Dito Mahendra Juga Bisa Jadi Tersangka Kasus Pencucian Uang
Setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus kepemilikan senjata api ilegal, Dito Mahendra dinanti kasus hukum lain yang diusut KPK, yakni dugaan keterlibatan dalam perkara pencucian uang oleh bekas Sekretaris MA Nurhadi.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Dito Mahendra sebagai tersangka dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal. Kepemilikan senjata itu terungkap saat Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah rumah Dito. Tak hanya tersangka dalam kasus tersebut, Dito juga berpotensi ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian uang yang melibatkan bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Djuhandhani Rahardjo Puro, Senin (17/4/2023), mengatakan, penyidik telah tuntas melakukan gelar perkara terkait kepemilikan senjata api oleh Dito. Gelar perkara dihadiri beberapa perwakilan unsur Polri, yakni dari Inspektorat Pengawasan Umum, Divisi Hukum, Divisi Profesi dan Pengamanan, serta Biro Pengawasan Penyidikan Polri.
”Peserta gelar perkara sepakat untuk menaikkan status Dito Mahendra dari saksi menjadi tersangka,” kata Djuhandhani.
Dito diketahui memiliki 15 pucuk senjata api ilegal saat KPK menggeledah rumahnya di kawasan Jakarta Selatan, pertengahan Maret lalu. Penggeledahan tersebut terkait dugaan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan bekas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Dari 15 senpi yang ditemukan, terdapat 9 senpi yang tidak berizin atau ilegal. Kesembilan senpi tersebut adalah 1 pucuk pistol Glock 17; 1 pucuk Revolver S&W; 1 pucuk pistol Glock 19 Zev; 1 pucuk pistol Angstatd Arms; 1 pucuk senapan Noveske Refleworks; 1 pucuk senapan AK 101; 1 pucuk senapan Heckler & Koch G 36; 1 pucuk pistol Heckler & Koch MP 5; serta 1 pucuk senapan angin Walther.
Sebelumnya, Dito dua kali mangkir dari panggilan penyidik Bareskrim Polri. Selain itu, senpi tersebut dikatakan memiliki dokumen kepemilikan yang dikeluarkan Kodam IV/Diponegoro. Namun, setelah dicek, hal itu tidak benar.
”Tidak perlu kita panggil. Penyidik sedang mencari yang bersangkutan dengan dilengkapi surat perintah membawa,” kata Djuhandhani.
Meski demikian, Djuhandhani meminta agar Dito bersikap kooperatif dan mengikuti proses hukum yang ada. Dalam kasus kepemilikan senpi ilegal tersebut, Dito dijerat dengan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Djuhandhani juga mengingatkan pihak-pihak yang membantu Dito bersembunyi akan dijerat dengan pidana.
”Dan bagi pihak-pihak yang membantu persembunyian tersangka sehingga menyebabkan terganggunya proses penegakan hukum, atau menghalang-halangi penegakan hukum, akan kami proses sesuai aturan yang berlaku. Ingat, ada sanksi hukumnya,” ujarnya.
KPK mengapresiasi investigasi yang ditempuh Bareskrim Polri hingga menetapkan Dito sebagai tersangka.
Mengenai dugaan keterlibatan Dito dalam perkara tindak pidana pencucian uang yang melibatkan Nurhadi, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan, hingga kini status Dito masih sebagai saksi. ”Namun, masih ada peluang untuk Dito ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan NHD (Nurhadi) apabila cukup bukti,” ujarnya.
Menurut pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, memiliki senjata api tanpa izin dapat dihukum berat. Terlebih jika Dito yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tak kunjung menyerahkan diri.
Bambang mengutip Pasal 1 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Darurat No 12/1951 yang menyatakan, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.
”Bareskrim Polri sudah bisa memasukkan Dito dalam daftar pencarian orang (DPO). Melihat kemampuan Polri saat ini, tentu tidak sulit untuk segera menangkapnya,” ujarnya.