Majelis Hakim Pengadil Gugatan Prima Juga Tak Penuhi Panggilan KY
Komisi Yudisial akan kembali memanggil majelis hakim yang menangani gugatan Partai Rakyat Adil Makmur atau Prima, dan juga ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang tak memenuhi panggilan KY.
Oleh
IQBAL BASYARI, YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·2 menit baca
KOMPAS
Ilustrasi Partai Prima
JAKARTA, KOMPAS – Setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, majelis hakim yang menangani gugatan Partai Rakyat Adil Makmur atau Prima juga tidak memenuhi panggilan Komisi Yudisial. Komisi meminta kedua pihak tersebut bisa hadir memenuhi panggilan berikutnya untuk membuat terang laporan dari masyarakat yang diadukan ke komisi.
Majelis hakim dimaksud, T Oyong, H Bakri, serta Dominggus Silaban. Komisi Yudisial (KY) memanggil ketiganya, Selasa (30/5/2023). Namun, ketiganya tidak memenuhi panggilan KY.
Menurut Juru Bicara KY Miko Ginting, belum jelas alasan ketidakhadiran ketiganya. Ketiganya tidak memberi penjelasan kepada KY.
Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Liliek Prisbawono yang dipanggil KY pada Senin (29/5/2023), juga tidak hadir. Alasannya, ada kegiatan lain sehingga tak bisa hadir.
”Komisi Yudisial akan melakukan pemanggilan ulang,” ujar Miko Ginting melalui keterangan tertulis.
AYU NURFAIZAH UNTUK KOMPAS
Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting menerima laporan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih di kantor KY, Kramat, Senen, Jakarta Pusat, Senin (6/3/2023).
Miko berharap, para pihak yang dipanggil memenuhi panggilan di panggilan berikutnya. Forum etik dinilainya berguna bagi seluruh pihak. Hal ini membantu memberi penjelasan utuh terhadap laporan masyarakat akan isu ini.
Pemanggilan para pihak tersebut terkait laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim karena putusan majelis hakim dalam perkara gugatan Prima yang salah satunya berimplikasi pada penundaan Pemilu 2024.
Putusan itu diambil awal Maret lalu. Majelis hakim PN Jakpus memutuskan menerima seluruh gugatan Prima. Partai ini mengajukan gugatan karena tidak lolos dalam proses verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Majelis juga menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan perbuatan melawan hukum. Selain itu, KPU dihukum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari.
Putusan ini kemudian dibatalkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Menurut majelis hakim, substansi sengketa dalam pokok perkara itu berupa akibat diterbitkannya keputusan KPU, meski gugatan Prima berkaitan perbuatan melawan hukum seperti diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Oleh karena itu, secara substansi, hal itu adalah perbuatan melawan hukum oleh penguasa sehingga jadi kewenangan kompetensi absolut pengadilan tata usaha negara.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Hakim ketua Sugeng Riyono mengetuk palu seusai membacakan putusan banding dalam sidang perkara perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait tahapan Pemilu 2024 di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Namun, Prima tak puas dengan putusan itu sehingga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Berkasnya telah diterima Bagian Umum MA pada Jumat (26/5/2023).
Terkait pengajuan kasasi oleh Prima ini, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan kontra memori kasasi ke MA. KPU berupaya semaksimal mungkin agar kembali menang melawan Prima seperti saat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Ia optimistis jika MA akan memenangkan KPU. Sebab, gugatan perbuatan melawan hukum yang dituduhkan kepada lembaga negara bukanlah wewenang dari pengadilan negeri sehingga gugatan seharusnya tidak diterima. Hal tersebut bahkan sudah terbukti saat banding di PT DKI Jakarta.
”Itu yang salah satu kami sampaikan dalam kontra memori kasasi,” kata Hasyim.