkan prioritas penambahan anggaran militer. Ini karena di negara maju, anggaran militer berkisar 1-3 persen dari pendapatan produk domestik bruto (PDB), sedangkan Indonesia baru 0,8 persen dari PDB.
Kementerian Pertahanan akan terus menambah alutsista TNI seperti pesawat tempur dan kapal perang. Bagi Prabowo, hal terpenting merupakan kesiapan kemampuan operasi militer Indonesia.
Berdasarkan catatan Kompas, dalam rangka pemenuhan MEF, TNI AL menargetkan memiliki 182 unit kapal perang Republik Indonesia (KRI), 8 kapal selam, 100 unit pesawat udara, dan 978 unit kendaraan tempur pada 2024. Untuk TNI AD, ditargetkan sudah mempunyai 723.564 unit senjata ringan, 1.354 unit meriam/roket/rudal, 3.758 unit kendaraan tempur, dan 224 unit pesawat terbang. Sementara TNI AU menargetkan memiliki 344 unit pesawat, 32 unit radar, 72 rudal, dan 64 unit penangkis serangan udara.
Saat acara penyerahan pesawat C-130J-30 Super Hercules dari Prabowo kepada Kepala Staf TNI AU Marsekal Fadjar Prasetyo di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (8/3/2023), Presiden Joko Widodo mengungkapkan pemenuhan MEF bergantung pada anggaran. Pada hari yang sama, Menham Prabowo juga menyebut akan terus menambah alutsista TNI seperti pesawat tempur dan kapal perang. Walakin, dia tidak terlalu terpaku pada capaian persentase. Bagi Prabowo, hal terpenting merupakan kesiapan kemampuan operasi militer Indonesia.