Sinkronisasi Data Lintas Instansi Percepat Reforma Agraria
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kembali mengingatkan arahan Presiden Jokowi mengenai arti penting sinkronisasi data dalam mempercepat program reformasi agraria.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sinkronisasi data kasus atau aduan agraria di kementerian serta lembaga dinilai penting untuk mempercepat program reformasi agraria. Hal ini terutama terkait dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung.
”Presiden sangat concern (peduli) terhadap program reforma agraria. Dan, Presiden menegaskan pentingnya sinkronisasi data,” kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat memimpin Rapat Tingkat Menteri Sinkronisasi Data Kasus/Aduan Agraria, di gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Presiden sangat concern (peduli) terhadap program reforma agraria. Dan, Presiden menegaskan pentingnya sinkronisasi data.
Rapat tingkat menteri tersebut dihadiri Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong, dan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rabin Indrajad Hattari. Rapat juga dihadiri perwakilan dari Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
”Melalui rapat ini harus ada cara penyelesaian yang paling tepat. Untuk itu semua pihak harus mau saling bekerja sama. Apalagi, aduan agraria ini ada yang diterima Presiden secara langsung,” kata Moeldoko.
Pada kesempatan tersebut, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan yang ikut mendampingi Moeldoko menuturkan, Kantor Staf Presiden telah menerima aduan 1.385 kasus agraria selama 2016 hingga Mei 2023. Aduan dari berbagai elemen masyarakat tersebut masuk ke Kantor Staf Presiden melalui audiensi, surat atau laporan tertulis, dan program KSP Mendengar.
Dari jumlah kasus tersebut, Kantor Staf Presiden telah mengelompokkannya berdasarkan kementerian. Perinciannya, di Kementerian ATR/BPN sebanyak 716 kasus, Kementerian BUMN, 359 kasus, Kementerian LHK 244 kasus, dan 66 kasus berada di lintas kementerian. ”Data ini untuk didistribusikan kepada kementerian/lembaga terkait agar ada langkah-langkah yang lebih terarah. Di dalam data ini juga sudah dikelompokkan tipologi dan lokasinya,” kata Abetnego.
Pada kesempatan itu, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto mengatakan, permasalahan agraria memerlukan koordinasi yang baik antarkementerian/lembaga. Selain itu juga dibutuhkan harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Hadi, Kementerian ATR/BPN telah membuka luas akses aduan melalui layanan web lapor.go.id, hotline whatsapp, dan e-mail untuk memudahkan pelaporan permasalahan pertanahan. ”Kami juga terus memastikan pengaduan yang masuk sudah terverifikasi dan dapat ditindaklanjuti,” katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri LHK Alue Dohong menuturkan, penyelesaian persoalan agraria, terutama di kawasan hutan, masih menghadapi beberapa tantangan. Tantangan dimaksud, antara lain, terjadi tumpang tindih permohonan perhutanan sosial dengan proses PBPH (perizinan berusaha pemanfaatan hutan) dan perizinan di kawasan hutan lainnya. ”Selain itu juga kita masih menghadapi tantangan minimnya anggaran,” kata Alue.
Adapun terkait dengan penyelesaian konflik agraria yang bersinggungan dengan BUMN, Kementerian BUMN telah menginventarisasi permasalahan pertanahan dan mengelompokkan penyelesaiannya berdasarkan tingkat kesulitan kasus. ”Kami membaginya menjadi tiga. Yakni, sangat sulit diselesaikan, cukup sulit diselesaikan dan mudah diselesaikan,” kata Sekretaris Kementerian BUMN Rabin Indrajad Hattari.