Jaksa Ungkap Tim Sukses Minta Kompensasi Proyek, tetapi Lukas Enembe Juga Minta ”Fee”
Pengusaha Rijatono Lakka didakwa menyuap Lukas Enembe untuk memenangkan sejumlah proyek. Hal ini merupakan kesepakatan keduanya saat Rijatono Lakka menjadi anggota tim pemenangan Lukas Enembe dalam pemilu Gubernur Papua.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktur PT Tani Bangun Papua Rijatono Lakka didakwa menyuap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe Rp 35,4 miliar. Rijatono yang merupakan anggota tim sukses Lukas dalam Pemilu Gubernur Papua 2018 meminta kompensasi proyek atas upayanya memenangkan Lukas. Sebaliknya, Lukas yang membantu memuluskan jalan Rijatono mendapat proyek balik minta fee proyek.
”Terdakwa meminta pekerjaan atau proyek kepada Lukas Enembe. Atas permintaan terdakwa, Lukas Enembe meminta fee (biaya) agar dapat dikabulkan. Terdakwa pun menyetujuinya,” ujar jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Ariawan Agustiartono, saat membacakan dakwaan Rijatono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (5/4/2023).
Kesepakatan keduanya terjalin seusai Lukas Enembe dilantik sebagai Gubernur Papua 2018-2023. Penyuapan yang dilakukan Rijatono diduga diminta oleh Lukas sendiri. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan Rijatono dimenangkan Pemerintah Provinsi Papua. Sebanyak Rp 1 miliar dari total suap dikirim Rijatono ke rekening Lukas Enembe, sedangkan sisanya berupa pembangunan atau renovasi fisik aset. Suap itu diberikan terdakwa bersama dengan salah seorang anggota staf perusahaannya, Frederik Banne.
Adapun Rijatono memperoleh 12 proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Papua sebagai menyusul kesepakatan keduanya. Keseluruhan nilai kontrak itu mencapai Rp 110,4 miliar. Berdasarkan kesepakatan keduanya, Lukas memerintahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua Gerius One Yoman untuk mengupayakan terdakwa sebagai penyedia barang atau jasa dalam proyek Pemprov Papua.
Gerius kemudian menindaklanjutinya dengan memerintahkan Kepala Seksi Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas PUPR Papua (almarhum) Nataniel Kandai untuk membantu terdakwa. Bantuan itu berupa kerangka acuan kerja (KAK) dan rincian harga satuan pada harga perkiraan sendiri (HPS) proyek-proyek Dinas PUPR Papua yang akan dilelang. Terdakwa menggunakan data KAK dan HPS untuk menyusun dokumen serta mengajukan penawaran.
Berdasarkan semua alasan itu, perusahaan yang digunakan terdakwa dimenangkan oleh Biro Layanan Pengadaan Papua.
Selain itu, pihak Biro Layanan Pengadaan Papua juga mengetahui perusahaan terdakwa merupakan titipan dari Lukas Enembe melalui Gerius. Berdasarkan semua alasan itu, perusahaan yang digunakan terdakwa dimenangkan oleh Biro Layanan Pengadaan Papua.
Atas perbuatannya, terdakwa disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
”Demikian jaksa penuntut umum sudah membacakan dakwaannya. Saudara Terdakwa sudah dengar, paham, dan mengerti apa yang dibacakan?” ucap Ketua Majelis Hakim Arsan Fatrika.
Rijatono mengaku memahami dan mengerti dakwaan yang dibacakan. Namun, dia tidak mengerti bagian pokok perkara yang menurut dia berada di luar dakwaan. Alhasil, Rijatono diberikan waktu untuk berdiskusi dengan kuasa hukum terkait pengajuan eksepsi atau keberatan.
”Terhadap dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum, kami tidak mengajukan eksepsi,” ungkap Rijatono seusai berdiskusi.
Majelis hakim melanjutkan persidangan ke tahap pembuktian, yakni pemeriksaan saksi. Namun, jaksa belum dapat menghadirkan saksi. Karena itu, sidang ditunda hingga Rabu (12/4/2023) untuk tahapan pemeriksaan saksi.