Polri Kembali Paling Banyak Diadukan Melanggar HAM
Selain banyak diadukan, Komnas HAM menilai Polri menggunakan kekerasan berlebih selama 2022, seperti pada kasus Wadas (Jateng) dan Tragedi Kanjuruhan (Jatim). Komnas HAM juga menyoroti perbudakan modern.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama tahun 2022, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menerima 3.190 aduan dari masyarakat. Instansi yang paling banyak diadukan adalah Polri, sekitar 27 persen dari aduan yang diterima atau sebanyak 861 aduan.
Ketua Komnas HAMAtnike Nova Sigiro, dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan 2022, Rabu (12/4/2023), mengatakan, selain banyak dari sisi kuantitas, kekerasan berlebihan yang dilakukan Polri juga menjadi kasus yang menonjol selama tahun 2022. ”Kekerasan Polri kepada warga Wadas (Jawa Tengah) dan Tragedi Kanjuruhan (Jawa Timur) termasuk kasus-kasus yang mendapat perhatian masyarakat,” kata Atnike.
Dalam dua kekerasan yang menonjol tersebut, Polri dianggap menggunakan kekerasan yang berlebihan. Hal ini membuat masyarakat kehilangan hak atas rasa aman. Polri diminta melakukan evaluasi dalam langkah-langkah pengamanannya. Dalam kasus Wadas, juga ada pelanggaran hak masyarakat dalam berpartisipasi dan pengambilan kebijakan serta ada masalah tata kelola dan tanggung jawab korporasi dalam kasus di Kanjuruhan.
Berdasarkan catatan Kompas, banyak pengaduan pelanggaran HAM oleh Polri yang diterima Komnas HAM telah terjadi beberapa tahun terakhir. Tahun 2021, dari 2.721 pengaduan, 24,3 persen adalah Polri sebagai instansi yang paling banyak diadukan. Pada 2020, dari 2.841 kasus, kembali Polri mendapat peringkat teratas dengan jumlah aduan 758 kasus atau 26,7 persen. Demikian juga pada 2019, Polri berada di posisi teratas dengan 744 kasus.
Atnike juga menyampaikan, selama 2022, selain Polri, institusi yang paling banyak diadukan adalah pemerintah pusat dan korporasi. Jumlah aduan terkait dengan pemerintah pusat sebanyak 494 aduan dan perusahaan atau korporasi sebanyak 373 aduan. Substansi aduan bervariasi dari pelanggaran hak atas kesejahteraan (993 kasus), hak memperoleh keadilan (987) kasus, dan hak atas rasa aman (242) kasus.
”Untuk daerah, pengaduan paling banyak datang dari warga DKI Jakarta,” kata Atnike.
Atnike memaparkan, dari pengaduan-pengaduan itu memang ada beberapa kasus yang menonjol dan mendapat perhatian masyarakat. Ia menilai, masalah perbudakan modern dan perdagangan di rumah pribadi bupati Langkat sangat mendapat perhatian masyarakat. Adapun tiga kasus menonjol lainnya yang melibatkan Polri adalah pembunuhan Brigadir J serta kekerasan di Wadas dan Kanjuruhan.
Mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan, potensi pelanggaran HAM dalam tahun 2023-2024 harus diantisipasi. Adanya pemilu serentak bisa memicu banyak hal. HAM harus dikemukakan agar terjadi pemilu yang adil, bebas, dan demokratis dalam konteks global yang secara umum ada degradasi demokrasi.
”Pekerjaan Komnas HAM bukan hal yang mudah. Upaya mainstreaming (pengarusutamaan) HAM untuk negara sebesar Indonesia sangat tidak mudah,” katanya.
Hassan juga mengingatkan masalah-masalah perdagangan orang (trafficking) warga negara Indonesia yang berujung pada perbudakan. Ia mengatakan, perbudakan modern masih dialami banyak warga negara Indonesia terutama saat berada di luar negeri.
Melihat situasi HAM pada periode sebelumnya, komisioner HAM pada periode ini membuat sembilan isu prioritas Komnas HAM. Sembilan isu itu adalah pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM di Papua, konflik agraria, kelompok marjinal, seperti pekerja migran, masyarakat adat dan asisten rumah tangga; perlindungan bagi pembela HAM, kebebasan beragama dan berkeyakinan, bisnis dan HAM, antisipasi Pemilu 2024 dan pemantauan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) 2022-2024.