Kepala Kantor Pajak Jakarta Timur Wahono Kembali Diperiksa KPK
Untuk kedua kalinya, Kepala Kantor Pajak Jaktim Wahono diperiksa KPK terkait LHKPN. Aktivis korupsi ingatkan agar KPK melacak seluruh aset Wahono, termasuk aset atas nama orang lain seperti ditemukan pada kasus Rafael.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk kedua kalinya, Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (12/4/2023), untuk mengklarifikasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara miliknya. Sebelumnya, selain diperiksa terkait LHKPN, Wahono juga diperiksa sebagai saksi dalam penyelidikan dugaan korupsi bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo.
”Benar, hari ini Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPNKPK kembali mengundang saudara Wahono Saputro untuk melanjutkan permintaan klarifikasi,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding.
Wahono tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pukul 08.50, dengan mengenakan kemeja berwarna biru dan menenteng tas hijau, kemudian duduk di ruang tunggu Gedung KPK. Tak lama kemudian, dia masuk ruang pemeriksaan pada pukul 09.05 dan keluar pada pukul 12.19.
Saat ditemui sebelum dan sesudah pemeriksaan, Wahono masih bungkam dan enggan menjelaskan maksud kedatangannya di Gedung Merah Putih KPK. Dia juga tidak menjawab saat ditanya soal kepemilikan saham istrinya di perusahaan yang sama seperti dimiliki oleh istri Rafael.
Merujuk catatan Kompas, istri Wahono diketahui memiliki saham di salah satu perusahaan milik istri Rafael. Hal ini sudah diklarifikasi KPK pada pemeriksaan pertama pada pertengahan Maret lalu (Kompas.id, 14/3/2023).
Menurut Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, pemeriksaan kali ini berfokus pada LHKPN milik Wahono dan temuan KPK perihal data keuangan. Namun, data keuangan itu tidak dijelaskan lebih lanjut oleh Pahala.
KPK tidak boleh lengah dalam melacak aset yang dimiliki oleh Wahono. Sebab, tetap ada potensi kepemilikan saham atas nama orang lain. Dalam hal ini, dia menyinggung kasus Rafael yang kepemilikan aset dan sahamnya mengatasnamakan pihak lain.
”Pemeriksaannya bukan terkait saham, melainkan terkait data LHKPN (Wahono) dan data keuangan milik KPK,” ujarnya.
Pelacakan menyeluruh
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, menuturkan, KPK harus tegas dalam melakukan prinsip follow the money. Dalam hal ini, skema pelacakan yang dilakukan tidak sekadar bertumpu pada keterangan administratif terperiksa, tetapi juga perlu peka terhadap sinyal keterkaitan harta dengan tindak pidana korupsi atau pencucian uang.
”Pada umumnya terdapat dua modus, yakni menggunakan orang lain untuk menyamarkan identitas asli dan pencucian uang dengan saham, investasi, obligasi, barang mewah, bahkan aset digital seperti mata uang kripto,” tuturnya.
Merujuk LHKPN milik Wahono, harta kekayaan yang dimilikinya meningkat sekitar Rp 1 miliar setiap tahunnya. Sebagai contoh, pada 2020 total kekayaannya sebesar Rp 13,7 miliar, pada 2021 menjadi Rp 14,3 miliar, dan pada 2022 naik menjadi Rp 15,6 miliar.
Dari jumlah itu, nilai surat berharga yang dimiliki oleh Wahono cenderung tetap dari 2020 hingga 2022, yakni sebesar Rp 288 juta. Melansir laman resmi KPK, kepemilikan saham, obligasi, derivatif lainnya, dan kepemilikan di perusahaan tertutup akan termasuk dalam kategori surat berharga di LHKPN.
Merespons hal itu, Alvin menilai KPK tidak boleh lengah dalam melacak aset yang dimiliki oleh Wahono. Sebab, tetap ada potensi kepemilikan saham atas nama orang lain. Dalam hal ini, dia menyinggung kasus Rafael yang kepemilikan aset dan sahamnya mengatasnamakan pihak lain.
”Oleh karena itu, dalam prinsip follow the money, KPK tidak cukup hanya menelusuri keterangan Wahono. Contohnya kasus Rafael, aset dan saham miliknya banyak mengatasnamakan orang lain,” kata Alvin.