Sidang Etik Johanis Tanak Tunggu Klarifikasi dari Pimpinan KPK
ICW sebagai pelapor dugaan pelanggaran kode etik oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi berat bagi Tanak.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi masih belum memutuskan jadwal sidang etik terhadap Wakil Ketua KPKJohanis Tanak meski sebelumnya telah menyatakan perkara dugaan pelanggaran kode etik oleh Tanak memenuhi syarat untuk disidangkan. Alasannya, Dewan Pengawas masih harus meminta klarifikasi dari sejumlah saksi, termasuk pimpinan KPK yang lain.
”Dewas (Dewan Pengawas) masih harus klarifikasi beberapa saksi, termasuk pimpinan KPK,” ucap anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Pemeriksaan tambahan dari sejumlah saksi ini dibutuhkan meski, menurut Syamsuddin, Dewas sudah meminta klarifikasi dari sejumlah pihak. Pemeriksaan tambahan itu dibutuhkan sebelum sidang etik digelar. Maka, sebelum mereka diperiksa, jadwal sidang etik Tanak belum diputuskan oleh Dewas KPK.
Tanak dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Dewas KPK karena diduga telah melanggar kode etik menyusul komunikasinya dengan pihak yang beperkara dengan KPK, yakni Pelaksana Harian Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Idris Froyote Sihite. Ada dua komunikasi Tanak dengan Idris yang dilaporkan, yakni pada Oktober 2022 dan Februari 2023.
Dalam jumpa pers oleh Dewas KPK, Senin (19/6/2023), di Gedung KPK, Jakarta, anggota Dewas KPK, Albertina Ho, menjelaskan, hasil klarifikasi berdasarkan laporan ICW atas komunikasi Tanak dengan Idris Sihite pada 12 dan 19 Oktober 2022 serta Februari 2023 itu tidak ditemukan. Namun, Dewas justru menemukan komunikasi keduanya pada 27 Maret 2023. Saat itu, Tanak sudah menjabat sebagai unsur pimpinan KPK. Ia sempat mengirim pesan tiga kali kepada Sihite, tetapi dihapus.
”Untuk hal ini cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik, diduga melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf c atau Pasal 4 Ayat (1) huruf b atau Pasal 4 Ayat (2) huruf b Peraturan Dewas No 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” kata Albertina.
Kompas telah menghubungi Wakil Ketua KPK Johanis Tanak melalui panggilan telepon dan pesan singkat. Namun, hingga berita ini ditulis, Tanak belum memberikan tanggapan terkait dugaan pelanggaran etik pimpinan KPK.
Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Diky Anandya, mengatakan, ICW mendesak Dewas menjatuhkan sanksi berat kepada Tanak dan meminta yang bersangkutan mengundurkan diri sebagai unsur pimpinan KPK. Terlebih, Dewas telah menemukan bukti bahwa Tanak berkomunikasi dengan Idris.
Meski demikian, ICW menyoroti perbedaan kesimpulan Dewas dalam perkara dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Dewas menyimpulkan perkara itu tak cukup bukti untuk disidangkan.
Untuk diketahui, Firli dilaporkan oleh kalangan masyarakat sipil bersama sejumlah mantan pemimpin KPK. Setidaknya ada lima dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan ke Dewas KPK. Salah satunya adalah dugaan Firli telah membocorkan dokumen hasil penyelidikan perkara dugaan korupsi tunjangan kinerja tahun anggaran 2020-2022 di Kementerian ESDM. Firli juga dilaporkan telah mengembalikan mantan Direktur Penyelidikan KPK Brigadir Jenderal (Pol) Endar Priantoro ke institusi asalnya dengan sewenang-wenang (Kompas, 11/4/2023).
Menurut Diky, Dewas terkesan tidak mengembangkan lebih lanjut aduan masyarakat dan menggali informasi lain sehingga hasil kesimpulan Dewas dalam perkara Firli tidak cukup bukti. ”Pada akhirnya, menjadi wajar jika kemudian masyarakat berasumsi bahwa kinerja Dewas selama ini justru melindungi Firli. Kemudian, KPK akan semakin kehilangan legitimasinya di mata publik,” ujarnya.