Hakim Temukan Laporan Mediator Dibuat Dua Bulan Sebelum Prima Daftarkan Gugatan
Laporan hasil mediasi perkara gugatan perdata Prima disebut dikeluarkan mediator PN Jakarta Pusat pada 26 Oktober 2022. Padahal, Prima baru mendaftarkan gugatan pada 8 Desember 2022.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Hakim Ketua Sugeng Riyono mengetuk palu seusai membacakan putusan banding dalam sidang perkara perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, Selasa (11/4/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak menemukan adanya penunjukan mediator oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menangani perkara gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur atau Prima. Bahkan, laporan mediator dibuat sebelum Prima mendaftarkan gugatannya ke PN Jakarta Pusat. Pemeriksaan yang dijalankan tanpa melalui tahapan mediasi tersebut terbukti melanggar Peraturan Mahkamah Agung tentang Mediasi.
”Menimbang, bahwa setelah pengadilan tinggi mencermati berkas perkara tersebut, ternyata tidak ditemukan adanya penunjukan meditor oleh majelis hakim pemutus yang mengadili perkara tersebut di pengadilan tingkat pertama dan tentunya juga tidak ada laporan hasil mediasi oleh mediator hakim,” ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Sugeng Riyono saat sidang putusan banding Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas Prima di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, Selasa (11/4/2023). Selain Sugeng, bertindak sebagai hakim anggota adalah Hardi Mulyono dan Haris Munandar.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Hakim Ketua Sugeng Riyono membacakan putusan banding dalam sidang perkara perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Pertimbangan hakim tingkat banding tersebut bertolak belakang dengan uraian pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dalam memutus perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tersebut. Dalam pertimbangan hukumnya, PN Jakarta Pusat menyatakan bahwa pengadilan telah mengupayakan perdamaian di antara para pihak melalui mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Proses mediasi tersebut dilakukan dengan menunjuk hakim pada PN Jakarta Pusat sebagai mediator. Berdasarkan laporan mediator tanggal 26 Oktober 2022, upaya perdamaian tersebut tidak berhasil.
Oleh karena itu, pemeriksaan perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang dijalankan tanpa melalui tahapan mediasi, terbukti telah melanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (3) Perma 1/2016.
Putusan PN Jakarta Pusat juga tidak menyebutkan siapa nama hakim yang menjadi mediator. Laporan mediator bahkan dibuat sebelum gugatan tersebut didaftarkan di pengadilan negeri. Gugatan Prima didaftarkan ke PN Jakarta Pusat pada 8 Desember 2022, sedangkan laporan hasil mediasi oleh mediator hakim disampaikan tanggal 26 Oktober 2022.
Sugeng menjelaskan, perkara yang diajukan Prima adalah gugatan perbuatan melawan hukum. Berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, gugatan itu termasuk sebagai perkara perdata biasa dan tidak termasuk sengketa yang ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Perma No 1/2016. Oleh karena itu, perkara tersebut bukan sebagai perkara yang dikecualikan dari kewajiban prosedur mediasi.
”Oleh karenanya, pemeriksaan perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang dijalankan tanpa melalui tahapan mediasi terbukti telah melanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (3) Perma No 1/2016,” tuturnya.
Sebelumnya, lewat putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt Pst, majelis hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai T Oyong dengan hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban menerima gugatan perdata yang diajukan Prima. Dalam gugatannya, Prima meminta PN Jakarta Pusat untuk memerintahkan KPU agar tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal.
Dalam putusannya itu pula PN Jakarta Pusat menyatakan, KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum dan diperintahkan membayar ganti rugi materiil Rp 500 juta. Selain itu, KPU dihukum agar tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan itu diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. Majelis juga menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta-merta.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Pengunjung menyaksikan sidang putusan banding yang diajukan Komisi Pemilihan Umum atas Partai Rakyat Adil Makmur di PT Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Namun, dalam sidang putusan banding, permohonan banding yang diajukan KPU diterima. Majelis Hakim PT Jakarta membatalkan putusan PN Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dimohonkan banding tersebut.
Menanggapi putusan banding tersebut, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, putusan PT DKI Jakarta meneguhkan KPU untuk terus melaksanakan tahapan Pemilu 2024 yang sudah ditetapkan. Selain itu, PT DKI Jakarta juga telah meluruskan kembali jalur peradilan untuk mencari keadilan pemilu, yaitu bukan wewenang atau kompetensi peradilan umum, melainkan wewenang Badan Pengawas Pemilu, PTUN, dan Mahkamah Konstitusi.
”Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut juga dapat membendung arus gugatan para pihak dalam perkara perbuatan melawan hukum dalam kepemiluan melalui jalur peradilan umum,” katanya.
Meskipun menang banding, lanjut Hasyim, KPU tetap melaksanakan putusan Bawaslu yang memerintahkan untuk melaksanakan verifikasi parpol kepada Prima. Adapun saat ini Prima tengah melakukan verifikasi faktual perbaikan.