Terkait Rekaman yang Diungkap Mahfud, Penyidik Sebut Kantongi Barang Bukti Elektronik
”Yang jelas kita itu kalau mengecek alat bukti itu dari keterangan saksi, juga barang bukti elektronik,” kata Kepala Subdit Penyidikan Korupsi dan Tindak Pidana Kejagung Haryoko Adi Prabowo.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung tidak membenarkan ataupun menyangkal adanya rekaman percakapan bagi-bagi proyek dalam kasus dugaan korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika 2020-2022. Namun, Kejaksaan Agung memastikan telah mengantongi barang bukti elektronik terkait dengan proyek tersebut. Saat ini, penyidik masih mendalami peran tersangka baru dalam perkara itu yang disebut sebagai penghubung pihak swasta dengan pejabat pemerintah.
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan, penyidik Kejaksaan Agung telah memegang bukti bahwa menara BTS 4G yang dibangun tidak sesuai target. Tidak hanya itu, menurut Mahfud, penyidik disebut memiliki rekaman percakapan pejabat penting saat membagi-bagikan proyek tersebut yang merupakan sadapan penyidik
Ketika dikonfirmasi, Kepala Subdirektorat Penyidikan Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung Haryoko Ari Prabowo, Kamis (25/5/2023), tidak membenarkan atau menampik adanya rekaman suara sebagaimana disebut Menko Polhukam. Menurut Prabowo, alat bukti yang dipegang penyidik, antara lain, berupa keterangan saksi dan barang bukti elektronik dan yang dimaksud dengan barang bukti elektronik bisa beragam, tidak hanya berupa rekaman suara.
”Kalau barang bukti elektronik itu di dalamnya ada apa, ya, itulah. Yang jelas kita itu kalau mengecek alat bukti itu dari keterangan saksi, juga barang bukti elektronik,” kata Prabowo.
Prabowo menampik ketika dikonfirmasi perihal rekaman percakapan pejabat Kementerian Kominfo dengan petinggi atau pihak yang terafiliasi dengan elite partai politik. Namun, ia memastikan bahwa penyidik mendalami setiap barang bukti elektronik yang ada.
Saat ini, lanjut Prabowo, penyidik masih mendalami peran tersangka Windy Purnama (WP). Windy disebut berasal dari pihak swasta dan tidak mewakili perusahaan atau korporasi tertentu dan dijerat dengan dugaan tindak pidana pencucian uang.
Menurut Prabowo, sejauh ini penyidik belum melihat afiliasi WP dengan perusahaan tertentu. Terkait keterlibatan Windy dalam tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut, penyidik masih mendalaminya. ”Dia ada kaitannya dengan tersangka tindak pidana pencucian uang yang lain, tersangka Irwan Hermawan. Masih didalami dan sementara baru dia (terkait dengan Irwan),” kata Prabowo.
Adapun sebelumnya, Kejagung sudah menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G Kemenkominfo, yakni Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan; Direktur Utama Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latief; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak; peneliti Human Development Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto; Account Director of Integrated Account Department Huawei Tech Investment Mukti Ali; dan terakhir bekas Menkominfo Johnny G Plate.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, Windy disebut sebagai orang kepercayaan dari Irwan. Windy diduga menjadi penghubung antara pihak swasta dan pejabat Kemkominfo dalam penyediaan infrastruktur menara BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya.
Adapun dalam perkara tersebut, terdapat tiga tersangka lain yang dijerat dengan dugaan tindak pidana pencucian uang. Mereka adalah Irwan, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak, serta Dirut Bakti Kemkominfo Anang Achmad Latief.
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman berpandangan, barang bukti elektronik sangat penting dalam proses penegakan hukum, terutama jika berupa rekaman. Hal itu dapat menunjukkan keterlibatan seseorang dalam suatu perkara. Di sisi lain, kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, yakni di Pasal 30C huruf i.
”Sehingga orang tidak ngeles lagi karena ada bukti komunikasi, ada bukti penyadapan,” kata Boyamin.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tibiko Zabar Pradano, berpandangan, barang bukti dalam bentuk apa pun sangat penting untuk dijadikan alat bukti atau bahan tambahan dalam proses penyidikan. Pernyataan Menko Polhukam tentang adanya rekaman ataupun informasi lainnya patut didalami oleh penyidik, khususnya untuk mengungkap arah aliran dana dalam kasus tersebut.
”Saat ini prosesnya perlu ditingkatkan dalam konteks dugaan pidana pencucian uang. Maka, kami berharap pelibatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk melihat aliran dana, ke mana saja uang itu mengalir,” kata Tibiko.
Di sisi lain, lanjut Tibiko, penyidik diharapkan juga mendalami informasi terkait dana yang disebut mengalir ke partai politik. Penyidik dinilai tetap bisa berada pada jalur penegakan hukum tanpa harus terseret masuk pada isu politik dengan bertindak profesional. akuntabel, dan transparan dalam menangani kasus ini.