Terungkap, 1.006 WNI Jadi Korban Perdagangan Orang Sepanjang Juni Ini
Setidaknya 1.006 orang ditemukan menjadi korban perdagangan orang sepanjang 5-13 Juni. Sebanyak 84 persen di antaranya merupakan pekerja migran ilegal atau asisten rumah tangga.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dari hasil analisis dan evaluasi Polri, jumlah korban dalam kasus tindak pidana perdagangan orang pada kurun waktu 5-13 Juni ini mencapai 1.006 orang. Sebagian besar korban dikirim ke luar negeri sebagai pekerja migran ilegal atau asisten rumah tangga.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Achmad Ramadhan, Kamis (16/6/2023), mengungkapkan, Satuan Kerja Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Bareskrim Polri dan kepolisian daerah jajaran melakukan analisis dan evaluasi untuk periode 5-13 Juni 2023. Selama periode tersebut, kepolisian menerima 242 laporan yang ditangani polda maupun Bareskrim.
Dari laporan tersebut, kepolisian telah menetapkan 284 orang sebagai tersangka TPPO. Adapun jumlah korban dari kasus TPPO tersebut sebanyak 1.006 orang. Para korban TPPO tersebut didominasi oleh pekerja migran ilegal atau asisten rumah tangga yang mencapai 84 persen.
”Satgas TPPO Polri mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tidak mudah tergiur dengan tawaran pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji besar dan proses yang mudah. Sebab, pekerja migran ilegal tidak akan mendapat hak-hak perlindungan sosial, kesejahteraan, dan hukum,” kata Ahmad.
Saat ini, kata Ahmad, Satgas TPPO Polri bersama jajaran Polda Kalimantan Utara dan Polres Nunukan melakukan upaya penegakan hukum terhadap jaringan TPPO dengan modus pengiriman pekerja migran ilegal dari Nunukan menuju Tawau, Malaysia. Tim telah menerbitkan 12 laporan polisi, menahan tersangka sebanyak 12 orang, dan tujuh orang masuk daftar pencarian orang (DPO). Berdasarkan hal itu, Ahmad pun berharap agar masyarakat yang hendak bekerja di luar negeri memanfaatkan jalur resmi.
Secara terpisah, Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant CareNur Harsono mengatakan, penindakan yang dilakukan Satgas TPPO Polri tersebut merupakan buah dari perintah Presiden Joko Widodo agar kepolisian mengungkap dan menuntaskan kasus tersebut. Nur Harsono memandang, meski selama ini sudah ada kasus TPPO yang diproses oleh kepolisian, dalam kenyataannya jumlah kasusnya semakin meningkat.
Satgas TPPO Polri bersama jajaran Polda Kalimantan Utara dan Polres Nunukan melakukan upaya penegakan hukum terhadap jaringan TPPO dengan modus pengiriman pekerja migran ilegal dari Nunukan menuju Tawau, Malaysia. Tim telah menerbitkan 12 laporan polisi, menahan tersangka sebanyak 12 orang, dan tujuh orang masuk daftar pencarian orang.
Oleh karena itu, menurut Nur Harsono, selain melakukan penindakan, kepolisian diharapkan juga melakukan evaluasi. Salah satu yang perlu dibenahi, kata Nur Harsono, adalah sumber daya manusia penegak hukum.
”Kasus TPPO ini dinamikanya luar biasa. Maka, perlu peningkatan sumber saya manusia di Polri mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kepolisian sektor karena kebanyakan korban TPPO berasal dari desa,” ujar Nur Harsono.
Peningkatan SDM tersebut, menurut Nur Harsono, tidak hanya penting untuk mendukung penindakan, tetapi juga untuk pencegahan TPPO. Sebab, meskipun dari sisi regulasi atau payung hukum sudah lengkap, berupa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, efektivitas gugus tugas TPPO dinilai belum maksimal. Adapun keanggotaan gugus tugas TPPO tersebut berasal dari berbagai kementerian dan lembaga yang berada dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota.
Sebelumnya, dalam rapat internal yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, 30 Mei lalu, terungkap, dalam tiga tahun terakhir rata-rata dua jenazah pekerja migram dikembalian ke Tanah Air. Selain itu, masih berdasarkan data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, rata-rata empat pekerja migran pulang dalam kondisi sakit, depresi, hilang ingatan, atau cacat.
Presiden Jokowi memerintahkan jajarannya untuk menangani perdagangan orang di Indonesia yang sudah masuk kategori darurat. Selain merestrukturisasi Satuan Tugas TPPO, Presiden juga menginstruksikan langkah cepat Polri, TNI, dan aparat pemerintahan untuk menyelesaikan masalah TPPO dalam waktu satu bulan.