Lima Tahun Harta Kekayaan Tak Berubah, Pejabat Pajak Diperiksa KPK
Harta kekayaan yang dilaporkan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dodik Samsu Hidayat tetap sama sejak 2017 hingga 2021, yakni sebesar Rp 5,35 miliar.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (11/4/2023), kembali mengklarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Kali ini, giliran Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dodik Samsu Hidayat yang diperiksa lantaran nilai harta kekayaan yang dilaporkannya tak berubah selama lima tahun.
Merujuk LHKPN Dodik, jumlah harta kekayaan yang dilaporkannya selalu sama sejak 2017 hingga tahun 2021, yakni Rp 5,35 miliar. Padahal, jabatannya sempat berubah dari Kepala Subdirektorat Peraturan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) Direktorat Peraturan Perpajakan pada 2017, menjadi Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara pada 2021.
Mengenakan kemeja batik, Dodik tiba di Gedung KPK sekitar pukul 09.00. Namun, ia baru masuk ke ruangan pemeriksaan pada pukul 09.24 dan keluar pukul 15.24. ”Benar, hari ini (keduanya) sudah hadir untuk diklarifikasi LHKPN-nya,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. Namun, saat ditanya lebih lanjut mengenai materi dan hasil pemeriksaan, Ali tidak bersedia menjawab.
Sebelum Dodik, KPK diketahui juga telah mengklarifikasi LHKPN pejabat Kementerian Keuangan lainnya. Di antaranya bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai DI Yogyakarta Eko Darmanto, Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi III Dendy Heryanto, pemeriksa pajak Wita Widarty, dan Account Representative Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Budi Saptaji.
Seusai pemeriksaan, Dodik juga tak bersedia menjawab saat ditanya perihal jumlah harta yang tetap dari 2017 hingga 2021. Dia juga bungkam saat ditanya hasil ataupun proses pemeriksaan oleh KPK. Sesekali dia mengacungkan jempol, lima jari, serta menggelengkan kepala.
Sebelumnya, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh mengatakan, LHKPN dan Laporan Hasil Kajian Dodik yang tidak diperbarui akan diverifikasi oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu. ”Untuk (LHKPN Dodik) ini termasuk yang terjaring dalam anomali, tetapi masuk kategori untuk diimbau perbaikan pelaporan,” kata Awan (Kompas, 14/3/2023).
Sementara selain Dodik, hari Selasa ini, KPK juga meminta klarifikasi LHKPN Kepala Bidang Pengendalian dan Operasional Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Massdes Auroffy bersama istrinya. Massdes tiba di KPK sekitar pukul 08.35, lalu masuk ke ruangan pemeriksaan pukul 08.44 dan keluar pukul 16.20.
Massdes disorot publik karena perilaku istri dan anaknya yang gemar memamerkan tas mewah dari jenama terkemuka di dunia. Sebelum dipanggil KPK, Massdes sudah lebih dulu dimintai keterangan oleh Inspektorat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 31 Maret 2023.
Massdes mengakui kepemilikan tas yang dipakai istri dan anaknya. Namun, ia membantah tas-tas tersebut tergolong barang mewah karena merupakan tas tiruan. Menurut dia, tidak logis jika tas mewah itu dimilikinya karena LHKPN Massdes pada 2021 hanya Rp 1,8 miliar.
”Yang diberitakan itu, jumlah nilai tas mewah mencapai Rp 4,3 miliar. Itu sangat tidak mungkin (mengingat jumlah harta hanya Rp 1,8 miliar),” ujarnya seusai pemeriksaan.
Tas-tas itu kini sudah diambil oleh Pemprov DKI Jakarta untuk diperiksa keasliannya. Karena itu, Massdes menyerahkan seluruh proses pemeriksaan kepada pihak terkait untuk kesimpulannya.
KPK harus menelusuri pihak-pihak yang pernah diperiksa Dodik sewaktu dia menjabat sebagai Kakanwil Ditjen Pajak. Jabatan yang dimilikinya sekarang juga dianggap sangat rawan diselewengkan.
Dalam pemeriksaan KPK, Massdes mengaku, pertanyaan yang disampaikan cenderung sama dengan pertanyaan dari Pemprov DKI Jakarta, yakni kepemilikan tas mewah. Massdes pun mencoba menjelaskan kepada KPK bahwa dugaan kepemilikan tas mewah itu tidak benar.
Periksa penuh
Dihubungi secara terpisah, pegiat antikorupsi Emerson Yuntho mengatakan, KPK harus menelusuri pihak-pihak yang pernah diperiksa Dodik sewaktu dia menjabat sebagai Kakanwil Ditjen Pajak. Jabatan yang dimilikinya sekarang juga dianggap sangat rawan diselewengkan.
Sebelum Dodik, lanjut Emerson, jabatan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu diisi oleh Angin Prayitno Aji yang divonis bersalah atas kasus suap pajak pada 2016 dan 2017. Selain itu, Angin juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dari hasil dugaan suap dan gratifikasi hingga mencapai Rp 44,1 miliar.
Emerson berharap, KPK memeriksa secara menyeluruh LHKPN Dodik dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Sebab, ada kejanggalan ketika jumlah kekayaannya tidak ada kenaikan secara signifikan. Pejabat Kemenkeu yang merangkap jabatan juga harus ditelusuri oleh KPK karena mereka tidak memasukkan jabatan yang dirangkap dalam LHKPN.
Terkait dengan klarifikasi terhadap Massdes, tutur Emerson, sebaiknya KPK tidak terkecoh dengan alasan barang yang digunakan itu palsu. Sebab, ada kecenderungan para pejabat beralasan menggunakan barang tiruan ketika diproses hukum. KPK harus menelusuri dari mana barang tersebut diperoleh dan asal uang untuk membeli barang itu.