Presiden: Bersama Para Pekerja, Kita Bangun Usaha dan Memajukan Bangsa
Peran pekerja membentang dari lingkup dunia usaha, keluarga, hingga bangsa. Peningkatan keahlian dan kompetensi pekerja juga semakin dibutuhkan di tengah era teknologi 5.0 serta kompetisi global.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tepat pada Hari Buruh Internasional, Senin (1/5/ 2023), Presiden Joko Widodo menuturkan peran para pekerja di dunia usaha, keluarga, dan bangsa. Kerja keras dan terampil pun, disebutkan Kepala Negara, akan menjadikan hidup lebih baik dibanding hari kemarin.
Akun Instagram resmi Presiden Joko Widodo pada Senin (1/5/2023) mengunggah tampilan poster bertema ucapan Selamat Hari Buruh Internasional. Figur dari berbagai profesi tergambar di sana, mulai pekerja pengerasan jalan, tukang yang melapis semen bangunan, kurir, hingga karyawan pengepakan.
Narasi singkat berlatar kondisi pandemi yang melandai pun menyertai unggahan tersebut. ”Pandemi global telah melandai, perekonomian pun bergerak lagi. Bersama para pekerja yang telah bergiat sejak pagi, kita membangun usaha, membahagiakan keluarga, dan memajukan bangsa. Dengan kerja keras dan terampil, hidup kita hari ini akan lebih baik dari hari kemarin,” kata Presiden Jokowi.
Bersama para pekerja yang telah bergiat sejak pagi, kita membangun usaha, membahagiakan keluarga, dan memajukan bangsa. Dengan kerja keras dan terampil, hidup kita hari ini akan lebih baik dari hari kemarin.
Arti penting hari Buruh pun disampaikan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Fajar Dwi Wisnu Wardhani. Hari Buruh dinilainya menjadi momentum bagi pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh untuk meningkatkan solidaritas dan kesejahteraan.
Selain itu, menurut Fajar, pekerja atau buruh juga harus memiliki peran yang lebih signifikan dalam menjaga stabilitas sosial, ekonomi, politik, dan investasi di Indonesia. Pekerja atau buruh merupakan elemen utama dalam pembangunan.
Terkait hal tersebut, Presiden Jokowi selalu mendengarkan dan terus membangun komunikasi mendalam dengan pekerja atau buruh. Hal itu di antaranya dapat dilihat dari proses perubahan pada Undang-Undang Cipta Kerja.
”Dalam proses perubahan UU Ciptaker, Presiden sangat memperhatikan proses komunikasi dan koordinasi, serta menyerap aspirasi semua elemen. Dan, salah satu yang utama adalah unsur pekerja,” kata Fajar melalui siaran pers Kantor Staf Presiden di Jakarta, Senin (1/5/2023).
Menurut Fajar, Presiden Jokowi juga sangat memperhatikan dan berusaha memenuhi kebutuhan serikat pekerja maupun serikat buruh demi menjaga berjalannya rencana pembangunan nasional. Hal itu dibuktikan dengan terbitnya aturan terkait pelindungan dan peningkatan kompetensi pekerja ataupun buruh.
Dia mencontohkan, terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 soal Jaminan Sosial untuk Pekerja, Peraturan Presiden (Perpres) No 68/2022 tentang Peningkatan Kapasitas dan Skill Melalui Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi, serta Undang-Undang No 18/2017 terkait Pelindungan untuk Pekerja Migran Indonesia. ”Dan, saat ini sedang disiapkan aturan pelindungan untuk PPRT (perlindungan pekerja rumah tangga),” ujar Fajar.
Fajar menilai, saat ini pekerja atau buruh telah memiliki peran sangat signifikan di dalam politik. Terkait hal tersebut, pekerja atau buruh diharapkan ikut menjaga stabilitas dan keseimbangan, terutama tahun politik 2023-2024. ”Apa pun upaya yang dilakukan untuk mendorong kepentingan pekerja atau buruh sebaiknya disampaikan dengan baik dan terkoordinasi. Kita jaga bersama stabilitas tahun politik ini,” ujarnya.
Apa pun upaya yang dilakukan untuk mendorong kepentingan pekerja atau buruh sebaiknya disampaikan dengan baik dan terkoordinasi. Kita jaga bersama stabilitas tahun politik ini.
Secara terpisah, saat dimintai pandangan, Sekretaris Eksekutif Labor Institute IndonesiaAndy William Sinaga menunjukkan sejumlah perbaikan kesejahteraan buruh atau pekerja di era pemerintahan Jokowi dan Ma'ruf Amin. Perbaikan dimaksud, antara lain, para pekerja atau buruh yang kehilangan pekerjaan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) dijamin melalui Peraturan Pemerintah 37/2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Sistem pengupahan saat ini, menurut Andy, juga mulai membaik dengan semakin menurunnya gejolak atau perselisihan hubungan industrial dan relokasi industri akibat kenaikan upah. Hal ini karena sistem pengupahan secara nasional telah dilakukan perbaikan melalui PP 36/2021 tentang Pengupahan.
Peningkatan kemampuan
Teknologi industri 5.0 yang menitikberatkan pada integrasi teknologi canggih dengan mekanisme kecerdasan manusia dan teknologi robot yang mendorong perkembangan sistem produksi lebih efisien, fleksibel, dan berkelanjutan saat ini masif diterapkan dunia industri.
”Oleh karena itu, pemerintah perlu mempersiapkan sumber daya manusia yang link and match dengan dunia industri. Artinya, buruh atau pekerja Indonesia perlu upgrade skill dan kompetensinya sehingga dapat bersaing di pasar global,” ujar Andy.
Labor Institute Indonesia pun menyarankan agar gerakan serikat buruh atau serikat pekerja jangan berkutat pada sisi upah dan outsourcing, tetapi harus maju dalam isu peningkatan kemampuan dan kompetensi para pekerja atau buruh agar tidak tergerus dengan industri 5.0 yang saat ini sudah semakin masif tersebut.
”Menurut kami, sudah ada perbaikan dari sisi kebebasan berserikat dan berunding. Mekanisme tripartit sudah semakin ada perbaikan, perlindungan jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan sudah semakin baik dalam melindungi kesejahteraan buruh. Tinggal bagaimana buruh atau pekerja dapat bekerja secara profesional, mandiri, dan disiplin sehingga para pekerja atau buruh tersebut dapat terhindar dari ’ancaman’ kehilangan pekerjaan,” ujar Andy.
Sedikit kritikan tentang eksistensi serikat buruh di Hari Buruh, menurut Andy, adalah semakin banyaknya jumlah serikat buruh karena fragmentasi atau perpecahan di antara organisasi serikat buruh atau serikat pekerja. Di sisi lain, jumlah pekerja atau buruh yang menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 hanya 12 persen atau kira-kira hanya 12 dari 100 pekerja.
”Nah, menurut Labor Institute Indonesia, ini merupakan tantangan bagi serikat buruh. (Hal ini) karena (dengan) adanya perpecahan di kalangan serikat buruh, tingkat kepercayaan buruh dalam berorganisasi semakin menurun. Ini perlu menjadi internal kritik bagi kalangan serikat buruh atau serikat pekerja di Indonesia,” kata Andy.