Cawapres Diprediksi Bakal Menentukan Kemenangan di Pemilu 2024
Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan, pada 14 Februari 2024 nanti akan jadi hari penghakiman untuk pasangan yang salah memilih cawapres. Apalagi, bagi pasangan yang cawapresnya tidak berdampak secara elektoral.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tiga magnet dalam Pemilihan Umum 2024, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan, tidak ada yang memiliki tingkat elektabilitas 60 persen sebagai calon presiden. Hal ini membuat posisi calon wakil presiden menjadi kunci pemenangan pemilu mendatang. Di sisi lain, seluruh koalisi tampak masih sibuk menentukan pendamping bakal capres masing-masing.
”Tanggal 14 Februari 2024 nanti akan jadi hari penghakiman untuk pasangan yang salah memilih cawapres. Apalagi, bagi pasangan yang cawapresnya tidak berdampak secara elektoral,” ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno saat dihubungi di Jakarta, Kamis (27/4/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Tiga tokoh utama yang kerap disebut dalam bursa bakal capres, lanjut Adi, tidak ada yang memiliki tingkat elektabilitas yang aman, yakni 60 persen. Hal ini secara tidak langsung memberi ruang bakal cawapres untuk menjadi perekat koalisi mendatang.
Selain itu, sejumlah nama yang dinilai cocok sebagai bakal cawapres juga kerap dipromosikan. Mereka, antara lain,Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
”Dalam tatanan ideal, koalisi seharusnya dibangun berdasarkan kesamaan visi, isu, dan kepentingan. Namun, di Indonesia sering kali hanya sekadar membuka ruang bagi ketua umum partai politik untuk maju dalam pemilihan presiden,” ucap Adi.
Hingga kini hanya PDI-P yang memiliki tiket pencalonan dan menentukan bakal capres dan cawapresnya sendiri tanpa koalisi dengan parpol lain. PDI-P telah mengusung Ganjar sebagai capres. Pengusungan Ganjar sebagai capres itu juga telah memperoleh dukungan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Untuk Ganjar sudah pasti. Namun, Prabowo dan Anies masih harus berkompromi dengan partai anggota koalisinya masing-masing untuk memperoleh tiket sebagai capres.
Namun, bakal capres lainnya masih memerlukan negosiasi antar-parpol pengusungnya. Seperti halnya Gerindra, meski telah mengusung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres, harus memperhatikan parpol rekan koalisinya di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), yakni Partai Kebangkitan Bangsa. Dalam hal ini PKB pun telah mengusung Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres.
Demikian pula untuk Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), yang telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres. Untuk menentukan pendamping bagi Anies, ketiga parpol itu perlu bernegosiasi karena Partai Demokrat juga menginginkan ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai cawapres.
”Untuk Ganjar sudah pasti. Namun, Prabowo dan Anies masih harus berkompromi dengan partai anggota koalisinya masing-masing untuk memperoleh tiket sebagai capres,” ungkap Adi.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, pasangan bakal capres dan cawapres dari KKIR akan diputuskan dan diumumkan oleh masing-masing ketua umum, yakni Prabowo serta Muhaimin.
Sementara itu, Juru Bicara PPP Usman M Tokan menuturkan, partainya telah memutuskan untuk mendukung Ganjar sebagai bakal capres dan kini tengah fokus dalam urusan pencalonan legislatif. ”Urusan pilpres akan dibahas setelah koalisi terbentuk,” katanya.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKS Mardani Ali Sera menyebutkan, kini KPP tengah berkutat dengan penentuan bakal cawapres. Dalam hal ini, KPP mencari calon yang dapat menambah elektabilitas dan mampu penetrasi di dua basis kultural, yakni Jawa dan Nahdlatul Ulama.
”Sedang dicari (bakal cawapres) yang ideal. Kami juga mencari calon yang mampu menarik generasi milenial untuk terlibat sebagai aktor perubahan. Selain itu, mampu mengakomodasi basis pemilih emak-emak militan agar rasional dan tidak emosional,” ujar Mardani.