Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan hakim PN Jakarta Selatan sehingga Ferdy Sambo tetap dijatuhi hukuman pidana mati.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama terhadap bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Ferdy Sambo, dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dan kasus perintangan penyidikan. Pengadilan banding tetap menghukum Sambo dengan pidana mati sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Putusan banding terhadap Sambo dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Singgih Budi Prakoso dengan didampingi Ewit Soetriadi, H Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi selaku hakim anggota di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023). Dalam sidang banding itu, jaksa ataupun penasihat hukum Sambo tak turut hadir.
Sidang pembacaan putusan dilakukan secara terbuka. Pengunjung dapat menyaksikan pembacaan putusan di ruang sidang melalui monitor yang diletakkan di lobi PT DKI Jakarta dan mengikuti secara daring. Adapun putusan dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim.
”Menguatkan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 13 Februari 2023 yang dimintakan banding tersebut,” kata Singgih.
Sambo adalah terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah dan kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice). Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pengadilan tingkat pertama, telah memvonis Sambo dengan hukuman pidana mati. Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni pidana penjara seumur hidup.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta selaku majelis hakim banding berpendapat bahwa putusan pengadilan tingkat pertama yang melebihi tuntutan jaksa atau ultra petita dapat dibenarkan. Sebab, meski ultra petita berasal dari ranah perdata, hakim bersifat aktif dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta selaku majelis hakim banding berpendapat bahwa putusan pengadilan tingkat pertama yang melebihi tuntutan jaksa atau ultra petita dapat dibenarkan.
Terkait dengan hukuman mati yang dinilai penasihat hukum Sambo sebagai problematis, majelis hakim banding menilai hukuman mati masih menjadi bagian dari hukum positif di Indonesia. Hukuman mati dinilai juga masih dibutuhkan untuk memberikan efek jera.
”Dari uraian itu, baik dari ultra petita maupun hukuman mati, majelis hakim tidak sependapat dengan memori banding penasihat hukum terdakwa dan sebaliknya sependapat dengan apa yang dipertimbangkan dan diputuskan judex facti (hakim yang memeriksa) tingkat pertama,” kata majelis hakim.
Majelis hakim banding juga sependapat dengan hakim tingkat pertama tentang adanya unsur kesengajaan dalam perampasan nyawa Nofriansyah serta terkait penghilangan alat bukti berupa rekaman elektronik di sekitar rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga, tempat tinggal Sambo. Sebab, jabatan Sambo yang tinggi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap bawahan dan ajudannya.
Terkait dengan disparitas hukuman Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu, yakni dihukum satu tahun enam bulan penjara dari tuntutan 12 tahun penjara, majelis hakim banding tidak memberikan ulasan. Namun, majelis hakim banding menimbang bahwa Richard telah memberikan keterangan secara lugas dan terang tentang peristiwa yang sebenarnya terjadi. Keterangan Richard juga dinilai bukanlah kesaksian satu-satunya melainkan didukung kesaksian dan alat bukti lain.
Terkait dengan motif pembunuhan, majelis hakim banding berpendapat bahwa pertimbangan hakim tingkat pertama sudah benar. Sebab, meski motif bisa menjadi pertimbangan dalam penjatuhan putusan, dalam kasus ini motif sedari awal tidak jelas.
Saksi-saksi yang dinilai mengetahui peristiwa di Magelang, yakni saksi Kuat Ma'ruf dan Susi, justru tidak terbuka tentang apa yang terjadi. Sementara, meski terdakwa memiliki hak ingkar, hal itu justru bisa membawa konsekuensi berupa dianggap berbelit-belit oleh hakim. ”Majelis hakim tingkat banding berpendapat bahwa putusan judex facti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah dipertimbangkan secara menyeluruh, sudah tepat, serta benar secara hukum. Dengan demikian memori banding dari penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo harus dikesampingkan,” kata hakim ketua.
Setelah putusan dibacakan, hakim ketua mengatakan, pihaknya akan segera menyampaikan putusan tersebut kepada penuntut umum ataupun penasihat hukum terdakwa.