Langkah Polri Pecat Anggota yang Terlibat Mendapat Dukungan
Sanksi pemberhentian tidak dengan hormat yang dijatuhkan kepada sejumlah personel Polri yang terkait perkara pembunuhan Brigadir J diapresiasi anggota Komisi III DPR dan Kompolnas.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan pemberhentian tidak dengan hormat bagi anggota kepolisian yang terbukti melanggar kode etik Polri dinilai sebagai upaya bersih-bersih Polri dari pihak yang terlibat dalam kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Selain memberhentikan mereka yang terlibat, Polri diharapkan juga segera melakukan konsolidasi dengan melakukan mutasi dan demosi.
Sidang Komisi Kode Etik dan Profesi (KKEP) Polri pada Jumat (9/9/2022) malam menyidangkan bekas Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Jerry Raymond Siagian. Sidang memutuskan bahwa Jerry terbukti melakukan perbuatan tercela dengan bertindak tidak profesional dalam menangani dua laporan polisi tentang ancaman pembunuhan dan dugaan pelecehan seksual.
Sidang tersebut dipimpin Wakil Inspektur Pengawasan Umum Polri Inspektur Jenderal Tornagogo Sihombing. Di dalam sidang tersebut dihadirkan 13 saksi, antara lain AKBP RRS, Kompol DKZ, AKBP P, Kompol GA, AKBP HS, AKBP ASH, Kompol ESL, Kompol AR, Kompol HP, Kompol SMI, dan AKP AE.
Dalam pembacaan putusan sebagaimana disiarkan melalui akun media sosial polritvradio, hakim menjatuhkan sanksi etika dengan menyatakan bahwa perilaku pelanggar tersebut merupakan perbuatan tercela. Kemudian, hakim menjatuhkan sanksi administratif berupa penempatan di tempat khusus selama 29 hari yang sudah dijalani pelanggar. Hakim juga menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri bagi Jerry.
Sebelum itu, sidang KKEP menjatuhkan putusan bagi AKBP Pujiyarto yang merupakan bekas Kasubdit Renakta Polda Metro Jaya. Ia dijatuhi sanksi etika berupa melakukan permohonan maaf kepada institusi Polri di hadapan sidang KKEP. Terhadap sanksi tersebut, Pujiyarto tidak melakukan banding.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, ketika dihubungi pada Minggu (11/9/2022) mengatakan, ia melihat proses etik dan pidana terkait penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat masih dalam jalur yang benar. Sebab, keduanya telah berjalan secara paralel.
Meski demikian, Trimedya berharap agar Polri juga bersikap terbuka dan menyampaikannya kepada publik tentang peran dari tiap-tiap personel, baik mereka yang telah terbukti melanggar kode etik maupun mereka yang diperiksa karena diduga terkait dengan kasus pembunuhan Nofriansyah.
Sementara itu, ada 97 personel kepolisian yang diperiksa oleh Tim Khusus Polri. Dari jumlah itu, sebanyak 35 orang diduga melanggar kode etik. ”Jadi, harus tetap sesuai dengan proporsinya sesuai yang dilakukannya. Kalau memang dia bagian dari konspirasi itu, harus diberi PTDH, bahkan dibawa ke pidana,” kata Trimedya.
Selain proses etik dan proses pidana, menurut Trimedya, upaya bersih-bersih Polri tersebut harus diikuti dengan melakukan mutasi dan demosi, khususnya terhadap mereka yang terkait dengan kasus itu. Hal itu diperlukan sekaligus sebagai upaya konsolidasi internal Polri. Terlebih, tugas Polri ke depan sangat besar, yakni terkait Pemilu 2024 yang penahapannya sudah dimulai dan semakin intensif pada 2023.
Terkait penyidikan penembakan Nofriansyah, Trimedya berharap agar penanganan kasus itu tidak berlarut-larut. Ia memahami bahwa saat ini Polri telah bekerja keras untuk menyelesaikan perkara tersebut, termasuk terkait pelanggaran etikanya. Meski demikian, diperlukan percepatan agar perkara pidana dan etika tersebut bisa tuntas seluruhnya pada September ini.
”Kita ingin agar Polri melakukan konsolidasi yang ujungnya menjadi Polri yang dicintai masyarakat. Dan itu harus segera dilakukan,” ujar Trimedya.
Sementara itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, menuturkan, putusan berupa PTDH bagi anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran etik berat sudah tegas dan bagus. Kompolnas mendukung dan mengapresiasi keseriusan Kapolri menindak tegas mereka yang terlibat.
”Hal ini menjadi efek jera sekaligus upaya bersih-bersih agar Polri on the right track dalam melaksanakan reformasi Polri,” kata Poengky.
Poengky berharap agar para anggota Polri yang diduga melakukan tindak pidana, prosesnya tidak hanya berhenti di sidang Komisi Kode Etik dan Profesi. Jika memang ada indikasi pidana, Polri harus melanjutkannya ke proses pidana. Poengky meyakini, saat ini yang sedang diproses adalah mereka yang terlibat langsung, baru kemudian mereka yang tidak terlibat secara langsung.