Video Kasus Setoran Anggota Brimob di Polda Riau Viral di Medsos, Polri Diminta Menindak Tegas
Video anggota Brimob Polda Riau, Brigadir Kepada Andry yang mengaku keberatan atas mutasinya setelah menyetorkan sekitar Rp 650 juta kepada atasannya, viral di medsos. Polri pun diminta tegakkan aturan dan pengawasan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan komitmennya untuk menindak tegas pelanggaran disiplin, kode etik, dan pidana yang dilakukan anggotanya. Dalam kasus seorang anggota Brimob Polda Riau Brigadir Kepala Andry yang mengaku keberatan atas mutasinya setelah menyetorkan sekitar Rp 650 juta kepada atasannya, menjadi perhatian Polri. Terkait hal itu, Polri diminta menegakkan aturan pengawasan melekat yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2002.
Sebelumnya, unggahan ketidakpuasan Brigadir Kepala Andry muncul dan menjadi viral di media sosial.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Rabu (7/6/2023), mengatakan, Polri akan menindak anggotanya yang diduga menyimpang baik melanggar aturan disipliner, kode etik, maupun melanggar hukum pidana. Secara prinsip, Polri berkomitmen untuk menindaklanjuti kasus apa pun baik berasal dari laporan masyarakat maupun pengawasan internal Polri.
"Pengawasan di Polri itu kan ada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), hingga kontrol sosial dari masyarakat. Semua laporan pasti kami tindak lanjuti," tegasnya.
Terkait dengan langkah antisipasi supaya fenomena suap internal Polri bisa dicegah dan tidak terus berulang, Ahmad mengatakan sudah ada aturan pengawasan melekat melalui instrumen hukum Perkapolri Nomor 2 Tahun 2002. Di situ, ada pengawasan melekat dari atasan terhadap bawahan. Termasuk di antaranya kontrol pada saat apel pagi, izin keluar wilayah, hingga kepentingan mendesak juga harus izin.
"Pengawasan di Polri itu kan ada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), hingga kontrol sosial dari masyarakat. Semua laporan pasti kami tindak lanjuti"
"Persoalannya tidak mungkin seorang atasan ngintip terus bawahannya. Tetapi, kami melakukan pengawasan keberadaan setiap anggota itu di dalam koridor kedinasan. Di luar kedinasan itu ada Standar Operasional Prosedur (SOP) pelanggarannya tentu berbeda," tegasnya.
Khusus untuk kasus di Polda Riau, Ahmad menyebut penegakan hukumnya tentu harus melalui rangkaian pemeriksaan. Dari pemeriksaan itu baru bisa diketahui apakah memenuhi unsur pelanggaran pidana, kode etik, atau melanggar disiplin. Dia juga menegaskan bahwa di lingkungan Polri tidak boleh ada setor menyetor uang dari atasan ke bawahan. Tidak ada aturan yang menyebutkan bawahan wajib setor kepada atasan.
"Pasti tidak boleh (setor-setoran uang). Kalau ada seperti itu tentu akan dihadapkan dengan hukum"
"Pasti tidak boleh (setor-setoran uang). Kalau ada seperti itu tentu akan dihadapkan dengan hukum," tambahnya.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho menambahkan, Kapolda Riau Irjen Muhammad Iqbal sudah merespons soal curhatan viral anggota Brimob yang tidak terima dimutasi meskipun sering menyetor uang ke atasan. Iqbal memastikan akan menindak tegas anggota Brimob tersebut.
Kasus terus berulang
Sementara itu, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, dengan munculnya fenomena di Riau, Polri mutlak harus menegakkan aturan. Sebab, dia menilai kasus serupa terus berulang. Misalnya, kasus Ismail Bolong di Kalimantan yang diduga menyetor sejumlah uang setoran dari tambang ilegal kepada petinggi Polri. Setelah diperiksa Divisi Propam, dia justru malah bisa pensiun dini.
"Namun, kasusnya bagaimana setoran bisa mengalir ke petinggi Polri tidak pernah terungkap. Jika Polri tidak tegas menegakkan aturan, dan menelusurinya, pasti akan terulang lagi," katanya.
"Namun, kasusnya bagaimana setoran bisa mengalir ke petinggi Polri tidak pernah terungkap. Jika Polri tidak tegas menegakkan aturan, dan menelusurinya, pasti akan terulang lagi"
Bambang menyebut, aturan soal pengawasan melekat atasan terhadap bawahan memang sudah tertuang di Perkap Nomor 2 Tahun 2002. Di situ, diatur atasan dua level di atasnya juga harus diperiksa apabila ada indikasi kesalahan dari bawahan.
Pemeriksaan yang dilakukan Polri pun harus dilakukan secara simultan, dan sistematis. Pemeriksaan tidak bisa dilakukan secara parsial karena kasus setoran sudah menjadi rahasia umum di lingkungan Polri. Tidak hanya di Brimob, di satuan lain seperti Reserse, Intelkam, dan Binmas pun juga tak lepas dari fenomena setor menyetor uang dari bawahan ke atasan.
"Di reserse biasanya modus mencari uang dengan jual beli pasal. Di Polantas penegakan hukum di jalan raya. Jika memang ingin bersih-bersih harus sistemis dan struktural dengan merevisi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri," tegasnya.
Bambang menyebut, pasca reformasi 1998, sebenarnya reformasi di tubuh Polri belum berjalan. Struktur organisasi Polri masih berada di bawah Presiden sehingga rawan menjadi alat politik. Selain itu, reformasi kultural kelembagaan pun tidak berjalan karena mekanisme pengawasan eksternal tidak optimal. Dia berharap kasus setoran viral ini bisa menjadi pintu masuk untuk mereformasi secara struktural dan instrumental Polri melalui revisi UU Polri.