Dinilai Tak Berhak Berikan Perintah, Banding Bekas Anak Buah Ferdy Sambo Ditolak
Majelis hakim PT DKI Jakarta kuatkan putusan PN Jaksel terhadap Hendra dan Agus, terdakwa perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J. Hakim menilai Hendra tak berhak memerintah untuk amankan rekaman kamera pemantau.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding yang diajukan bekas anak buah Ferdy Sambo, yakni Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria. Majelis hakim menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap keduanya dalam kasus perintangan penyidikan terkait pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Salah satu pertimbangannya, majelis hakim menilai Hendra tidak berhak memberikan perintah untuk mengamankan rekaman kamera pemantau di pos keamanan Kompleks Polri Duren Tiga, rumah Ferdy Sambo, tempat Nofriansyah dibunuh.
Dengan demikian, Hendra tetap harus menjalani hukuman 3 tahun penjara dan Agus tetap dihukum 2 tahun penjara.
Putusan banding terhadap Hendra dan Agus masing-masing dibacakan majelis hakim dalam persidangan terpisah di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Rabu (10/5/2023). Sidang itu tak dihadiri terdakwa, jaksa penuntut umum, dan penasihat hukum terdakwa.
Majelis hakim yang diketuai Nelson Pasaribu dengan didampingi hakim anggota Tony Pribadi dan Sugeng Hiyanto memutuskan menolak memori banding yang diajukan Hendra. Dalam amar putusannya, majelis hakim sependapat dengan majelis hakim tingkat pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang berpendapat bahwa Hendra terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak memindahkan informasi elektronik milik publik secara bersama-sama.
Pertimbangan majelis hakim tingkat pertama juga dinilai sudah tepat dan benar sehingga pertimbangannya diambil alih dan dijadikan sebagai pertimbangan majelis hakim tingkat banding. ”Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 27 Februari 2023 yang dimohonkan banding tersebut,” kata Nelson.
Pertimbangan majelis hakim tingkat pertama juga dinilai sudah tepat dan benar sehingga pertimbangannya diambil alih dan dijadikan sebagai pertimbangan majelis hakim tingkat banding.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim banding menilai bahwa perintah Hendra terhadap Agus untuk mengecek dan mengamankan rekaman kamera pengawas di pos keamanan Kompleks Polri Duren Tiga merupakan perintah yang berada di luar kewenangannya sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Seharusnya tugas dan kewenangan tersebut dilakukan oleh fungsi Reserse Kriminal, bukan Paminal Divisi Propam Polri.
Hal itu sekaligus membuktikan bahwa Hendra tidak berhak memberikan perintah tersebut. Sementara ketika perintah itu diberikan Hendra, pada saat itu penyelidikan juga sedang dilakukan oleh Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan.
Terkait dengan pemberian perintah tersebut oleh mantan atasan Hendra, yakni Ferdy Sambo yang kala itu menjabat Kepala Divisi Propam Polri, Hendra semestinya mengetahui bahwa perintah itu di luar tugas dan kewenangannya serta melawan norma hukum. Namun, Hendra terbukti sama sekali tidak menolak perintah Sambo.
”Berdasarkan hal-hal di atas, majelis hakim tingkat banding berpendapat bahwa keberatan penasihat hukum terdakwa dalam memori banding tidak beralasan dan tidak berlandaskan hukum sehingga harus ditolak,” kata Nelson.
Demikian pula dalam sidang putusan banding terhadap Agus, majelis hakim yang diketuai Sugeng menyatakan bahwa surat perintah penyelidikan yang dikeluarkan Hendra dan dijadikan dasar untuk melakukan pengecekan dan pengamanan rekaman kamera pemantau oleh Agus merupakan surat perintah yang di luar kewenangan Hendra selalu Kepala Biro Paminal Propam Polri. Sebab, kewenangan yang terkait tindak pidana pembunuhan merupakan tugas dari bagian Reserse Kriminal Polri.
Rangkaian pemindahan rekaman kamera pemantau, melakukan duplikasi, hingga menghapus rekaman oleh bawahan Agus dinilai sebagai bentuk kehendak dan pengetahuan Agus untuk secara bersama-sama dengan sengaja dan tanpa hak memindahkan informasi elektronik milik publik.
”Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 27 Februari yang dimintakan banding tersebut,” kata hakim ketua.