Soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Pemerintah Akan Konsultasi ke MK
”Pemerintah akan ikut putusan MK. Semua rakyat Indonesia dan lembaga di Indonesia harus ikut putusan MK asal putusannya jelas. Kalau tidak jelas, nanti ada opsi-opsi untuk diputuskan,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
ENDE, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan menaati putusan Mahkamah Konstitusi nomor 112/PUU-XX/2022 terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, karena putusan MK dinilai tidak terang benderang, pemerintah akan mengonsultasikan terlebih dahulu substansi putusan tersebut.
Hal itu diungkapkan Mahfud saat menjawab pertanyaan wartawan seusai menjadi inspektur upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (1/6/2023). Ia menyebut, sesuai prinsip hukum tata negara, putusan MK harus diikuti. Sebab, sifat putusan MK adalah final dan mengikat.
Namun, karena ada berbagai penafsiran terhadap putusan tersebut, salah satunya karena tidak diaturnya mekanisme peralihan, pemerintah sepakat akan mempelajari terlebih dahulu. Selama mempelajari putusan itu, pemerintah juga akan mengonsultasikan substansinya ke MK. Hal serupa pernah dilakukan saat MK memutus uji formil Undang-Undang Cipta Kerja sebagai produk legislasi inkonstitusional bersyarat.
”Pemerintah akan ikut putusan MK. Semua rakyat Indonesia dan lembaga apa pun di Indonesia harus ikut putusan MK asal putusannya jelas. Kalau tidak jelas, nanti ada opsi-opsi untuk diputuskan pada satu keputusan,” ungkapnya.
Kompas mendapatkan informasi bahwa saat ini pemerintah sedang menjajaki dua opsi untuk menyikapi putusan MK itu. Pertama, pemerintah menilai hak konstitusional dari penggugat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, yaitu Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, sebenarnya tidak tercederai dalam regulasi itu. Ghufron tetap bisa mencalonkan diri sebagai calon pimpinan KPK periode 2023-2027 walau usianya belum memenuhi syarat, yaitu minimal 50 tahun. Sebab, Ghufron memenuhi syarat lain, yaitu pernah menjadi anggota KPK selama satu periode.
Selain itu, pada saat UU Nomor 30 Tahun 2002 direvisi menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019, usia Ghufron sebenarnya tidak memenuhi syarat karena saat itu belum mencapai syarat usia minimal, yaitu 50 tahun. Namun, karena saat itu ada aturan peralihan yang menyatakan UU KPK baru berlaku untuk periode berikutnya, Ghufron tetap dilantik dan mendapatkan surat keputusan presiden (keppres) pengangkatan.
Dengan asumsi itu, pemerintah kemungkinan akan memberlakukan putusan MK untuk komisioner KPK berikutnya, bukan periode sekarang. Keppres pimpinan KPK periode 2019-2023 tetap akan berakhir pada 20 Desember 2023. Pembentukan tim panitia seleksi KPK dari pemerintah juga tetap akan berlanjut.
Sementara untuk opsi kedua, pemerintah akan mengikuti petunjuk yang diberikan MK. Petunjuk itu akan diperoleh saat pemerintah berkonsultasi dengan MK secara kelembagaan. Lembaga yang dimaksud adalah Ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim konstitusi lainnya.
Mengikat sejak diucapkan
Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono Soeroso mengatakan, putusan MK berlaku dan memiliki kekuatan mengikat sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno pengucapan putusan. Hal itu tertuang dalam pertimbangan putusan nomor 112/PUU-XX/2022 yang dibacakan sebelumnya.
Dalam pertimbangan putusan halaman 117 dinyatakan, dengan mempertimbangkan masa jabatan pimpinan KPK saat ini yang akan berakhir pada 20 Desember 2023 atau lebih kurang enam bulan lagi, penting bagi mahkamah untuk segera memutus perkara untuk memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan yang berkeadilan.
”Mahkamah menyegerakan memutus perkara itu agar putusan memberikan kepastian dan kemanfaatan berkeadilan bagi pemohon dan keseluruhan pimpinan KPK saat ini,” kata Fajar.
Ia menambahkan, pimpinan KPK yang saat ini menjabat dengan masa jabatan empat tahun akan berakhir pada Desember 2023 diperpanjang masa jabatannya satu tahun ke depan, hingga genap menjadi lima tahun, sesuai dengan putusan MK. Menurut putusan 112/PUU-XX/2022, perubahan masa jabatan menjadi lima tahun juga berlaku bagi Dewan Pengawas KPK yang saat ini menjabat, dari semula empat tahun menjadi lima tahun.
Putusan yang mereformulasi masa jabatan pimpinan KPK itu dijatuhkan dalam sidang di MK, Kamis (25/5/2023), di Jakarta, atas perkara uji materi yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Dalam gugatannya, Ghufron meminta keadilan sebagaimana dijamin Pasal 27 dan 28D UUD 1945 agar masa jabatan pimpinan KPK sama dengan 12 lembaga nonkementerian lainnya, yakni lima tahun.
Mahkamah menyatakan, pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang terbatas selama empat tahun seperti diatur dalam Pasal 34 UU No 19/2019 itu melanggar prinsip keadilan. Sebab, pengaturan itu melanggar Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. MK membandingkan masa jabatan KPK dengan 12 lembaga nonkementerian yang memiliki constitutional importance, antara lain Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Ombudsman RI, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Yudisial, Lembaga Penjamin Simpanan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Otoritas Jasa Keuangan, Komisi Aparatur Sipil Negara, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilu.
Seluruh pimpinan lembaga tersebut memiliki masa jabatan lima tahun. Oleh karena itu, ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif, tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya.
Dalam pertimbangannya, MK juga menyebutkan, pengaturan masa jabatan pimpinan KPK merupakan kebijakan hukum dari pembentuk UU. Akan tetapi, prinsip kebijakan hukum terbuka (open legal policy) dapat disampingkan jika bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, dan menimbulkan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi. Mengacu beberapa hal itu, MK tak bisa lagi menyerahkan penentuan masa jabatan pimpinan KPK kepada pembentuk UU.