Bangun Sistem Pengawasan Tindak Lanjut Laporan PPATK
Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang merekomendasikan pembentukan sistem digital untuk memonitor tindak lanjut laporan dari PPATK.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diharapkan membangun sistem pengawasan (monitoring) tindak lanjut laporan hasil analisis dan laporan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK. Sistem tersebut diharapkan dibangun secara digital sehingga ada alat terukur untuk mengetahui tingkatan tindak lanjut.
Selain membuat alur tindak lanjut lebih jelas, tiap-tiap pemangku kepentingan juga bisa saling mengingatkan lewat sistem ini. Usulan itu disampaikan Kelompok Kerja Satuan Tugas Supervisi dan Evaluasi Penanganan Laporan Hasil Analisis, Laporan Hasil Pemeriksaan, dan Informasi Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) yang berasal dari eksternal pemerintah, yakni Rimawan Pradiptyo, saat konferensi pers daring, Kamis (8/6/2023).
Adapun Satgas TPPU dibentuk Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan tidak hanya terdiri dari pihak internal pemerintah dan aparat penegak hukum, tetapi juga unsur eksternal sebagai tenaga ahli. Satgas dibentuk untuk mengusut lebih lanjut dugaan tindak pidana pencucian uang senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kompas.id, 3/5/2023).
Rimawan yang juga pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada itu menyebut, sistem pengawasan itu penting untuk mencatat potensi hak-hak negara yang hilang dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilaporkan PPATK. Dengan membuat sistem digital yang mudah dipantau, berbagai kementerian dan lembaga terkait bisa melihat tindak lanjut laporan hasil analisis (LHA) ataupun laporan hasil pemeriksaan (LHP) PPATK.
Menurut dia, melalui sistem itu bisa diatur mekanisme penanganan kasus seperti apa. Bisa pula dibuat alur antarpemangku kepentingan untuk bisa saling mengingatkan. Dengan pola digitalisasi itu, penanganan kasus bisa dimonitor secara terbuka.
”LHA dan LHP yang harus ditindaklanjuti oleh Kementerian Keuangan jumlahnya 300 dan harus ditindaklanjuti dengan waktu yang mepet. Untuk memperbaiki keterlambatan atau ketidaksesuaian tindak lanjut itu, perlu sistem digitalisasi yang tidak bisa distop dan diinterupsi,” kata Rimawan.
Prioritas
Ketua Harian Satgas TPPU Sugeng Purnomo menjelaskan, karena jumlah laporan yang harus ditindaklanjuti jumlahnya banyak, yaitu 300 laporan, tim membuat target prioritas. Ada 10 kasus yang jadi prioritas satgas untuk dituntaskan sampai akhir tahun ini, yaitu 4 kasus menyangkut kewenangan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, 3 kasus menyangkut kewenangan Ditjen Pajak, dan selebihnya 3 laporan hasil analisis yang dipaparkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
”Dari 10 laporan prioritas itu, empat di antaranya dalam tahap penyelidikan dengan nilai transaksi yang agregatnya cukup besar, yaitu Rp 189 triliun,” kata Sugeng.
Kasus dengan nilai agregat Rp 189 triliun itu, menurut dia, sangat menarik perhatian karena nilai transaksinya yang cukup besar. Satgas TPPU telah meminta dukungan dari Ditjen Bea Cukai untuk mendalami kasus yang telah mereka tangani itu. Bahkan, Ditjen Bea Cukai juga sudah menemukan adanya tindak pidana asalnya, yaitu tindak pidana korporasi.
”Tentunya kami akan memberikan dukungan jika ada kesulitan. Kami akan mempertimbangkan untuk dibentuk tim bersama di mana apabila ditemukan tindak pidana asalnya, tetapi bukan kewenangan Ditjen Bea Cukai, lembaga yang punya kewenangan itu bisa langsung mengambil alih. Misalnya, bisa bersama-sama ditangani tim gabungan baik oleh tim penyidik Polri maupun penyidik di lingkup kejaksaan,” tutur Sugeng.
Ia juga mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung yang telah meningkatkan level sejumlah kasus prioritas hingga ke proses penuntutan. Salah satu kasus juga sudah diproses hingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan, setelah dibentuk Satgas TPPU dengan payung hukum SK Menkopolhukam, tim terus bekerja meneliti ulang transaksi mencurigakan Rp 349 triliun. Tidak ada kata berhenti untuk menelusuri laporan PPATK tersebut. Setelah dibentuk, tim juga bekerja secara intensif untuk menindaklanjuti kasus hingga proses penegakan hukum.
”Memang ada yang menilai itu bukan barang baru karena sudah lama jadi tersangkanya. Namun, bagi kami, apa yang kemarin belum tuntas akan kami tuntaskan. Itu baru sebagian. Ini adalah gerakan untuk memberantas penyakit serius di negeri ini, yaitu tindak pidana pencucian uang,” kata Mahfud.
Sebelumnya diberitakan, KPK telah melakukan tindak lanjut terhadap 33 LHA dan LHP yang diberikan PPATK dengan nilai mencapai lebih dari Rp 25 triliun. Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyebut, dari seluruh laporan itu, 11 LHA sudah masuk tahap penyelidikan. Adapun 12 laporan lainnya bahkan sudah masuk dalam tahap penyidikan.
Dari 12 data yang telah diproses hukum itu, kata Ali, KPK telah memproses 16 orang. Satu orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan 15 orang lainnya bahkan sudah terpidana. ”Dari 16 orang tersebut, nilai transaksinya mencapai Rp 8,5 triliun,” ujarnya.