KSP: Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial Butuh Kolaborasi
Kementerian dan lembaga mesti bersinergi mencapai target perhutanan sosial 7.380.000 hektar pada 2030.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Semua pihak, baik kementerian, lembaga, pemerintah daerah, maupun pemangku kepentingan, dinilai penting membangun kolaborasi untuk mempercepat pengelolaan perhutanan sosial. Apalagi, pada 30 Mei 2023 Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Menurut Deputi II Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Abetnego Tarigan, dengan disahkannya Perpres No 28/2023 tersebut, diharapkan akan terwujud kolaborasi pola pemberdayaan yang nyata dari kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pihak-pihak terkait. Kolaborasi ini dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas perhutanan sosial dalam menyejahterakan masyarakat.
”Perpres ini sebuah terobosan. Sebab, di dalamnya mengatur upaya-upaya percepatan pengelolaan perhutanan sosial yang belum secara spesifik diatur dalam regulasi sebelumnya, yakni peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan hutan,” kata Abetnego dalam keterangan tertulis, di Gedung Bina Graha Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Beberapa terobosan mendasar yang diatur dalam perpres tersebut antara lain ditetapkannya kelompok kerja percepatan pengelolaan perhutanan sosial, mulai dari tingkat nasional hingga kabupaten dan kota. Selain itu juga ditetapkan rencana aksi lintas kementerian dan pemerintah daerah untuk mengonkretkan kerja sama tersebut dengan target capaian hingga 2030.
”Di dalamnya juga dicantumkan bagaimana strategi capaian untuk mempercepat pemberian akses legal perhutanan sosial, penanganan konflik tenurial pada kawasan hutan, hingga penguatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat di sektor agroforestri, UMKM, wisata, kelautan, pertanian,” tutur Abetnego.
Dalam lampiran Perpres No 28/2023 disebutkan, pemerintah menargetkan pengelolaan perhutanan sosial dapat mencapai 7.380.000 hektar pada 2030. Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut realisasi perhutanan sosial pada 2022 seluas sekitar 5,3 juta hektar.
Perpres ini sebuah terobosan. Sebab, di dalamnya mengatur upaya-upaya percepatan pengelolaan perhutanan sosial yang belum secara spesifik diatur dalam regulasi sebelumnya, yakni peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan hutan.
Menurut Abetnego, sinergi dan sinkronisasi dari masing-masing kementerian/lembaga terkait dibutuhkan untuk mencapai target tersebut. ”Sudah saatnya semua pihak memiliki semangat yang sama untuk memajukan perhutanan sosial demi kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat desa,” katanya.
Lebih lanjut, Deputi Bidang Pembangunan Manusia KSP ini menuturkan, Perpres No 28/2023 menjadi acuan bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk melakukan koordinasi, harmonisasi, dan integrasi program dalam melakukan percepatan pengelolaan perhutanan sosial dengan melibatkan pihak terkait. Termasuk di dalamnya adalah menyangkut soal rehabilitasi hutan lahan (RHL) serta pembentukan dan pengembangan integrated area development (IAD).
Prioritas presiden
Perhutanan sosial merupakan program prioritas Presiden Jokowi. Program tersebut bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mengelola hasil hutan melalui pola pemberdayaan dengan tetap berpedoman pada kelestarian lingkungan.
”Untuk itu, KSP bersama Kemenko Marves (Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi) dan KLHK secara konsisten mengawal program ini dan memastikan benar-benar berjalan sesuai keinginan Presiden,” ujar Abetnego.
Sebelumnya, menurut Presiden Jokowi, penerbitan surat keputusan (SK) Perhutanan Sosial merupakan langkah pemerintah dalam memberi kepastian kepada masyarakat untuk menggarap lahan yang diberikan agar produktif. ”SK Hutan Sosial, SK Hijau Perhutanan Sosial, itu juga memberikan kepastian kepada rakyat yang ingin menggarap lahan itu,” kata Presiden dalam keterangannya seusai menyerahkan sertifikat tanah untuk rakyat serta SK Perhutanan Sosial dan SK Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) di Areal Kesongo, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah, Jumat (10/3/2023).
Pada kesempatan tersebut Kepala Negara juga meminta agar lahan tersebut mesti dikelola dengan cara agroforestri. Selain ditanami dengan komoditas perkebunan dan pertanian, juga harus ditanami dengan pepohonan. ”Tapi memang harus digarap dengan agroforestri, ada tanaman kerasnya, pohon kerasnya, misalnya kayu jati atau mahoni. Tapi juga ada tanaman jagungnya, ketela pohonnya, ketelanya,” tutur Presiden Jokowi.