Bareskrim Digugat Tak Lanjutkan Pengusutan Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri
LP3HI meminta Bareskrim melanjutkan penyidikan dan menetapkan Firli sebagai tersangka kasus gratifikasi penggunaan helikopter. Terkait kasus ini, pada 2020, Dewan Pengawas KPK telah menyatakan Firli melanggar etik.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri digugat pra-peradilan atas penghentian penyidikan yang dinilai dilakukan secara tidak sah terhadap penerimaan gratifikasi yang diduga dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan KorupsiFirli Bahuri. Lewat gugatan itu, Bareskrim diminta untuk melanjutkan penyidikan berupa penetapan tersangka terhadap Firli.
Gugatan itu dilayangkan oleh Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun berkas permohonan pra-peradilan telah diterima PN Jakarta Selatan pada Senin (10/4/2023).
Hal ini menindaklanjuti laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Bareskrim pada 3 Juni 2021 terkait dengan penggunaan fasilitas diskon pada penyewaan helikopter yang diduga diperoleh Firli. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari Bareskrim atas laporan itu. Sebelumnya, Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga telah melaporkan hal itu kepada Dewan Pengawas KPK pada 2020 dan Firli diputus melanggar kode etik.
”Penanganan yang lama hingga tidak kunjung selesai itu seolah membuktikan bahwa Bareskrim melakukan tebang pilih dalam penegakan hukum. Sebab, perkara lain telah menjalani pemeriksaan dan pelimpahan kepada jaksa penuntut umum,” ujar Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho selaku pemohon dalam gugatan tersebut, di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Penanganan yang berlarut-larut ini dinilai melanggar ketentuan Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam hal ini, pelaksanaan penegakan hukum itu perlu memedomani asas peradilan yang cepat, sederhana, biaya ringan, dan tidak berbelit-belit.
Setiap kelambatan penyelesaian perkara pidana yang disengaja oleh aparat penegak hukum, kata Adi, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). Untuk itu, pihaknya meminta Bareskrim untuk melanjutkan tahapan penyidikan atas laporan ICW. Hal itu bisa dicapai dengan menetapkan Firli sebagai tersangka gratifikasi dan melimpahkan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum agar dapat segera dituntut ke pengadilan tindak pidana korupsi.
Pada 2020, Firli melakukan perjalanan dengan helikopter dari Palembang, Sumatera Selatan, ke Baturaja, Lampung, untuk berziarah ke makam orangtuanya. Berdasarkan penelusuran ICW, terdapat perbedaan harga sewa helikopter awal dengan yang dilaporkan Firli kepada Dewan Pengawas KPK sekitar Rp 141 juta. Hal ini ditengarai sebagai bentuk diskon dan termasuk dalam kategori gratifikasi.
LP3HI meminta Bareskrim untuk melanjutkan tahapan penyidikan atas laporan ICW.
Menurut peneliti ICW, Tibiko Zabar, Bareskrim Polri memutuskan untuk tidak menindaklanjuti laporan organisasinya. Alasannya adalah kasus tersebut sudah pernah diusut secara internal oleh KPK. ”Berkaca dari gugatan pra-peradilan ini, dugaan gratifikasi ini sangat relevan untuk diselidiki unsur pidana korupsinya,” katanya.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho meminta Kompas untuk menghubungi Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan. ”Silakan ke Pak Ramadhan (Karopenmas), terima kasih,” kata Sandi.
Namun, hingga berita ini diterbitkan, Ahmad belum merespons konfirmasi Kompas.
Berdasarkan catatan Kompas, Bareskrim menyerahkan pengaduan dugaan gratifikasi Firli oleh ICW ke Dewan Pengawas KPK. Bareskrim meminta agar persoalan internal KPK tidak ditarik ke Polri (Kompas.id, 9/6/2021).
Sementara itu, pada Selasa pagi ini, sejumlah organisasi mahasiswa dan pemuda berunjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK. Salah satu tuntutan mereka adalah mencopot Firli dari jabatannya akibat rentetan kasus, termasuk dugaan gratifikasi penggunaan helikopter.
Pada kesempatan itu, massa aksi melepaskan sejumlah tikus berwarna putih ke dalam gedung milik KPK itu. Petugas KPK pun langsung menangkap tikus-tikus yang berlarian untuk dimasukkan ke dalam karung. Sejumlah telur juga dilempar ke arah gedung dan massa aksi terlibat keributan kecil.