Lobi untuk Pilpres Kian Intens, Parpol Mencari Peluang Terbaik
Tak adanya preferensi khusus dari Presiden Joko Widodo untuk Pemilihan Presiden 2024 saat bertemu enam ketua umum partai politik, diprediksi bakal mengintensifkan lobi antarpartai.
> Pada Rabu (3/5/2023), terjadi pertemuan antarelite PKB dan Golkar, serta PKB dan Demokrat.
> Partai politik saling menggoda untuk bergabung dalam koalisinya.
> Presiden Jokowi disebut mendorong parpol pendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin tetap menjadi barisan pemerintah pada pemerintahan berikutnya.
JAKARTA,KOMPAS - Lobi politik untuk membangun koalisi partai politik menghadapi Pemilihan Presiden 2024 terus berlanjut. Parpol berusaha mencari peluang terbaik, terutama agar figur yang diusung bisa menjadi bakal calon presiden atau wakil presiden, sekaligus memenangi pemilihan. Terlebih dalam pertemuan dengan enam ketua umum partai pendukung pemerintahan, Presiden Joko Widodo tidak menunjuk tokoh tertentu sebagai preferensinya untuk maju di pemilihan.
Pertemuan antarketua umum parpol berlanjut pada Rabu (3/5/2023). Kali ini, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bertemu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Malam harinya, Muhaimin menemui Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono di Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam pertemuan antara Airlangga dan Muhaimin, keduanya menyepakati agar Partai Golkar dan PKB menjadi penggerak pembentukan koalisi besar melalui pembentukan tim pemenangan. Koalisi besar yang dimaksud adalah penggabungan Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar-PAN-PPP) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Gerindra-PKB).
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengakui, langkah pembentukan koalisi besar merupakan salah satu upaya untuk memperbesar peluang bagi Airlangga masuk ke bursa capres 2024. Partai wajib mengupayakan hal ini karena Musyawarah Nasional Partai Golkar 2019 telah memberikan mandat kepada Airlangga untuk menjadi bakal capres Partai Golkar.
Baca juga: Golkar-PKB Bentuk Tim untuk Percepat Pembentukan Koalisi Besar
Selain menjadi pakem untuk menentukan arah Partai Golkar dalam pembentukan koalisi, hasil Munas 2019 itu juga menjadi bekal Golkar saat berkomunikasi dengan partai lain.
Muhaimin yang mendapat mandat untuk menjadi capres berdasarkan hasil Muktamar PKB 2019 pun mengungkapkan hal serupa. Menurut dia, kerja sama antarparpol yang dijajaki PKB tidak terlepas dari upaya untuk menyimulasikan pasangan bakal capres dan bakal cawapres hingga ada keputusan final. Dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), misalnya, Muhaimin menyimulasikan dirinya berpasangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Dengan Partai Golkar, ia pun menyimulasikan dirinya berpasangan dengan Airlangga.
Simulasi-simulasi itu, kata Muhaimin, tak menutup berbagai peluang pasangan capres-cawapres. Itu merupakan proses yang masih akan berjalan hingga pendaftaran capres dan cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Oktober mendatang.
Selain Airlangga dan Muhaimin yang dijagokan parpol masing-masing, ada pula sejumlah tokoh potensial untuk menjadi bakal capres. Tokoh tersebut adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang telah dideklarasikan sebagai bakal capres PDI Perjuangan pada 21 April lalu dan Anies Baswedan, bakal capres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (Nasdem-Demokrat- Partai Keadilan Sejahtera). Selain itu, Prabowo yang mendapatkan mandat dari Rapat Pimpinan Nasional Gerindra, Agustus 2022, untuk menjadi capres.
Saling menggoda
Seusai pertemuan antara Muhaimin dan Yudhoyono, Agus menyampaikan, dalam pertemuan, setiap pihak saling memengaruhi untuk bisa bergabung dalam koalisi. PKB mengharapkan Demokrat bergabung dengan KKIR. Sebaliknya, Demokrat mendorong PKB bergabung dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
”Tak ada upaya terlalu berlebihan untuk saling memengaruhi, masing-masing saling bercerita, untuk saling mempertimbangkan,” ujar Agus.
Muhaimin sempat menepis bahwa pihaknya mencoba untuk memengaruhi Demokrat. Namun, belakangan, ia justru mengakuinya. ”Namanya koalisi harus saling menggoda, siapa tahu kan, supaya memperbanyak teman,” katanya.
Muhaimin menyampaikan, dari awal berusaha untuk menambah jumlah anggota parpol dalam KKIR. Selain mencoba mendekati Koalisi Indonesia Bersatu, ia juga memengaruhi parpol lain, termasuk Demokrat. ”Setelah ketemu (Agus), ternyata imannya kuat. Karena imannya kuat, ya saya harus hati-hati ngomong-nya. Akhirnya, saya belum melamarlah, karena ternyata imannya masih kuat. Nanti kita tunggu, semoga setelah saya pulang, imannya goyah,” ucapnya.
Baca juga: Adu Siasat Mengikat Koalisi Partai Politik
Meski setiap pihak hingga kini masih menyatakan konsisten dalam koalisinya, mereka bersepakat untuk terus berkomunikasi.
Preferensi Jokowi
Dihubungi secara terpisah, Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo melihat, intensitas lobi antarelite akan meningkat setelah enam ketua umum parpol bertemu dengan Presiden Jokowi, Selasa (2/5).
Sebab, berdasarkan informasi yang ia peroleh, dalam pertemuan, Jokowi tidak menunjuk satu kandidat secara khusus sebagai preferensinya. Padahal, sebagai presiden dua periode yang hingga saat ini masih memiliki basis massa pendukung loyal, Jokowi memiliki pengaruh besar dalam penentuan capres 2024.
Tak adanya preferensi khusus dari Presiden otomatis membuka kesempatan bagi setiap parpol untuk mencari peluang terbaik, baik memperjuangkan figur usulannya maju sebagai capres maupun cawapres. Hal tersebut otomatis bakal mendorong banyak pertemuan dan lobi antarelite.
Baca juga: Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Sederet Opsi Penentu Kemenangan Pilpres
Tak terkecuali PAN, yang mengupayakan agar figur usulan partainya bisa maju sebagai bakal cawapres. Figur dimaksud adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Erick diperjuangkan karena ia dekat dengan PAN.
Sementara itu, menurut Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy, dalam pertemuan bersama para ketua umum parpol, Presiden mendorong parpol pendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin tetap menjadi barisan pemerintah pada pemerintahan berikutnya.
”Ini maknanya, dorongan terwujudnya koalisi besar itu ada. Itu skenario pertama,” ujarnya. Skenario kedua, tokoh-tokoh potensial capres dalam parpol koalisi pendukung pemerintahan tetap maju di Pilpres 2024. Namun, setelah kontestasi, semua bersatu.
Di Bantul, Yogyakarta, saat halalbihalal dengan Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya, Prabowo menyampaikan, dalam pertemuan dengan Jokowi dan lima ketua umum parpol lainnya, Presiden mengingatkan tentang posisi Indonesia yang berpotensi menjadi negara maju. Untuk mencapainya, para pemimpin harus kompak. Ini termasuk dalam Pemilu 2024. Perbedaan pilihan politik jangan sampai memecah belah bangsa.