DPR mengusulkan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun. Alokasi dana desa juga diusulkan naik.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dewan Perwakilan Rakyat tengah merumuskan perubahan terbatas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Selain memperpanjang masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun, DPR juga hendak mengusulkan kenaikan alokasi dana desa menjadi 15 persen dari dana transfer daerah. Usulan revisi UU Desa dinilai sarat kepentingan politik karena dilakukan hanya delapan bulan menjelang pemungutan suara Pemilu 2024.
Revisi terbatas UU Desa (RUU Desa) sebenarnya tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. DPR mendadak menetapkan RUU Desa dalam daftar RUU kumulatif terbuka dengan alasan menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara uji materi UU No 6/2014 pada Maret 2023.
Pembahasan rumusan RUU Desa di Badan Legislasi (Baleg) DPR berlangsung cepat. Pada Kamis (22/6/2023), Panitia Kerja (Panja) Penyusunan RUU Desa Baleg DPR menyepakati sejumlah poin perubahan. Salah satunya masa jabatan kepala desa yang disepakati untuk diperpanjang menjadi sembilan tahun. Kepala desa diusulkan dapat menjabat maksimal selama dua periode, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Sebelumnya, Pasal 39 UU Desa mengatur masa jabatan kepala desa selama enam tahun dan dapat menjabat paling lama tiga periode.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengungkapkan, salah satu pertimbangan Baleg mengusulkan perpanjangan masa jabatan kepala desa adalah menghindari gesekan yang tinggi di antara masyarakat akibat pemilihan kepala desa (pilkades). Selama ini, pilkades kerap menimbulkan masalah sehingga mengganggu pembangunan desa.
”Padahal, desa bisa menjadi ujung tombak pertumbuhan ekonomi. Nah, maka, kami ubah (masa jabatan) itu agar stabilitas desa terjaga. Tidak ada masalah,” katanya seusai rapat panja.
Rapat Panja Penyusunan RUU Desa diikuti enam fraksi. Hanya tiga fraksi yang tidak hadir, yakni Fraksi Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Meski demikian, menurut Supratman, pada prinsipnya semua fraksi setuju dengan usul penambahan masa jabatan kepala desa. ”Tidak ada satu pun (fraksi) yang menolak,” ujarnya.
Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi menambahkan, Baleg telah menjadwalkan rapat pleno pengambilan keputusan atas pengusulan RUU Desa pada Senin (26/6) siang. Baleg, bahkan, menargetkan RUU Desa yang baru dibahas sejak Senin lalu itu bisa disepakati menjadi RUU inisiatif DPR pada masa sidang ini yang akan berakhir pada medio Juli.
”Setelah itu, tentu kami akan usulkan RUU Desa kepada pemerintah. Targetnya, sebelum masa sidang sekarang ini berakhir sudah dikirim ke pemerintah,” tuturnya.
Sejumlah kepala desa terlihat ikut memantau persidangan dari balkon ruang rapat Baleg menyerukan rasa syukur ketika Panja RUU Desa menyetujui perpanjangan masa jabatan kepala desa. Para anggota Dewan yang hadir juga menyampaikan wujud dukungan terhadap poin revisi itu sembari menyelipkan asal fraksi dan daerah pemilihan mereka.
Perpanjangan masa jabatan kepala desa merupakan salah satu tuntutan dari aksi demonstrasi ribuan kepala desa di depan Gedung DPR, pertengahan Januari lalu.
Selain masa jabatan, Panja juga sepakat untuk meningkatkan alokasi dana desa menjadi 15 persen dari dana transfer daerah. Angka itu naik 50 persen dari ketentuan dalam Pasal 72 UU Desa, yakni 10 persen dari dana transfer daerah.
”Jadi, sekarang setiap desa mendapat Rp 1 miliar. Nah, di draf ini, kami berharap itu bisa menjadi Rp 2 miliar per desa,” kata Supratman.
Politis
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman menilai, sangat tidak elok revisi UU Desa dilakukan menjelang pemilu. Ia khawatir revisi sarat kepentingan politis karena dipastikan akan muncul simbiosis mutualisme kepala desa dan politisi. Perubahan UU Desa berpotensi menjadi kampanye para politisi untuk mendulang suara.
Alasan penambahan masa jabatan sebagai upaya rekonsiliasi konflik, ujar Supratman, kurang tepat. Persoalan konflik pasca-pemilihan tak hanya terjadi di level desa, tetapi juga di kabupaten/kota, bahkan provinsi.
Selain itu, jika ingin merevisi UU Desa, DPR perlu melihat akar persoalan yang timbul selama ini. Berdasarkan kajian KPPOD, dengan berkaca dari Indeks Desa Membangun (IDM), apa yang dibutuhkan adalah tata kelola desa yang baik.
Dihubungi secara terpisah, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengaku tak khawatir terhadap berbagai penilaian mengenai revisi UU Desa. Alasannya, semua kebijakan diambil untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Abdul Halim menegaskan, revisi UU Desa tak sekadar membahas masa jabatan kepala desa dan dana desa. Banyak hal yang akan dibahas agar masyarakat desa kian mandiri.
Lagi pula, lanjutnya, semua yang dibahas di DPR saat ini tidak akan mungkin diimplementasikan pada tahun 2023 ini. ”Artinya, apa yang dilakukan DPR sama sekali tidak ada tendensi politik sedikit pun,” katanya menegaskan.