Partai Buruh Tolak Berkoalisi dengan Parpol Pendukung UU Cipta Kerja
Hingga kini, belum ada bakal capres yang dinyatakan didukung oleh Partai Buruh. Begitu pula kerja sama politik untuk Pilpres 2024, belum diputuskan.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski belum berhak mengusung pasangan bakal calon presiden-wakil presiden di Pemilihan Presiden 2024, partai politik baru tak ingin ketinggalan dalam gegap gempita pencalonan presiden.
Partai Buruh, misalnya, berencana menggelar serangkaian tahapan untuk memutuskan bakal calon presiden yang didukung dalam pemilihan presiden. Bukan hanya itu, partai ini juga menolak berkoalisi dengan partai pendukung pengesahan UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam gelaran acara May Day Fiesta untuk memperingati Hari Buruh Internasional 2023, di Istora Senayan, Jakarta, Senin (1/5/2023), menyampaikan, tahapan pertama adalah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Buruh yang telah berlangsung pada Januari 2023.
Saat itu, Rakernas memunculkan empat nama bakal capres yang layak didukung. Selain dirinya, ada nama Gubernur Jawa Tengah yang juga bakal capres PDI-P Ganjar Pranowo, bakal capres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (Partai Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera), dan jurnalis Najwa Shihab.
Setelah itu, Partai Buruh akan menggelar konvensi pada Juni-Juli 2023. Dalam konvensi ini, 100.000 kuesioner akan disebar ke semua anggota dari 11 organisasi serikat buruh untuk menentukan bakal capres yang layak didukung Partai Buruh.
Selain itu, Partai Buruh akan mengadakan diskusi panel yang terdiri dari 10 guru besar dari 10 kampus serta mencermati pula hasil lembaga survei resmi. Selanjutnya, barulah Partai Buruh akan mengadakan rapat hasil konvensi pada Juli-Agustus mendatang, sekaligus menentukan capres yang akan didukung.
Meski belum diputuskan, pihaknya tidak akan berkoalisi dengan partai politik (parpol) yang mendukung pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, termasuk bakal capres yang diusung melalui koalisi partai tersebut.
”Kami tidak akan berkoalisi dengan parpol yang mengesahkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Partai Buruh hanya berkoalisi dengan capres yang akan dipilih melalui rakernas, konvensi Partai Buruh, dan presidium. Belum diputuskan Ganjar Pranowo,” tegas Iqbal.
Untuk diketahui, saat pengesahan UU Cipta Kerja, dari sembilan parpol di parlemen, dua di antaranya menolak pengesahan, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Kedua partai itu, bersama dengan Partai Nasdem, kini berkoalisi dan mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal capresnya.
Di luar soal pencalonan presiden, Partai Buruh juga menolak penggunaan politik hoaks dan fitnah dalam pemilu. ”Partai buruh mengharamkan politik fitnah, politik hoaks, dan politik-politik yang mengecilkan martabat orang,” kata Said.
Partai Buruh merupakan salah satu parpol baru yang mengikuti Pemilu 2024. Adapun mengacu Undang-Undang Pemilu, pencalonan presiden-wakil presiden hanya bisa oleh parpol atau gabungan parpol yang telah ikut di pemilu sebelumnya. Ini salah satunya ditegaskan dalam Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur soal ambang batas pencalonan presiden-wapres.
Pasal itu berbunyi, ”Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya”.
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpendapat, pilihan Partai Buruh patut diapresiasi sebagai perjuangan politik yang mestinya dapat menjadi pembeda dengan partai lain. Publik kemudian akan menilai konsistensi sikap politik Partai Buruh di Pemilu 2024, apakah benar-benar ditegakkan atau sekadar bunga kampanye.
”Partai memang harus menjauhi pragmatisme politik dan menunjukkan garis ideologi yang jelas. Konsistensi itu dibutuhkan di masa pemilu dan pascapemilu, ketika Partai Buruh sudah menjadi bagian dari parlemen,” ujar Titi.
Lebih lanjut, kata Titi, dengan sikap politik Partai Buruh yang tegas, partai tersebut akan mendapatkan pendukung (captive market) tersendiri. Hal ini justru menjadi identitas politik yang menonjol dan pembeda dengan partai lain.